Mohon tunggu...
Ari Sukmayadi
Ari Sukmayadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pelajar Forever

Aku baca. Aku pikir. Aku tulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cukai Rokok Naik Lagi: Orang Miskin Gak Boleh Merokok, Orang Kaya Mah Bebas

5 November 2022   15:38 Diperbarui: 5 November 2022   16:20 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga saat ini masih terjadi perdebatan tentang rokok.

Yang pro rokok, punya 1001 alasan untuk merokok.

Yang anti rokok, punya 1001 alasan pula untuk tidak merokok.

Yang melarang rokok karena alasan kesehatan, faktanya ada juga dokter yang merokok.

Yang melarang rokok dengan sentuhan agama, faktanya ada juga ustadz yang merokok.

Ada yang merokok, nafasnya kuat ketika olah raga dan naik gunung.

Ada yang tidak merokok, nafasnya pendek.

Ada yang merokok, hidupnya sehat dan umurnya panjang.

Ada yang tidak merokok, hidupnya sakit-sakitan dan umurnya pendek.

Ada yang bilang, kampanye anti rokok ini sebetulnya pertarungan global perusahaan rokok dengan perusahaan farmasi. Entahlah.

Menteri Keuangan baru saja mengumumkan kenaikan cukai rokok.

Entahlah, apakah betul alasannya untuk mengurangi pemakai rokok atau untuk meningkatkan pendapatan negara.

Kalau rokok itu buruk, kenapa cukainya dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan negara ?

Sesuatu yang buruk, maka segala hal yang bersumber darinya, seharusnya dianggap buruk juga.

Analoginya, jika narkoba itu buruk, ya dilarang saja. Bukan dinaikkan cukainya.

Ironisnya, konon dana yang diperoleh dari cukai rokok digunakan untuk membantu pembayaran BPJS.

Jadi sebetulnya, rokok itu merusak kesehatan, atau membantu untuk kesehatan ?

Peningkatan cukai rokok ini mirip dengan peningkatan harga tiket naik ke Candi Borobudur.

Untuk mengurangi pengguna rokok, dinaikkanlah cukai rokok, agar harga rokok naik, sehingga orang yang bisa merokok semakin terbatas.

Cara seperti ini adalah "penghinaan" terhadap orang yang memiliki pendapatan ekonomi terbatas.

Orang miskin seolah gak boleh naik Candi Borobudur.

Orang miskin seolah gak boleh merokok.

Sedangkan, orang kaya itu bebas mau ngapain aja. Sultan mah bebas.

Yang menarik, siapa yang mengumumkan cukai rokok naik ?

Cukai memang menjadi tupoksi Menteri Keuangan. Tapi, apakah ada menteri lain di sana ? Menteri Kesehatan ada juga di sana ? Ada Menteri Pendidikan ? Menteri Agama ? Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ?

Sekali lagi, kalau rokok memang dianggap buruk, strategi apa yang dilakukan oleh pemerintah selain menaikkan cukai rokok ?

Ini yang tidak terlalu tampak dari kebijakan pemerintah.

Memberikan peringatan yang menakutkan, diiringi dengan menampilkan gambar yang seram-seram di bungkus rokok, memang telah dilakukan. Namun, seberapa efektif kah strategi ini ?

Tampaknya  peringatan dan gambar-gambar itu tidak banyak berpengaruh bagi para perokok, apalagi perokok yang masuk ketegori perokok berat.

Image merokok adalah jantan yang diiklankan oleh para perusahaan rokok selama bertahun-tahun, tampaknya telah mendarah daging. 

Bisa jadi peringatan dan gambar-gambar seram itu tidak menakutkan sama sekali bagi para perokok. Malah, kejantanannya semakin terusik. Hingga sering menjadi celotehan "Kalau gak merokok itu banci". Padahal, banyak banci yang merokok.

Nah, kalau pemerintah serius ingin mengurangi jumlah perokok, kenapa gak adu kuat aja dengan perusahaan rokok.  Perusahaan rokok membuat image kalau perokok itu jantan, maka pemerintah beriklanlah, buat image kalau perokok itu banci, ketimbang menaikan cukai rokok yang absurd.  Coba deh...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun