Kess Buijs menjelaskan bahwa sekitar tahun 1980 telah terjadi sebuah ritual berburu kepala yang diprakarsai oleh seorang anak, dimana beberapa tahun sebelumnya, ayahnya melakukan pembunuhan terhadap seorang yang mencuri kerbau.Â
Oleh karena itu, ia melakukan ritual berburu kepala untuk memisahkan perasaan bersalahnya terhadap orang yang telah ia bunuh. Dengan cara ini diharapkan para dewa akan memaafkan kesalahannya dan meninggalkan jauh kejadian masa lalu yang terjadi itu sehingga perasaannya kembali dikuatkan.
7. Untuk Memperoleh Kedewasaan
Kepercayaan Suku Mamasa menganggap bahwa seorang lelaki dilahirkan dengan sebuah sifat feminin, sehingga perlu adanya proses untuk mencapai kedewasaan lelaki. Proses itu kemudian dituangkan lewat ritual berburu kepala. Seorang lelaki yang telah melakukan ritual berburu kepala  kemudian akan dianggap dewasa dan telah meninggalkan sifat feninin yang dibawa dari lahir.
Â
Ritual berburu kepala pada awalnya secara nyata benar-benar membawa sebuah kepala dari hasil buruannya sebagai sebuah piala kemenangan. Namun beberapa aspek sosiologis telah merubahnya, dimana kepala manusia kemudian diganti dengan kelapa yang dibalut bulu ijuk. Meskipun demikian nilai kultur dari ritual tersebut tidaklah berkurang.Â
Ritual berburu kepala yang dilakukan kemudian dijadikan sebagai sebuah tradisi yang disebut Bulu Londong. Bulu Londong dalam bahasa Mamasa diartikan sebagai Bulu Ayam Jantan atau Ayam Jago. Ini didasarkan, dimana yang melakukan ritual tersebut adalah kaum lelaki yang memiliki kepribadian pemberani.
Referensi:
Kess Buijs, Kuasa Berkat dari Belantara dan Langit-Struktur dan Transformasi Agama Orang Toraja di Mamasa, Sulawesi Barat, Ininnawa, Makassar: 2009.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H