Maka dari itu, kepolisian harus sigap menyergap Nazaruddin dari lokasi yang masih belum ditentukan melalui bantuan dengan Interpol. Pada tanggal 4-5 Agustus 2011, tim gabungan KPK, Menkum HAM, Mabes Polri, dan Interpol mendapat laporan adanya indikasi paspor palsu dengan foto wajah mirip Nazaruddin di Kolombia (Detik, 2011). Dua hari setelahnya, Nazaruddin dengan nama palsu 'M Syahruddin' ditangkap oleh Interpol ketika ingin meninggalkan Kota Cartagena, Kolombia (Detik, 2011). Pada akhirnya, ia pun dipulangkan ke tanah air dan diadili.
Indikasi Titik Awal Pengejaran Nazaruddin
Dari kinerja yang cukup cepat dari Polri dan Interpol, tentunya ada proses kajian mengenai kebenaran epistemologis dalam menemukan Nazaruddin yang berjarak lebih dari 18 ribu kilometer dari tanah air. Pertama, melalui pernyataan dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) saat itu--Timur Pradopo--, ia mengungkapkan bahwa kepolisian telah menerbitkan permohonan red notice kepada kantor pusat Interpol di Lyon, Prancis (Tempo, 2011). Hal ini tentunya berperan sebagai tanda awal bagi kegelisahan Nazaruddin untuk berpindah-pindah negara karena dengan adanya red notice, muncul sebuah mekanisme kerjasama lintas negara yang melibatkan 188 negara anggota Interpol.
Kajian Epistemologis
Dari proses yang dilakukan oleh Polri dan Interpol, terdapat salah satu perspektif dari epistemologis barat yang hadir, yaitu epistemologi saintifik. Jenis ini lebih menekankan terhadap beberapa kebenaran, diantaranya: (1) Menemukan kebenaran dari masalah; (2) Pengamatan dan teori untuk menemukan kebenaran; (3) Pengamatan dan eksperimen untuk menemukan kebenaran; (4) Falsification atau operasionalism (experimental operation, operation research); (5) Konfirmasi kemungkinan untuk menemukan kebenaran; (6) Metode hipotetico-deduktif; dan (7) Induksi dan proposisi/teori untuk menemukan kebenaran fakta (Lacey dalam Adib, 2015).
Kesimpulan
Ketujuh poin tersebut secara singkat menekankan adanya unsur yang real dalam mengungkapkan suatu masalah yang dihadapi. Dalam hal ini, Nazaruddin beserta kroninya dapat ditangkap oleh Interpol dengan gerak-gerik intelijen dari red notice yang dikeluarkan oleh Polri. Maka dari itu, ilmu filsafat---dalam hal ini pilar epistemologis---condong sering dipakai dalam menangkap pelaku kriminal, walaupun itu tandanya butuh kajian yang kompleks.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H