Mohon tunggu...
Ariyanto Umarama
Ariyanto Umarama Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STAI Babussalam Sula Maluku Utara

Ariyanto Umarama, S.E, M. I. P

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fenomena Dinasti Politik di Indonesia

2 September 2020   07:58 Diperbarui: 2 September 2020   07:59 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Akhir-akhirn ini fenomena dinasti politik lagi ramai menjadi perbicangan di kalangan pejuang demokrasi. Untuk itu, agar mendapatkan sebuah penjelasan yang memadai mengenai fenomena dinasti politik di Indonesia ada baiknya ditelusuri sejarahnya dan sebab-sebab munculnya dinasti politik. 

Hal ini dikarenakan dinasti politik dianggap bertantangan dengan semangat reformasi bahkan menarik mundur proses demokrasiDinasti politik adalah suatu proses politik yang melibatkan keluarga, sahabat dan golongan baik pada pemilihan legislatif  maupun pemilihan kepala daerah. Sehingga menutup ruang bagi warga Negara yang lain dan akhirnya tidak adanya sirkulasi elit. 

Kekuasaan hanya berada dan menoton pada orang dan golongan tertentuLalu yang dikhawatirkan adalah ketika tidak adanya sirkulasi elit tentu akan kekuasan lebih cenderung berisafat oligarchy. Oligarchy sangat erat kaitannya dengan otoriter, disamping itu kekuasaanpun dekat dengan kekayaan. Pada hal sesungguhnya roh demokrasi adalah adanya pergantian kekuasaan melalui pemilihan

Dinasti politik tidak bisa dilihat sebagai sebuah proses yang semata-mata hanya tertuju pada keinginan para penguasa. Tanpa menggunakan berbagai macam pendekatan politik tentu penjelasan dinasti politik sangat rentan dengan kekiliruan serta kecurigaan. Sehingga tidak bisa membongkar akar musabab lahirnya dinasti politik sebab bagaimanapun kehadiran dinasti politik adalah bagian proses demokrasi.

Artinya bahwa adanya dinasti politik dikarenakan demokrasi yang memberi ruang bagi petahana untuk mengikutsertakan keluarga, sahabat dan golongannya. Sehingga dalam tulisan ini lebih difokuskan kepada sistem politik yang membuka ruang bagi dinasti politik

Sistem Pemilu
Perlu meninjau kembali sistem  pemilu yang diterapkan di Bangsa ini. Apakah sudah sesuai dengan kepentingan politik nasional ataukah merupakan sebagai ajang perebutan kekuasaan bagi orang-orang bermodal. (Karim 1991:1) mengatakan bahwa pemilihan umum merupakan salah satu sarana utama untuk menegakan tatanan politik yang demokratis. Fungsinya adalah sebagai alat menyehatkan dan menyempurkan demokrasi, bukan sebagai tujuan demokrasi

Jadi, pemilu itu sebagai sarana untuk menyehatkan demokrasi. Persoalannya adalah model demokrasi apa yang cocok dan baik untuk mewakili semua kepentingan. Sebab selama ini konsep demokrasi tidak pernah gubris atau dipertanyakan khalayak. Seolah-olah demokrasi yang kini menjadi jalan tengah untuk mejawab tuntutan perubahan sudah final

Publik sepertinya sudah begitu puas ketika demokrasi digaungkan. Sehingga dalam perkembangannya ketika terjadi persaingan perubatan kekuasan dengan berbagai cara barulah memunculkan kesedaran baru. bahwa sistem yang selama didam-idamkan ternyata tidak bisa mengakomodir semua kepentingan elemen. 

Lalu menimbulkan ketidakpuasan dari berbagai baik yang menang maupun yang kalah

Betapa tidak, sebab yang menang membutuhkan cost yang banyak. Sedangkan yang kalah bisa jadi karena dicurangi. Pendek kata terjadi persaingan yang tidak sehat di dalam memperbutkan legitimasi politik. Politik di Indonesia sudah sangat liberal. Tidak ada batasan, setiap warga Negara dengan bebas melakukan kehendak politiknya tanpa menghiraukan kepentingan publik. Akhirnya urusan mengenai massa depan orang banyak pun dijadikan sebagai kepentingan pribadi

Kebebasan politik sebetulnya tidak boleh diterjemahkan menurut kaca mata kuda. Sehingga dalam perjalananya tidak bertabrakan dengan kepentingan publik. Bagaimana tidak dalam pandangan politik liberal, Negara hadir untuk melindungi hak-hak individu dalam Negara. Menurut (Robet dan Tobi, 2014: 53) kebebasan dalam liberlisme umumnya dipahami sebagai kondisi non-interfrence atau otonomi penuh dalam meraih dan mengelola kepentingan pribadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun