Mohon tunggu...
Aria Kesuma
Aria Kesuma Mohon Tunggu... Speaker in Family Planning Programme -

Nothing Special Just Me

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Indentifikasi Lingkungan Hidup Perkotaan Akibat Ledakan Pertumbuhan Penduduk

23 Agustus 2015   20:46 Diperbarui: 23 Agustus 2015   21:05 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(ID : ariakesuma) Lingkungan hidup adalah istilah yang dapat mencangkup segala makhluk hidup dan tak hidup di alam yang ada di Bumi atau bagian dari Bumi. Kerusakan lingkungan hidup seringkali disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Tetapi manusia merupakan aktor utama yang menyebabkan kerusakan. Menurut Pasal 1 UUPLH No. 23 Tahun 1997 pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terdapadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Jadi sudah tentu bahwa pengelolaan lingkungan kota memang harus dilakukan bersama. Pengelolaan lingkungan hidup tidak hanya di daerah pedesaan atau wilayah khusus seperti hutan maupun pertambangan, namun pengelolaan lingkungan hidup paling penting dilakukan secara baik di daerah perkotaan. Permasalahan lingkungan hidup diperkotaan sangat kompleks namun yang paling utama adalah permasalahan air dan sampah. Kedua unsur ini memiliki peran yang sentral dalam tata kelola lingkungan hidup diperkotaan, terlebih lagi pada perkotaan dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi maka permasalahan lingkungan hidup akan semakin parah (Amos, 2008).

Pertambahan penduduk berdampak sangat signifikan terhadap tingkat penggunaan air, yaitu sekitar enam kali lipat dari sebelumnya dan lebih dari satu per enam orang didunia tidak memiliki akses terhadap air minum (Filho, 2011). Kota-kota besar di Indonesia khususnya kota Megapolitan Jakarta telah mengalami penurunan kualitas air tanah yang semakin parah dan telah menimbulkan multiplier effects yakni permasalahan sosial dan ekonomi. Permasalahan ini sangat kompleks ketika air tanah dikawasan pada permukiman sudah tidak layak dikonsumsi akibat kontaminasi tinja, sistem sanitasi yang buruk dan sisa limbah yang dibuang ke sungai dan saluran warga membuat air tanah menjadi keruh, berbau dan pahit (Amos, 2008). Seharusnya penataan ruang haruslah mempertimbangkan pemasokan air, karena kebutuhan air tidak dapat dipenuhi hanya dengan menggunakan sumber daya air tanah. Oleh karena spektrum permasalahan air yang cukup luas, penanganannya pun tidak bisa dilakukan secara parsial. Air tanah tentu tetap harus dikelola, lagi-lagi penanganan air tanah sangat berkaitan dengan tata kelola dan pelestarian lingkungan baik.

Menurut Amos (2008) pemikiran dan upaya yang telah dilakukan pada umumnya tertuju pada penyediaan air bagi keperluan rumah tangga secara sentral karena dianggap akan menjamin kualitas dan kuantitasnya. Karena itu sumber dan penyaluran air secara sentral inilah yang seharusnya mendapatkan perhatian yakni dukungan biaya dan kelembagaan yang serius. Harus diakui bahwa sistem penyediaan air secara sentral membutuhkan dana yang besar, karena itu hal ini tidak dapat diberikan secara cuma-cuma, bahkan ada kecenderungan makin lama pengguna harus membayar semakin tinggi. Kawasan permukiman yang padat dan miskin, yang hidup dari sirkuit ekonomi bawah sudah barang tentu mengalami kesulitan karena tidak mampu membayar ongkos pemasangan instalasi maupun harga airnya sendiri (Sadyohutomo, 2008).

Permasalahan lingkungan selanjutnya adalah permasalahan sampah yang merupakan lingkaran tak berhingga di wilayah perkotaan. Menurunnya kualitas lingkungan yang disebabkan oleh sampah terkait dengan adanya hubungan yang erat dan timbal balik antara jumlah penduduk, nilai dan perilaku masyarakat terhadap perwujudan sampah, organisasi pengelola sampah, serta sistem pengelolaan yang dilakukan. Permasalahan sampah apabila tidak dikelola dengan baik selain menyebabkan kota menjadi kotor dan kumuh juga dapat menyebabkan pendangkalan sungai yang akan berakibat timbulnya bencana banjir yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kualitas kesehatan pada masyarakat. Pengelolaan sampah yang masih menggunakan paradigma lama (pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir) rasanya perlu dirubah (Sadyohutomo, 2008). Hal ini diakibatkan karena permasalahan sampah yang semakin kompleks, terutama sulitnya mendapat tempat pembuangan akhir serta berkembangnya jumlah dan ragam sampah perkotaan. Penanganan sampah dengan paradigma baru perlu mengedepankan proses pengurangan dan pemanfaatan sampah (minimalisasi sampah). Minimalisasi sampah adalah upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari proses produksi dengan reduksi dari sumber dan/atau pemanfaatan limbah. Keuntungan dari metode antara lain adalah: mengurangi ketergantungan terhadap TPA (tempat pembuangan akhir), meningkatkan efisiensi pengolahan sampah perkotaan, dan terciptanya peluang usaha bagi masyarakat. Metode minimalisasi sampah mencakup tiga usaha dasar yang dikenal dengan 3R, yaitu reduce (pengurangan), reuse (memakai kembali), dan recycle (mendaur ulang).

Beberapa kota di dunia yang berhasil melakukan strategi penanganan pengelolaan lingkungan, hal ini telah lama dilakukan dan bahkan berangkat dari kondisi yang paling buruk sekalipun seperti Kota Curitiba di Brazil yang telah mendapatkan predikat “The Most Innovatice City In The World” karena telah berhasil merubah wajah kota yang macet, banjir, dan kumuh menjadi kota yang bersih, sehat, dan nyaman bagi warganya (Yunus, 2008). Jika pemerintah Indonesia memang serius untuk menangani permasalahan lingkungan dan menjadikan beberapa kasus kota di dunia menjadi best practices bukan tidak mungkin kota di Indonesia dapat bangkit dari keterpurukan dan keluar dari vicious circle of poverty. Sebuah political will dan kepemimpinan yang kuat tentulah menjadi faktor penentu dalam revolusi perencanaan dan pembangunan wilayah di Indonesia.

Referensi

Amos, Neolaka. 2008. Kesadaran Lingkungan Perkotan. Penerbit PT Rinika Cipta, Jakarta

Sadyohutomo, Mulyono. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah. Bumi Aksara. Jakarta

Yunus, Hadi, 2008. Dinamika Wilayah Peri-Urban Determinan Masa Depan Kota Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar

Yunus, Hadi. 2006. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar Offset : Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun