Mohon tunggu...
Ari AmarilisSholihah
Ari AmarilisSholihah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Assalamu'alaikum wr wb. salam kenal semuaa!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Yaqowiyu

12 Desember 2023   17:38 Diperbarui: 12 Desember 2023   18:11 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa Itu Tradisi Yaqowiyu? Ini Pengertian, Sejarah, dan Maknanya

Apa Itu Tradisi Yaqowiyu?

            Yaqowiyu adalah tradisi atau festival yang dirayakan setiap bulan Sapar, bulan kedua dalam penanggalan Jawa. Oleh karena itu, penduduk setempat juga menyebutnya Saparan. Tradisi ini berlangsungsetip tahun pada hari Jumat sekitar tanggal 12 hingga 18 bulan Sapar dalam penanggalan Jawa, di Jatinom, Klaten. Penyebaran ribuan kue apem merupakan ciri dari tradisi ini. Kue apem merupakan kue berbentuk bulat yang dibuat dengan menambahkan gula pasir dan santan kedalam tepung beras. Ribuan kue apem akan disebarkan dari panggung permanen di selatan masjid yang berada di kompleks makam Ki Ageng Gribig. Tradisi Yaqowiyu terletak di Lapangan Sendang, Klampeyan/Panggung Amphiteater Klampeyan dekat makam Ki Ageng Gribig.

Sejarah Tradisi Saparan/Yaqowiyu

            Sejak masyarakat Mataram mengikuti penanggalan Jawa, . Di bulan kedua penanggalan Jawa yaitu bulan Sapar/Syafar, masyarakat mengucap syukur dengan berbagai tradisi saparan. Salah satu bentuk tradisi saparan yang hingga kini masih diperingati adalah Saparan Yaqowiyu di Jatinom, Klaten.

            Menurut sesepuh masyarakat Jatinom, Sri Hanjoko, Yaqowiyu merupakan upacara tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jatinom untuk mengenang Ki Ageng Gribig, tokoh penyebar agama Islam. Bermula ketika Ki Ageng Gribig baru saja kembali dari tanah suci Makkah setelah selesai menunaikan ibadah haji dan membawa roti dan segumpal tanah liat dari Arofah sebagai oleh-oleh. Ki Ageng Gribig membawa oleh-oleh berupa tiga buah roti gimbal hangat untuk dibagikan kepada tetangga dan kerabat yang datang. Oleh-oleh itu dibagikannya secara merata, namun oleh-oleh itu tidak cukup untuk semua orang yang datang, sehingga Ki Ageng Gribig memintah istrinya, Nyai Ageng untuk membuatkan kue tadi lebih banyak agar tetangga dan kerabat yang datang mendapatkan oleh-oleh tersebut. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 15 Sapar tahun 1511, dimana Ki Ageng Gribig membagikan kue apem. Oleh karena itu, kita lebih mengenal tradisi ini dengan sebutan Yaqowiyu.

            Tradisi ini dinamakan Yaqowiyu karena diambil dari doa Ki Ageng Gribig sebagai penutup pengajian yang berbunyi: Ya Qowiyu Yaa Aziz Qowina wal Muslimin yang artinya: Ya Tuhan, dzat yang maha kuat, ya Allah dzat yang maha menang, mudah-mudahan memeberikan kekuatan kepada kami dan kaum muslimin. Kemudian pengunjung pengajian tersebut menyebut pengajian ini dengan nama "ONGKOWIYU" yang dimaksudkan "JONGKO WAHYU" atau mencari wahyu. Kemudian penyebutan istilah tradisi ini dikembalikan pada aslinya "YAQOWIYU" oleh anak keturunannya. Tradisi Yaqowiyu masih tetap dilestarikan hingga saat ini, bahkan bagi masyarakat Jatinom merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditinggalkan.  

Makna Tradisi Yaqowiyu 

1. Pentingnya Kue Apem dalam Tradisi Yaqowiyu

Penyebaran apem berkaitan dengan gagasan memohon ampun dan berkah kepada Sang Pencipta. Menurut Panji Supardi, juru kunci makam Ki Ageng Gribig, kue apem yang dibagikan Ki Ageng Gribig memiliki makna khusus. Menurutnya, dengan kata lain, Kue Apem adalah tentang pemberian ampunan kepada manusia dari Tuhan Yang Maha Esa. Kata Apem berasal dari bahasa Arab afwun yang artinya pengampunan.

Menurut masyarakat Jatinom dan sekitarnya, kue apem yang dibagikan mempunyai kekuatan supranatural yang membawa kesejahteraan bagi yang berhasil mendapatkannya. Selain itu, apem juga dibuat menjadi gunungan yang berbentuk gunungan lanang yang dikenal dengan nama Ki Kiyat dan gunungan wadon yang dikenal dengan nama Nyi Kiyat. Makna sensori tercermin pada struktur gunungan yang tersusun ke bawah seperti sate. Apem disusun dengan urutan 4-2-4-4-3 yang artinya sama dengan jumlah raka'at pada sholat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun