Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

2S Masalah Kesehatan Jiwa di Indonesia: Sistem dan Stigma

9 Juni 2022   15:49 Diperbarui: 9 Juni 2022   15:57 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Beberapa hari yang lalu tepatnya di sore hari setelah selesai seluruh pelayanan di Puskesmas, aku berkesempatan mengunjungi rumah salah satu masyarakat yang masih dalam cakupan daerah kerja Puskesmas. Seorang kepala desa sebelumnya sempat menghubungi kepala Puskesmas kami bahwa ada salah satu warganya yang mungkin nampaknya memerlukan bantuan untuk dilakukan kunjungan rumah. Bersama satu dokter tetap di Puskesmas ini dan satu orang perawat,  kami berangkat dengan menggunakan motor masing-masing.

"..saya rasa anak saya hanya kelelahan, tidak perlu sampai ke dokter jiwa, dia baik-baik saja dok, badannya kelelahan saja, asam lambungnya mungkin naik, kemarin sudah saya belikan obat asam lambung di apotik."

..adalah kata-kata yang begitu sering disampaikan keluarga dari orang yang kami sarankan pergi ke dokter jiwa di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang berjarak sekitar +/- 20 km dari rumahnya. Aku menyimpulkannya sebagai bentuk penyangkalan setelah kami mencoba mengedukasi pentingnya melakukan pertolongan dini kepada ahli terkait masalah jiwa sebelum lambat laun akan justru semakin parah.

"Ibu dan keluarga ada BPJS kan ya?", "Iya, ada dok", pertanyaan tambahan yang coba kami lontarkan, sekedar berharap kiranya dapat menjadi pengingat sekaligus bahan pertimbangan kepada ibu tersebut yang kami kunjungi bahwa ia memiliki BPJS jika  hendak mencoba membawa anaknya mengunjungi dokter jiwa di RSUD, sehingga harapannya masalah biaya dapat dieliminasi, walaupun tentu saja masyarakat masih perlu mengeluarkan uang transportasi saat menuju RSUD.

Sudah beberapa hari anaknya tak bekerja di institusi tempatnya bekerja setelah kejadian traumatik yang diperkirakan mencetuskan keadaannya sekarang, kepergian orang yang begitu ia cintai yang kemudian menimbulkan gejala-gejala psikotik akut. 

Psikotik adalah gangguan jiwa yg ditandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk membedakan mana yg nyata dan tidak nyata (sulit membedakan antara khayalan dan realitas). Ditandai antara lain salah satunya dengan halusinasi, waham, dan gangguan perilaku.

Semakin hari, masalah-masalah terkait kesehatan jiwa kian hari semakin banyak, namun tak diiringi kesadaran serta pendidikan di masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan jiwa, pentingnya deteksi dini gangguan jiwa, serta betapa pentingnya untuk tak pernah malu mencari pertolongan ahli untuk membantu. 

Stigma di masyarakat yang begitu kental bahwa mereka-mereka yang ke dokter jiwa adalah "orang gila" sudah pasti pikirku penyebab ibu ini bersikeras anaknya baik-baik saja, walau sudah jelas kutemui tanda-tanda psikotik akut pada anaknya dan tentu aku sudah mengedukasi betapa pentingnya untuk segera bertemu dengan dokter jiwa. 

Sementara mereka mencoba mengambil keputusan, sebelum kami menutup kunjungan rumah, kami mencoba mengajarkan betapa pentingnya dukungan psikologis dari keluarga dan masyarakat.

Semakin hari, tak hanya masalah atau penyakit-penyakit fisik saja yang  membuat kita tidak hadir ke institusi atau tempat kita bekerja, namun juga masalah jiwa yang pada akhirnya akan menjadi beban penyakit yang begitu besar di masyarakat yang mempengaruhi produktivitas dan perekonomian suatu negara karena tingginya tingkat absenteeism (tak hadir di tempat kerja) dan presenteeism (ada di tempat kerja, namun seperti tak ada dikarenakan suatu keadaan yang lalu mempengaruhi kualitas kinerja). 

Hal tersebut salah satunya menjadi urgensi betapa pentingnya membangun sistem kesehatan jiwa di Indonesia yang tangguh dan betapa pentingnya untuk tak pernah bosan melakukan tindakan promotif kepada masyarakat untuk mengikis stigma mengenai bahwa mencari pertolongan psikiater, psikolog, dokter, bukan lah sebuah aib, justru tindakan yang paling tepat sebelum segala sesuatu menjadi parah dan tak terkendali.

Selain stigma, seperti judul yang telah kuberikan, 2S yakni stigma dan sistem, memang masih banyak sekali pekerjaan rumah untuk sistem kesehatan jiwa di Indonesia, dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer (FKTP) hingga lanjutan. 

Puskesmas yang sering dielu-elukan sebagai garda terdepan atau ujung tombak kesehatan masyarakat memang sudah seharusnya memiliki sistem yang tangguh untuk melakukan deteksi dini, diagnosis, dan penanganan awal. 

Di lapangan, masih banyak sekali Puskesmas yang tidak memiliki sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang terlatih untuk melakukan deteksi dini dan penanganan awal masalah-masalah kesehatan jiwa. 

Kemudian, masih banyak sekali Puskesmas yang tak mendapat akses ke obat-obat esensial terkait jiwa, jika pun mendapat akses, banyak Puskesmas mengeluhkan persediaan habis di tengah jalan. 

Pelaksanaan sistem informasi yang baik untuk menyokong ketersediaan data yang berkualitas dan dapat dijadikan bahan pengambilan keputusan/kebijakan serta sebagai monitoring dan evaluasi pelaksanaan upaya kesehatan jiwa, dalam hal ini di Puskesmas, tentu juga menjadi salah satu pilar penting dalam sistem kesehatan jiwa di Indonesia. Hal-hal tersebut di atas hanyalah segelintir permasalahan kesehatan jiwa di tingkat pelayanan primer. 

Tentunya untuk mewujudkan kesehatan jiwa yang tangguh terintegrasi, diperlukan sistem yang baik dari tingkat primer hingga tersier. Pada pelaksanaan di lapangan di tingkat sekunder dan tersier juga masih banyak sekali sistem yang harus dibenahi. Mungkin akan menarik jika kita bahas pada tulisan selanjutnya di kesempatan lain.

Sebagai penutup, Indonesia memang beruntung telah memiliki UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa sehingga dapat berfungsi sebagai payung program-program kesehatan jiwa di Indonesia, namun tetap saja terdapat hal-hal yang perlu ditingkatkan dan disempurnakan antara lain belum tersedia Peraturan Pemerintah serta turunannya untuk melaksanakan amanat UU tersebut dalam bentuk yang paling sederhana dan praktis sehingga dapat diaplikasikan secara masif di seluruh wilayah di Indonesia. 

Semoga kebijakan dan regulasi di tingkat nasional mampu diaplikasikan hingga ke level paling dekat dengan masyarakat yakni Puskesmas serta pelaksanaan yang merata di seluruh Indonesia mengingat seluruh warga Indonesia memiliki hak atas kesehatan yang sama, sehingga seharusnya sesuai pasal 68, setiap orang dengan masalah kesehatan jiwa memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan jiwa yang mudah dijangkau dan mendapatkan pelayanan jiwa sesuai standar. 

Terakhir, kesehatan jiwa merupakan hal sama pentingnya dengan kesehatan fisik bagi manusia. Dengan sehatnya jiwa  seseorang maka aspek kehidupan yang lain dalam dirinya akan bekerja secara lebih maksimal.

Upaya kesehatan jiwa adalah tugas semua orang
. Salam sehat jiwa dan raga! Say no to stigma!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun