Mohon tunggu...
Arham Haryadi
Arham Haryadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Passionate Mobile Photographer. SEO Artist. Blogger Buzzer. | Dream Catcher .TechnoPreneur Co-Founder Simplyecho.net MacaroniMia.com & Filleza.com r\n\r\ntwitter: @Arhamharyadi

Selanjutnya

Tutup

Money

Seandainya Saya Menjadi Anggota DPD RI Saya Akan...

14 Desember 2011   17:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:16 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau boleh dibilang, ini sebenarnya lebih pada curcol "seandainya saya menjadi anggota DPD RI" dibandingkan menyalurkan aspirasi. Maklum saya sendiri antipati apakah aspirasi akan didengar atau malah akan dijadikan bahan membuat janji buta. Oke..langsung saja :) jadi seperti ini Aspirasi saya "seandainya saya menjadi anggota DPD RI" Sulit!. Saya bukan individu yang pintar negosiasi politik, tidak cakap membangun status quo, apalagi jadi raja tega. Meskipun tidak semua anggota dewan RI sudah terkontaminasi tapi yang namanya bicara seputar pejabat bawaanya selalu asumsi negatif. Makanya saya hanya coba menyumbang aspirasi seandainya saya anggota DPD RI.

(Langsung) Aksi setelah mendengar

Dimulai dari hal kecil yang biasanya berujung pada wacana atau sebatas disiarkan ditivi tivi. Karena saya merasa terlalu membutuhkan banyak kehebohan sebelum mereka (yang sebenarnya selaku) yakni perwakilan rakyat melakukan apa yang diharapkan rakyat. Jadi saya akan mulai dari siap melakukan aksi setelah mendengarkan aspirasi orang orang yang diwakilinya.

Tindak atau Legalkan saja ‘Marketing fee’

Suka tidak suka kejadian permintaan memaksa para orang dalam kepada vendor yang ikut bidding sudah jadi hal umum yang dilegalkan. Tapi terus dilaksanakan sejahtera, tentu selama tidak bilang bilang sewaktu pengajuan nilai proposal. Sebagai mahasiswa yang juga entrepreneur ini jadi pengalaman buruk sekaligus berbahaya, gimana ngak? untuk beberapa kali saya harus membayar marketing fee yang tentu saja tidak ada kwitansi, bukti pembayaran, apalagi rincian detail saat pengajuan proposal projek. Padahal ya cost meng-create konten, mengolah ilmu SEO dan produksi lainnya sudah ditanggung vendor!, oia masih juga harus bidding dengan klien yang biasanya memilih biaya terrr-murah dibanding kualitas sebagai acuannya. Jadiii, bikin saja legal sehingga kami yang sedang merajut bisnis bisa membuat rinciannya atau kalau mampu tindak mereka yang meminta marketing fee. Caranya? biarkan para kompetitor saling mengetahui se’telanjang’ mungkin. Yah, minimal jadikan aspirasi ini sebagai aturan wajib bagi daerah jakarta. Seandainya saya anggota DPD RI untuk jakarta.

Kerja dari mana saja itu wajib ( Work from anywhere is a must)

Macet!!. Ya problem rutin orang jakarta ya persoalan macet, bahkan usaha saya Macaronimia.com yang sebenarnya bermukim dipinggiran jakarta tepatnya Jakarta selatan tidak jarang terkena imbasnya. Sebagai pusat perkantoran, termasuk pusat terjadinya deal deal besar maka tidak salah kalau tempat ini juga jadi kawasan wajib macet. Jika selama ini hanya usul dan pertimbangan pemanfaatan teknologi komunikasi, kenapa tidak dipaksakan saja!? manfaatnya bisa mengurangi jumlah peserta kantor karena sudah diwajibkan memanfaatkan ruang dan alat komunikasi tanpa harus absensi kantor. Konkritnya, anggota DPD jakarta mewajibkan setiap kantor untuk memiliki setidaknya lebih dari 40% pekerja online ataupun yang tidak perlu datang ke kantor. Nah, sebagai penyemangatnya tentu bukan saja sanksi karena memharuskan karyawan datang ke kantor, tapi juga imbalan bernilai ekonomis. Misalnya pengurangan / penghapusan pajak karyawan, pengerjaan projek pemerintah tanpa bidding / pitching dan sebagainya. Itupun seandainya saya anggota DPD RI untuk wilayah Jakarta.

Transparansi lewat ICT

Memaksan penggunaan ICT bukan saja meningkatkan industri internet dan social media tapi juga mengurangi kemacetan. Tapi bukan itu yang saya maksud, disini yang saya aspirasikan adalah kewajiban setiap anggota negara yang dibawah wewenang DPD untuk ‘menelanjangi’ laporan keuangannya hingga gaya hidupnya yang kemudian dapat dilihat kurang dari 2×24 jam di website. Singkatnya seseorang yang ingin mengetahui berapa sih pengeluaran yang dikeluarkan wakilnya di dewan sana tentu berhak mutlak. Kalau benar tentu ngak perlu takut dong. Seandainya Anda anggota DPD RI, apa yang akan kau lakukan?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun