Mohon tunggu...
Ari Kristiana
Ari Kristiana Mohon Tunggu... -

tinggal di Inggris, dan sedang belajar merapikan kenangan dengan menulis...

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Tram yang (Pernah) Tersisihkan, antara Edinburgh dan Jakarta

7 Mei 2014   21:23 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:45 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1399447125230624903

Tram atau sering juga disebut light-rail, merupakan alat transportasi yang digunakan di sebagian besar negara di Eropa, diantaranya Belanda dan Inggris. Jika kita berjalan-jalan di 3 kota terbesar di Belanda, yaitu Amsterdam, Rotterdam, dan Den Haag, maka tram menjadi moda transportasi umum yang sangat diandalkan. Sedangkan di Inggris, tram juga menjadi alat tranportasi utama di kota Manchester misalnya. Tram adalah kendaraan berbasis rel yang melintasi jalanan umum atau terkadang ada juga yang jalurnya terpisah. Bentuknya mirip dengan kereta api namun dengan ukuran yang lebih pendek. Tram ini dijalankan oleh tenaga listrik.

Pengalaman pertama saya menikmati tram adalah ketika saya mengikuti suatu short course di Rotterdam, Belanda pada tahun 2010. Tram menjadi alat transportasi utama saya dan teman-teman untuk pergi ke kampus, belanja berbagai keperluan di city centre, ataupun sekedar mengelilingi kota Rotterdam. Walaupun merupakan kota terbesar kedua di Belanda, tetapi saya tidak melihat kemacetan di jalan raya. Tidak banyak masyarakat yang menggunakan mobil pribadi. Tampaknya sebagian besar warga kota Rotterdam menggunakan tram atau kereta jika ingin bepergian. Tidak heran jika udara di kota ini juga cukup bersih.

Sebagai kota yang pernah diduduki oleh Belanda, Jakarta sebenarnya pernah mempunyai tram pada jaman dulu. Diawali pada tahun 1869 dengan adanya tram kuda, lalu berganti dengan tram uap, dan terakhir pada tahun 1920 berganti menjadi tram listrik. Keren ya..? Namun sayangnya pada tahun 1960 tram ini dihapus, entah apa penyebabnya, dan kemudian digantikan dengan bus-bus PPD.

Ketika sampai saat ini kemacetan dan polusi di Jakarta semakin menjadi masalah yang tak kunjung bisa diselesaikan, menurut saya, membangun kembali jalur tram tampaknya dapat menjadi alternatif solusi. Dibandingkan dengan alat transportasi massal lainnya, tram mempunyai lebih banyak keunggulan, diantaranya yaitu jumlah penumpang yang dapat diangkut lebih banyak jika dibandingkan dengan bus gandeng (double-decker) misalnya. Pembangunan jalurnya pun tidak semahal membangun jalur kereta api dan juga tidak memerlukan lahan selebar jalur kereta api. Selain itu tram dapat mengurangi polusi udara karena menggunakan tenaga listrik sebagai sumber energinya.

Tentu bukan hal yang mudah membangun suatu sistem transportasi massal. Dan memang rasanya Jakarta (sangat) terlambat dalam membangunnya sehingga tingkat kesulitan dan biayanya menjadi lebih besar. Tetapi jika hal tersebut tidak segera dimulai, maka permasalahan kemacetan akan terus membebani masyarakat dan kerugian yang ditanggung oleh negara tentu akan semakin besar.

Jakarta dapat belajar dari pemerintah kota Edinburgh dalam membangun jalur tram ini. Edinburgh, ibukota Scotlandia, mempunyai sejarah transportasi yang mirip dengan Jakarta, yaitu sejak tahun 1871 kota ini juga sudah menggunakan tram sebagai moda transportasi umumnya. Namun pada tahun 1956 tram ini tidak digunakan lagi sehingga sistem transportasi massal Edinburgh hanya terdiri dari bus dan kereta komuter yang terbatas jalurnya

Keinginan membangun kembali tram di Edinburgh muncul pada sekitar tahun 2000. Pemerintah Kota Edinburgh ingin mengikuti sistem tram yang telah ada di Manchester, Birmingham, dan Nottingham. Setelah berbagai persiapan yang cukup lama, akhirnya pada tahun 2007 pembangunan tram yang menghubungkan pusat kota Edinburgh dan Edinburgh Airport tersebut dimulai. Anggaran awal yang digunakan untuk membangun tram tersebut adalah sebesar £498 juta (sekitar 9 triliun rupiah saat itu) yang dibiayai sebagian besar oleh Pemerintah Scotlandia dan sebagian lainnya oleh Pemerintah Kota Edinburgh. Pihak yang diberi wewenang untuk mengawasi dan menandatangani kontrak pembangunan proyek tersebut dengan konsorsium adalah Transport Initiatives Edinburgh (TIE), sebuah badan usaha yang dimiliki penuh oleh Pemerintah Kota Edinburgh.

Pembangunan tram ini tidak berjalan lancar. Banyak permasalahan yang timbul, antara lain membengkaknya biaya yang harus dikeluarkan sehingga ada beberapa jalur yang harus dibatalkan pembangunannya, timbulnyaperselisihan dan ketidaksepakatan antara TIE dengan konsorsium, yang menyebabkan pembangunan beberapa jalur tertunda, dan adanya protes dari masyarakat dan pelaku usaha di Edinburgh yang terkena dampak pembangunan jalur tram tersebut. Permasalahan-permasalahan tersebut membuat pembangunan tram sepanjang 14 km menjadi molor lebih dari 3 tahun, sehingga baru dapat diselesaikan di tahun 2013. Total biayanya pun membengkak menjadi £776 juta (atau setara dengan 15 triliun rupiah). Secara resmi tram tersebut akan mulai dioperasikan di Edinburgh pada akhir Mei 2014.

[caption id="attachment_335121" align="aligncenter" width="300" caption="Tram Edinburgh (sumber : www.telegraph.co.uk)"][/caption]

Tram di Edinburgh mempunyai panjang sekitar 42,8 meter dan mempunyai kapasitas 332 penumpang, atau setara dengan kapasitas 2 bus double-decker Transjakarta. Gerbongnya pun dibuat low-floor access yang memudahkan orang-orang cacat untuk menaikinya. Di jam-jam sibuk, tram akan melintas setiap 7,5 menit, dan setiap 10 menit untuk jam-jam luang. Untuk beroperasi seperti itu, tram yang dibutuhkan hanya sebanyak 17 buah dengan total harga sekitar 450 milyar rupiah.

Dan saat ini sayapun hanya bisa berandai-andai, andai saja busway di Jakarta diganti saja dengan tram, nampaknya Jakarta akan sedikit lebih nyaman. Tapi mungkinkah? Tentu saja mungkin, asal ada kemauan kuat dari Pemerintah untuk mewujudkannya. Toh cikal bakal jalurnya sudah ada, yaitu jalur busway. Tinggal mengintegrasikannya dengan commuter line yang telah ada, maka Jakarta akan mempunyai sistem transportasi massal yang cukup layak. Masalah sumber daya listriknya pun seharusnya tidak menjadi masalah. Stop saja pembangunan mall-mall yang sudah sangat menjamur di Jakarta, dan alihkan listriknya untuk jalur tram. Tapi biaya pembangunannya kan sangat mahal? Betul, tetapi hasil yang dapat dipetik di masa mendatang pasti jauh lebih berharga. Kemacetan berkurang, udara yang lebih bersih, lingkungan yang lebih nyaman, sehingga masyarakat dapat hidup lebih sehat. Pengalaman di negara-negara maju membuktikan bahwa domino effect dari dibangunnya sistem transportasi umum yang memadai dan efisien itu sangat besar dan menguntungkan.

Semoga harapan agar Jakarta mempunyai sistem transportasi massal yang efisien segera terwujud. Let’s move on… (Ngomong memang lebih gampang ya daripada melaksanakannya :D )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun