Mohon tunggu...
Arham Kendari
Arham Kendari Mohon Tunggu... -

follow me @arhamkendari

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Pengakuan Blak-blakan Mantan Jokowi

14 Agustus 2014   03:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:36 3439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya baru pulang dari menghadiri undangan nikahan teman. Seminggu ini antria undangan sudah mulai menanti, dari nikah hingga akikah. Kayaknya bulan syawal memang afdol untuk menggelar hajatan. Tapi ini masih mending sih dibandingkan bulan lalu sebelum ramadhan. Di bulan itu ada satu hari di mana saya mesti menghadiri lima undangan sekaligus di tempat-tempat yang berbeda. Pejabat aja dijamin minder kalo ngelihat saya.

Di acara nikah semalam pengantinnya tampak semringah. Sesekali bercanda, towel-towelan, bahagia banget kayaknya. Ya iyalah, nikah gitu loh. Otomatis beres lagi satu jawaban dari dua pertanyaan menyebalkan dalam hidup, di antara pertanyaan "kapan nikah" dan "kapan wisuda".

Dan para jomblo yang baca tulisan ini pun mulai was-was arahnya ke mana nih tulisan. Kampret nih si Arham, pasti ujung-ujungnya kita dibully lagi nih. Hihihi.. tenang aja bray.. Don't be a person who gets annoyed easily, ya..
Harus diakui kalo jomblo itu memang bullyable, topik yang gak ada matinya, dan paling enak dicari punch line-nya.
Tapi insyaallah kali ini saya berusaha obyektif, dengan bertutur berdasarkan pengalaman.
Bukan apa-apa sih, tadi barusan liat gambar cover majalah Hidayah "Menghina Jomblo, Jenazah Susah Dikebumikan". Hiiiy, walaupun saya tau itu gambar editan tapi tetap merinding juga bacanya.

Ngomongin jomblo, saya jadi flashback masa-masa menderita saat masih menyandang status jomblo istiqomah dulu. Kebetulan waktu itu saya boleh di bilang JOKOWI (Jomblo Koordinator Wilayah) di daerah saya. Maksudnya tersisa saya doang di angkatan seusia yang masih jomblo. Teman-teman sekolah sudah nikah semua. Para mantan malah sudah pada punya anak.
Awkward moment itu kalo berpapasan mantan di jalan yang lagi gandengan ama suami dan anak-anaknya, perihnya itu sampe ke ulu hati. Untuk sekadar menyapa saja lidah jadi kelu, bibir kaku. Tenggorokan kering, dan susah buang air besar.

Yang paling terasa itu susah tidur. Gak enak banget..
Untuk bisa tidur nyenyak, gak jarang saya bela-belain ke mini market dulu. Gak beli apa-apa. Cuma pengen dapet ucapan "met malem" dari mbak-mbak kasirnya, trus pulang.
Yang penting ada yang ucapin. Ngenes lah pokoknya. Waktu itu saya perkirakan mbak-mbak kasirnya bergumam: kasian ni orang.. Sudah jomblo, insomnia lagi.

Di pagi hari, melihat orang pacaran beli sarapan dua bungkus, saya juga ikutan beli dua bungkus. Bukan untuk siapa-siapa. Tapi satu buat dimakan sendiri, satunya lagi buat dipanasi untuk makan siang.

Gitu juga kalo ngisi pulsa, paling-paling hanya untuk ngikut kuis-kuis gak jelas, dukungan premium untuk idol-idol di tivi, atau hanya untuk memperpanjang masa aktif kartu. Lagian mau SMSan ama siapa juga? Bahkan saking lamanya menjomblo, masuk ke inbox SMS togel dan promo telkomsel pun buru-buru saya balas: tau nomerku dari mana? Hadehh..

Saat menghadiri kondangan tanpa bawa partner, seolah terasing di keramaian. Ibarat nun mati di antara idgam bilagunnah, terlihat tapi dianggap gak ada.
Jadi jomblo memang hampir gak ada benernya. Jaga image dibilang sombong. Jaga jarak dibilang sok cool. Jaga komplek malah dibilang satpam.
Pledoi yang saya ajukan mentah di mata orang-orang. Kalo saya membela diri dengan mengatakan jomblo itu free, mereka jawab iya freehatin.
Kalo saya bilang biar jomblo yang penting kece, mereka jawab iya kecepian.
Kalo saya bilang lagi jomblo itu pilihan, mereka jawab yang pilihan itu single, bukan jomblo. Kalo jomblo itu bukan pilihan, tapi puluhan. Puluhan yang nolak. Aaaarghhh...
racun, mana racuuuun...
Tapi emang ada benernya juga sih. Teman-teman wanita saya sebenarnya banyak, tapi rata-rata Sebastian, Sebatas Teman Tanpa Kepastian.
Padahal dalam hubungan itu kan harus ada feed back, dua-duanya harus ada usaha. Kalo saya doang yang usaha itu namanya wira usaha.
Saya nyaris depresi gara-gara ini. Kalo gagal ginjal itu penyebab kematian nomor dua, maka penyebab kematian nomor satu itu gagal jadian.

Malam minggu bukan hanya jadi malam yang panjang, tapi panjang dan menyeramkan. Kadang merasa bosan, kadang merasa sendiri, dan kadang juga merasa bosan sendiri.
Orang pacaran tatap-tatapan mata, orang Long Distance Relationship tatap-tatapan foto, saya malah tatap-tatapan ama bulan. Mending kalo bulannya supermoon kayak kemarin malam, kan enak dilihat, lah ini bulannya sudah eneg dilihat. Emak saya pun jadi cemas kalo keseringan menatap bulan trus tiba-tiba kuku saya jadi panjang, badan berbulu, dan berubah jadi serigala, meskipun gak ganteng-ganteng. Hiiiy.. Kan gak lucu..

Atas kekuatiran emak saya itu juga sampe emak sendiri yang inisiatif membentuk tim untuk mengakhiri kemarau asmara yang saya alami (anjrit istilahnya. Kemarau asmara cuy) Keluarga besar dikerahkan demi mencarikan saya pasangan hidup. Pokoknya gerakannya terstruktur, sistematis, dan masif.
Saat tau ada wanita khilaf yang mau, emak saya sampe tumpengan. Acara nikahan digelar di dua propinsi berbeda. Mungkin pernikahan gw dianggap sebagai prestasi terbesar dalam hidup. Hiks..
Kisah ini sempat saya jadikan buku, judulnya Dumba-Dumba Gleter, terbitan Gramedia Pustaka Utama, tahun 2010. Tapi sekarang bukunya sudah gak beredar dan gak diproduksi lagi, karena disinyalir mengandung konten LGBT (Langsung Gemas Begitu Terbaca). Halah, garing...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun