Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Implementasi Kebijakan Penggunaan Antibiotik di Indonesia yang Lemah, Salah Siapa?

10 Juni 2022   11:08 Diperbarui: 12 Juni 2022   11:52 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Obat antibiotik (Sumber: shutterstock)

Kejadian di atas membuatku yakin bahwa dunia sedang di bawah ancaman resistensi antibiotik yang disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tak rasional. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan utama dalam penatalaksanaan penyakit infeksi karena bakteri. 

Adapun manfaat penggunaan antibiotik memang tidak perlu diragukan lagi, akan tetapi penggunaannya yang berlebihan akan diikuti dengan munculnya bakteri yang kebal akan antibiotik, sehingga tentu manfaat dari antibiotik akan berkurang sampai tidak ada sama sekali. 

Resistensi kuman terhadap antibiotik, terlebih lagi multi drug resistance merupakan masalah yang sulit diatasi dalam pengobatan pasien. Hal ini muncul sebagai akibat pemakaian antibiotik yang kurang tepat guna, atau kurang tepat dosis, atau macam, ataupun lama pemberian sehingga kuman berubah menjadi resisten.

Implementasi kebijakan penggunaan antibiotik memang memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak, dari pembuat kebijakan hingga pelaksana di lapangan. 

Pertama, agar masyarakat dicerdaskan untuk selalu membeli antibiotik atas resep dokter, baik melalui edukasi saat bertemu dengan dokter face-to-face ataupun penyuluhan. 

Masyarakat perlu memahami bahwa dengan mengonsumsi antibiotik atas inisiatif sendiri hanya akan merugikan diri sendiri suatu hari nanti.

Kedua, agar dokter-dokter selalu memperbaharui ilmunya agar mampu memberikan antibiotik sesuai indikasi. Dikarenakan tak jarang masih banyak sekali praktik-praktik di lapangan di mana dokter dengan mudahnya meresepkan antibiotik padahal tak sesuai indikasi.

Ketiga, agar apoteker-apoteker harus bertanggung jawab untuk mampu menaati regulasi yang telah dibuat pemerintah untuk hanya menjual antibiotik dengan adanya resep dokter. 

Keempat, agar instansi seperti Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit, mungkin kali ini khususnya Rumah Sakit yang telah diamanati Program Pengendalian Resistensi Antibiotik (PPRA) untuk memaksimalkan kegiatan audit pengendalian penggunaan antibiotik yang tak berdasar alias tak rasional.

Lalu, Komite Medik juga harus memaksimalkan pembuatan Standar Pelayanan Medis (SPM) di masing-masing instansi agar terjadi keseragaman lalu meminimalisir kesalahan yang dilakukan di lapangan.

Kelima, agar seluruh pembuat kurikulum pendidikan kedokteran dan pendidikan farmasi di seluruh Indonesia untuk memasukkan bahasan terkait resistensi antibiotik dan farmakoterapi, agar dokter-dokter dan apoteker-apoteker di masa depan memahami bahaya ancaman resistensi antibiotik jika tak kunjung tertangani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun