Autism Spectrum Disorder (ASD) merupakan gangguan pada perkembangan otak yang ditandai dengan adanya kesulitan dalam melakukan komunikasi dan interaksi sosial serta adanya perilaku dengan pola berulang dan memiliki keterbatasan pada minat atau aktivitas tertentu.Â
Gejala anak dengan gangguan ASD muncul sejak awal masa perkembangan dan berdampak pada kemampuanya dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Anak dengan gangguan ASD ini sangatlah kompleks artinya terkadang gejala perilaku yang muncul antara anak satu dengan yang lain berbeda.Â
Oleh karena itu digunakan kata "Spectrum" untuk mengambarkan heterogen karena gejala yang ditampilkan seperti skill atau tingkatan kemampuan anak berbeda. Selain itu tantangan masing-masing anak autism akan beragam pula.
Ciri-ciri anak dengan ganguan Autism Spectrum Disorder (ASD) yaitu :
- Kesulitan untuk dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.
- Kesulitan untuk memahami emosi dan menyesuaikan emosinya kepada orang lain sesuai dengan konteks atau aturan tertentu.
- Kesulitan berinisiatif dan mempertahankan komunikasi kepada orang lain.
- Kesulitan untuk dapat menunjukkan dan memahami komunikasi non verbal saat interaksi sosial.
- Kontak mata, gesture tubuh serta ekspresi wajah yang kurang ketika berinteraksi atau komunikasi.
- Kesulitan saat berimajinasi saat bermain dan menjalin pertemanan.
- Tidak tertarik untuk berbagi atau berinteraksi dengan teman sebaya.
Banyak sekali anggapan yang salah terhadap anak dengan gangguan ASD ini seperti:
ASD disebabkan karena kebanyakan screen time. Anggapan ini salah karena anak dengan gangguan ASD lebih disebabkan karena adanya gangguan pada sistem otak mereka.Â
Namun ketika anak yang mengalami gangguan ASD ini terlalu sering screen time dan tidak diimbangi pola asuh yang baik, maka akan dapat menambah parah tingkat ASD mereka.
Gejala ASD akan terus semakin parah seiring bertambahnya usia. Anggapan ini salah karena ketika anak dengan gangguan ASD mendapatkan tritmen yang tepat maka gangguan pada anak akan mudah dikontrol dan diminimalisir.
Anak dengan gangguan ASD tidak dapat sukses ketika belajar di sekolah. Anggapan ini salah karena biasanya anak dengan gangguan ASD Â memiliki kemampuan visual yang baik dan cara berfikir yang kongkrit dan praktis.Â
Untuk itu, orang tua perlu mencari sekolah yang memiliki program yang sesuai dengan kemampuan dan potensi anak. Dan biasanya sekolah akan membuat individuaized education program (IEP) yaitu program kusus untuk anak berkebutuhan khusus.
Anak dengan gangguan ASD tidak bisa mengekspresikan dan merasakan emosi. Anggapan ini salah karena anak dengan gangguan ASD bisa merasakan emosi dan mengenal emosi ketika mereka dibimbing dan mendapatkan treatmen yang tepat tentang cara mengungkapkan dan mengidentiikasi emosi sesuai dengan aturan yang ada.
Anak dengan gangguan ASD tidak bisa mandiri. Ini anggapan yang salah karena anak dengan gangguan ASD dapat dilatih mendiri contohnya cara memakai baju, toilet trening, makan sendiri, dll. Tentunya dengan kesabaran dan latihan secara konsisten.
Beberapa terapi yang biasanya disarankan oleh psikolog anak terhadap anak yang mengalami gangguan ASD seperti :
Terapi okupasi sensori integrasi. Biasanya anak yang mengalami ASD mengalami kendala pada sensori integrasi mereka. Contohnya risih saat dipeluk, tidak suka ketika tangannya memegang benda yang basah atau tidak suka dengan suara keras.Â
Untuk itu terapi ini membantu untuk menghadapi kendala dalam proses sensori dan motorik pada anak dengan gangguan ASD.Â
Aktivitas yang dilakukan pada terapi ini biasanya anak diajak bermaian ayunan, melompat di trampolin, bermain pasir, merangkak pada tunnel, melempar bola dalam keranjang dan lain-lain yang disesuaikan dengan sensori mana yang perlu ditingkatkan pada anak tersebut.Â
Ketika anak merasa nyaman dengan sesnsorinya maka mereka akan bisa belajar atau menerima informasi dengan lebih baik, serta akan membantu kemampuan regulasi diri anak.
Terapi wicara. Membantu menghadapi kesulitan dalam produksi suara, ritme bicara, volume bicara, dan gangguan wicara lainnya.Â
Pada terapi wicara biasnya anak juga akan diajarkan kemampuan berbicara ekspresif yaitu mengutarakan keinginannya dan diajarkan pula kemampuan bicara reseptif yaitu cara menjawab pertanyaan dan mengunakan kalimat sesuai dengan konteksnya.Â
Pada anak yang belum mampu berkomunikasi verbal, maka dengan terapi ini anak akan dilatih untuk menggunakan gestur, PECS (Picture excahamge comunication system), yaitu kartu gambar yang digunakan untuk berkomunikasi, dan lain-lain.
Terapi perilaku. Terapi ini diperlukan untuk mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan perilaku yang diinginkan pada anak.Â
Pada terapi ini anak juga akan diajari konsep baru dan skill yang dibutuhkan dalam aktivitas keseharian.Â
Terapi ini juga dapat digunakan untuk membantu menemukan coping skill atau strategi pada perilaku yang bermasalah, serta melatih anak berperilaku tertib dan teratur sesuai dengan konteks atau aturan.
Terapi edukasi. Terapi ini digunakan pada anak-anak dengan ASD yang telah bersekolah. Biasanya membantu dalam menangani kasus-kasus gangguan belajar seperti diseleksia, disgrafia, dan lain-lain.
Terapi ini juga mengajarkan anak memahami konsep dasar dalam materi pelajaran serta membantu meningkatkan kemampuan menulis, membaca, dan menghitung pada anak ASD.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H