Kritisi dan Solusi Konsep Tridharma Pergguruan Tinggi Pada Era Kontemporer
Oleh: Ari Kuswandi ArbiÂ
(Mahasiswa Manajemen Dakwah UIN Mataram Sekaligus Kader HMI Cabang Mataram)
Saat ini kita hidup dalam realitas masyarakat yang serba pragmatis dan matrealistis. Hal ini bisa kita jumpai pada kebiasaan masyakarakat yang lebih suka sesuatu yang cepat jadi dan cepat saji. misalnya membeli makanan gak harus ke luar rumah, bisa menggunakan grab atau gojek tanpa menunggu lama. Kemudian keinginan untuk membantu orang secara sukarela juga mulai menurun, karena orang mulai berpikir keuntungnya apa buat diri sendiri. Tentu sikap masyarakat itu secara tidak sadar menggerus dirinya ke arah Individualistik, yaitu sikaf yang lebih mementingkan diri pribadi tanpa melihat orang lain.
Perguruan tinggi sebagai salah satu sistem yang dimiliki oleh bangsa Indonesia terlebih sebagi pencetus kaum-kaum terpelajar dan terdidik belum mampu menyelesaikan persoalan yang ada. Penulis juga melihat perguruan tinggi belum mampu me-relevansikan keberadaanya di tengah-tengah masyarakat. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 pasal 1 tentang kewajiban perguruan tinggi yang selanjutnya disebut Thridharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan, penelitian dan pengabdian belum mampu menyelesaikan persoalan konkrit masyarakat maupun individu mahasiswa sendiri, konsep tersebut bahkan belum mampu menyentuh akar masalah yang dihadapi masyarakat saat ini.
Misalnya kita mencoba untuk meng analisa konsekuensi dari setiap elemen Tridharma Perguruan Tinggi tersebut. Yang pertama adalah pendidikan, konsekuensi sederhana dari pendidikan adalah mencerdaskan para mahasiswa/i, kemudian kedua adalah penelitian, konsekuensi sederhana penelitian adalah memperkaya informasi serta wawasan dan yang ketiga adalah pengabdian. konsekuensi dari pengabdian itu sendiri adalah pengorbanan untuk masyarakat.
Universitas dengan konsepsi Tridharma perguruan Tinggi tersebut belum mampu menyelesaikan problem-problem konkrit masyarakat, misalnya sperti pengangguran, kemiskinan bahkan tindakan kriminalitas di tengah-tengah masyarat. Justru perguruan tinggi yang menjadi harapan untuk menyelesaikan persoalan tersebut malah menjelma menjadi salah satu elemen penyumbang pengangguran di tengah-tengah masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dalam rilis yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020 data pengangguran Diploma I hingga III yaitu 8,08 persen, kemudian Sarjana 7,35 persen. (RMOL.ID:2020) Tentu phenomena ini merupakan sesuatu yang menghawatirkan bagi keberlangsungan bangsa Indoesia, terlebih Perguruan Tinggi merupakan salah satu sistem yang dipercayai oleh bangsa Indonesia untuk memperbaiki kondisi social dan ekonomi masyarakat.
Dalam pandangan penulis ada sesuatu yang masih kurang dalam  konsep Thridharma pergguruan tinggi, tentu penulis menuangkan ide ini berangkat dari pengalaman selama menjadi mahasiswa di salah satu kampus Indonesia sampai dengan saat ini. Kekliruan perguruan tinggi menurut penulis diataranya pembentukan mahasiswa/i dari universitas sendiri masih pada tataran kognitif kemudian terlalu berambisi untuk langsung memberikan sumbangsih ke luar. Misalnya Tridharma pendidikan dan penelitian masih di ranah yang sifatnya kognitif kemudian tridharma yang ketiga meruapakan keinginan untuk menjadikan mahasiswa/i berkontribusi ke luar, di tengah-tengah masyarakat.
Konsep tersebut tentu tidak sepenuhnya salah, tetepi masih kekurangan daya untuk membentuk sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh mahasiswa/i dalam mengarungi hidup bersossial di tengah-tengah masyarakat.
Menurut penulis, sebagai upaya untuk membentuk tunas-tunas baru pejuang bangsa  pada ranah pendidikan lebih khusus pada perguruan tinggi, yaitu perlu dilakukannya perumusan konsepsi ulang terhadap Tridharma Perguruan Tinggi. Dalam hal ini penulis mengusulkan point "Kemandirian" harus dimaksukan ke dalam konsep Dharma perguruan tinggi. Point Kemandirian dalam hal ini merupakan suatu langkah pembentukan mahasiswa yang mandiri, yang siap menciptakan lapangan pekerjaan bukan menjadi pekerja, mahasiswa/i yang mengarahkan bukan di arahkan, mahasiswa/i yang menjadi inisator bukan pengikut.
Konsep kemandiririan ini tentu harus dirumuskan oleh universitas dalam bentuk kurikulum, seminar, pelatihan maupun juga upaya-upaya yang lain. Inti sederhananya konsep kemandirian ini akan bermuara pada lahirnya pribadi-pribadi mahasiswa/i yang berprinsip dan memiliki kepercayaan diri dalam melahirkan sesuatu yang baru atau bisa kita sebut (Insan Pencipta).
Tentu jika konsep "Kemandirian" ini konsen di upayakan oleh perguruan tinggi, Universitas akan menjadi salah satu harapan pembangunan bangsa. Bisa kita sama-sama bayangkan misalnya setiap lulusan perguruan tinggi memiliki daya dan kepercayaan diri yang tinggi untuk menciptakan sesuatu yang baru. Maka lapangan pekerjaan akan terbuka lebar, kemudian pengangguran berkurang, ekonomi bangsa menjadi lancar dan aspek-aspek lain juga akan ikut berkembang dan maju.
Harapan itu tentu harus ada, proses menuju kemajuan itu tentu harus kita bangun bersama. Burung yang berangkat dengan tangan kosong pun pulang membawa makanan untuk anak-anaknya. Tentu kita sebagai manusia dengan segala aspek perlengkapan yang kita miliki juga bisa mencapai kesejahteraan dan kemajuan itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H