Mohon tunggu...
Ari Sukmayadi
Ari Sukmayadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pelajar Forever

Aku baca. Aku pikir. Aku tulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dulu Radikalisme dan Politik Identitas Berjasa bagi Kemerdekaan, Sekarang Jadi Musuh Negara?

7 November 2022   12:58 Diperbarui: 7 November 2022   18:31 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : wahidfoundation.org

"Menjelang proklamasi, jika saja para pemuda yang menculik Soekarno-Hatta itu tidak bertindak radikal, Soekarno mungkin akan lupa dengan pikiran radikalnya sendiri..."

Kalau sekilas mengingat rententan sejarah bangsa ini. 

20 Mei 1908, Hari Kebangkitan Nasional

Pendirian Budi Utomo apakah tidak dianggap radikal ? Karena merubah pola perjuangan, dari perjuangan bersenjata dan kedaerahan, menjadi perjuangan melalui organisasi modern dan lintas daerah.

28 Oktober  1928, Hari Sumpah Pemuda

Putusan Kongres Pemuda yang menyatakan bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu. Apakah ini bukan sebuah bentuk politik identitas ?  Menyatukan berbagai pemuda dari berbagai daerah, dengan suatu identitas yang menyatukan.

17 Agustus 1945, Proklamasi Kemerdekaan

Sebelum hari proklamasi, dalam berbagai kesempatan, Soekarno secara radikal memilih kemedekaan walaupun bangsa ini tidak punya apa-apa.  Ketimbang pemikiran yang lebih memilih mempersiapkan dulu segala sesuatunya, baru merdeka. Menurut Si Bung, merdeka itu ibarat menikah. Untuk menikah, tidak perlu harus punya segala sesuatunya terlebih dahulu. Nanti setelelah menikah, segala sesuatu itu bisa sambil diperjuangkan kemudia. Menikah atau merdeka itu ibarat suatu gerbang emas.

Menjelang proklamasi, jika saja para pemuda yang menculik Soekarno-Hatta itu tidak bertindak radikal, Soekarno mungkin akan lupa dengan pikiran radikalnya sendiri, untuk merdeka saja terlebih dahulu, hal-hal yang lain akan diselenggarakan kemudian dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Sehari setelah diculik, Soekarno-Hatta pun memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

22 Oktober 1945, Resolusi Jihad (Sekarang Diperingati sebagai Hari Santri)

KH. Hasyim Asyari, pendiri dan pimpinan Nahdlatuh Ulama, mengeluarkan Resolusi Jihad, bahwa mempertahankan kemerdekaan tanah air dari penjajah adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim (fardhu ain). Suatu perpaduan antara politik identitas dan radikalisme. Dampaknya adalah pada perjuangan heroik yang berpuncak pada 10 November 1945 yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan. 

Dalam perjuangan yang banyak makan korban itu, ada satu semboyan yang terkenal, Merdeka atau Mati. Selain menggunakan politik identitas dan radikal, para pejuang itu sangat intoleran terhadap penjajahan. Mereka memilih mati daripada dijajah.

Radikalisme dan Politik Identitas Saat Ini

Bertolak belakang dengan zaman perjuangan kemerdekaan, radikalisme dan politik identitas saat ini justru dianggap sebagai "musuh negara". Kenapa bisa demikian, sesuatu yang bejasa bagi kemerdekaan berubah menjadi musuh negara ? 

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun