Mohon tunggu...
Ari Sukmayadi
Ari Sukmayadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pelajar Forever

Aku baca. Aku pikir. Aku tulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Laut Mati dan Laut Iblis

2 November 2022   19:32 Diperbarui: 2 November 2022   19:34 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut Mati dan Laut Iblis.

Namanya serem-serem.

Bukan hendak mengikuti film-film horor di bioskop Indonesia yang lagi ngetrend layaknya film Pemuja Setan, Raja Iblis, dll.

LAUT MATI

Laut Mati adalah salah satu obyek wisata yang paling terkenal di dunia. Terletak di perbatasan Yordania – Palestina/Israel. Tidak semenakutkan namanya, Laut Mati adalah tempat yang indah. Ramai dikunjungi wisatawan, tapi masih bisa merasakan suasana sunyi bernuansa religi.

Sungai Yordan yang terkenal sebagai tempat pembaptisan Yohanes/Yahya, bermuara di Laut Mati. Laut Mati juga berdekatan dengan Gunung Nebo, yang bagia sebagian mempercayainya sebagai tempat wafatnya Moses/Musa dan Harun/Aaron. Sebagian lagi mempercayainya sebagai tempat Moses/Musa melilhat Tanah yang Dijanjikan dari kejauhan.

Namun Laut Mati memang menyimpan suatu kisah yg paling mematikan. Konon di wilayah Laut Mati inilah Lot/Luth diutus kepada Kaum Soddom.

Laut Mati memiliki sesuatu yg "tidak normal", tidak seperti layaknya tempat lain. Laut Mati memiliki kadar garam tinggi, 6x lebih tinggi dibandingkan kadar garam laut lainnya, yang mempengaruhi masa jenisnya sehingga kita bisa mengambang di atas airnya.

Kaum Soddom juga memiliki sesuatu yg "tidak normal", tidak seperti layaknya kaum lain. Kaum Soddom memiliki kadar suka yg tinggi kepada sesama jenis.

Laut Mati merupakan daratan terendah di muka bumi, 422m di bawah, sekali lagi “di bawah” permukaan air laut.

Daerah ini merupakan tempat dimana dahulu kala Pasukan Romawi pernah bertemput melawan Pasukan Persia yang diabadikan dalam Al Quran Surat Ar-Rum ayat 2-3. Sebelum kecanggihan teknologi “menetapkan” Laut Mati sebagai titik terendah di permukaan bumi, terjemahan ayat tersebut seringkali menyebutnya sebagai negeri “terdekat”, walaupun secara harfiah memang lebih tepat disebut sebagai negeri “terendah”.

Apakah ini pertanda bahwa perbuatan Kaum Soddom adalah perbuatan “paling rendah” yang pernah ada di muka bumi ?

Jika mengamati azab yang diturunkan kepada Kaum Soddom, merupakan salah satu azab yang terdahsyat yang pernah ada. Diterpa oleh angin yang bergemuruh, dijungkirbalikan oleh tanah, dihunjam oleh batu tanah yang terbakar, dan akhirnya ditenggelamkan ke dalam Laut Mati.

Hampir seluruh unsur alam (angin, api, tanah, air),  seolah-olah berlomba mengambil peran saat terjadinya azab untuk menghancurkan Kaum Soddom.

Bandingkan dengan Kaum Nabi Nuh, Firaun dan Kaum Saba, dihancurkan oleh unsur air. Kaum Aad (Kaum Nabi Hud) dihancurkan oleh angina topa (unsur udara). Kaum Tsamud (Kaum Nabi Shaleh) dihancurkan oleh gempa (unsur tanah) dan petir (unsur api), Kaum Madyan (Kaum Nabi Syuaib) dihancurkan oleh udara panas (unsur udara dan api), dan petir (unsur api) dan suara guntur (unsur udara).   

Begitu dahsyat azab kepada Kaum Soddom. Sangat menakutkan ? Tentu saja menakutkan, bagi yang mengimaninya. Bagi yang tidak mengimaninya, sisa neraka yang lebih berat dan lebih lama  pun tidak akan menakutkan.

LAUT IBLIS

Mengutip dari kompas.com, Laut Iblis atau The Devil’s Sea, juga dikenal dengan sebutan Dragon’sTriangle. Dalam Bahasa Jepang disebut ma-no-mi. Lokasinya berada di Samudra Pasifik, tepatya di sekitar Pulau Miyake, Jepang, atau sekitara 100 Km dari Tokyo kevarah selatan.

Mirip seperti Misteri Segitiga Bermuda, di wilayah Laut Iblis, banyak misteri hilangnya kapal-kapal. Konon pasukan Kubilai Khan dari Kekaisaran Mongol gagal menaklukan Jepang hingga 2x (tahun 1274 dan 1281) karena kehilangan kapal dan 40.000 pasukannya di wilayah Laut Iblis.

Belum diketahui apa hubungan antara Laut Iblis dengan Laut Mati.

Yang dibahas dalam tulisan ini adalah hubungan antara Kaum Jepang (pemilik wilayah Laut Iblis) dengan Kaum Soddom (pemilik wilayah Laut Mati).

Mengutip dari koran-jakarta.com, Otoritas Tokyo mulai mengeluarkan sertifikat kemitraan bagi pasangan sesama jenis yang tinggal dan bekerja di ibukota Jepang pada Selasa (01/11), penantian panjang di sebuah negara tanpa persamaan pernikahan. Sertifikat tersebut mengizinkan pasangan LGBTQ diperlakukan sebagai pasangan menikah untuk beberapa layanan publik di area perumahan, pengobatan, dan kesejahteraan.

Legalisasi pernikahan sesama jenis belum menjadi keputusan Jepang sebagai sebuah negara. Namun, lebih dari 200 otoritas lokal yang lebih kecil di Jepang telah mengakui pasangan sesama jenis sejak Distrik Shibuya di Tokyo memelopori sistem ini pada 2015. Seakan-akan tinggal menunggu waktu saja untuk dilegalkan di seluruh negeri.

Mengutip dari era.id, berdasarkan data The Human Right Campaign (HRC) saat ini telah terdapat 32 negara yang melegalkan LGBT dan pernikahan sejenis. 22 negara melegalkannya dengan menerbitkan Undang-undang, sedangkan 10 negara melegalkannya berdasarkan putusan Pengadilan. Jepang tampaknya menjadi kandidat negara ke-33.

Tidakkah orang-orang atau negara itu takut diazab seperti Kaum Soddom ?

Disinilah letak pertentangannya.

Pihak yang melarang LGBT dan pernikahan sejenis umumnya melandaskannya pada agama, ya seperti kisah Kaum Soddom ini.

Sedangkan pihak yang melegalkan LGBT dan pernikahan sejenis umumnya melandaskannya pada Hak Azasi Manusia.

Mayoritas pemuka agama, baik Islam, Kristen, Hindu, Budha, dll, melarang LGBT dan pernikahan sejenis. Namun ada pula “pemuka agama yang liberal” yang mendukung LGBT, tentunya dengan penafsiran tersendiri atas kitab suci.

Gereja di Belgia “memberontak” kepada Vatikan dengan melegalkan pernikahan sejenis. Sedangkan Otoritas Vatikan tentu saja menolak untuk melegalkan, dengan dalih Tuhan tidak akan memberkati perbuatan dosa. Negara Belgia sendiri termasuk salah satu negara perintis yang melegakan pernikahan sejenis.

Apapun dalih yang digunakan kedua belah pihak, pergerakan LGBT dan pernikahan sejenis tampaknya semakin membesar dan meluas. Pada awalnya hanya mengenal istilah Gay. Kemudian menjadi LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). Kemudian berkembang lagi menjadi LGBTQ (tambahan Queer). Kemudian berkembang lagi menjadi LGBTQ+ (tanda + menunjukan masih ada istilah “kelainan” yang lain).

Bagaimana dengan Indonesia ?

Hingga saat ini belum ada UU khusus yang mengatur tentang LGBT. Sebagian ahli mengatakan secara tidak langsung sudah diatur dalam KUHP dan UU Perkawinan. Menkopolkam, Machfud MD, pernah mengatakan LGBT akan diatur lebih detail dalam rancangan KUHP yang baru. Namun karena banyak penolakan, jadi pembahasannya tertunda.

Lain lagi dengan Ade Armando. Menurut penelitannya, 57% penduduk Indonesia katanya menerima LGBT. Namun hal ini dinilai mengejutkan bagi Machfud MD. Menurut Machfud MD, seharusnya lebih dari 57%, bahkan bisa jadi 100% penduduk Indonesia menerima LGBT. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kita tidak mempermasalahkan LGBT sebagai orang, yang dipermasalahkan itu perilakunya, bukan orangnya.

Indonesia seperti terjebak di Laut Iblis. Jika menentang (perilaku) LGBT dan pernikahan sejenis, belum pernah terdengar ada Komisi Pemberantasan LGBT sebagaimana adanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atau Badan Nasional LGBT sebagaimana adanya Badan Narkotika Nasional (BNN). Tidak juga dibentuk Badan Nasional Penanggulanan LGBT sebagaimana adanya Badan Nasional Penanggulanan Terorisme (BNPT). Padahal masalahnya sama berbahayanya. Tentu saja bagi yang tidak setuju dengan LGBT.

Sebalikanya, jika Indonesia akan melegalkan LGBT dan pernikahan sejenis, tidak pernah juga terdengar ada Komisi LGBT sebagaimana adanya Komisi Perempuan dan Komisi Anak. Tidak ada pula Menteri Pemberdayaan dan Perlindungan LGBT sebagaimana adanya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Sebagai negara yang ber-Ketuhanan YME, sudah selayaknya Indonesia berlandaskan agama dalam mengambil sikap terhadap LGBT dan pernikahan sejenis.

Patut disyukuri, bahwa para partai politik di Indonesia tidak pernah bersatu.

Seandainya semua bersatu, maka bendera partai pun akan bersatu warna warni seperti bendera warna-warni LGBT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun