Beberapa tahun belakangan ini gencar sekali isu "memerangi" politik identitas. Momentum yang sering dijadikan contoh  adanya politik identitas yaitu Pemilu 2019 dan Pilkada DKI 2017.
Pada saat Pemilu 2019, entah yang mana yang dimaksudkan menggunakan politik identitas ?
Apakah saat pendukung Prabowo-Sandi melakukan sholat subuh berjamaah di GBK ?
Ataukah ketika Jokowi menggandeng Ma'ruf Amin yang Ketua MUI sebagai pasangan Cawapresnya ?
Demikian pula pada saat Pilkada 2017, yang mana yang dimaksudkan menggunakan politik identitas ?
Apakah saat pendukung Anies-Sandi mengancam tidak akan mensholatkan jenazah yang mendukung pasangan Ahok-Djarot ?
Ataukah saat Ahok mengutip  Ayat Quran, kitab suci agama yang bukan dipeluknya, dengan pilihan kalimat yang dianggap tidak "pas" oleh sebagian pemeluk Al Quran ?
Baru-baru ini, Mr. AA Â alias Mr. Ade Armando (bukan Mr. Ampun Ampun), mengeluarkan pernyataan yang kembali kontroversial. Menurutnya, Pemilu 2024 akan ditentukan oleh para pemeluk Kristen. Apabila orang Kristen terpecah, maka Anies akan menang. Sebalikinya, jika orang Kristen bersatu, maka Anies akan kalah.
Setiap orang punya pendapat sendiri-sendiri tentang pernyataan Mr. AA. Tidak sedikit yang menilai justru Mr. AA-lah yang menggunakan politik identitas. Memerangi politik identitas dengan memberi contoh politik identitas itu sendiri. Mr. AA tentunya punya jawaban lanjutan yang tidak kalah kontorversial.
Politik identitas ini mulai ramai diperbincangan sejak kemunculan Ahok, yang kebetulan memiliki identitas" minoritas ganda di Indonesia, yaitu Keturunan China dan beragama Kristen.