Suku Mamasa adalah sekelompok komunitas etnis yang tinggal di dataran tinggi Pegunungan Sulawesi yang memiliki corak kebudayaan yang mirip dengan Suku Toraja yang sama-sama mendiami dataran tinggi pegunungan Sulawesi tersebut. Dari hal itu kemudian kebanyakan orang-orang menyebut suku Mamasa dengan Suku Toraja Mamasa.Â
Ini tidak terlepas dari catatan sejarah bahwa leluhur atau nenek moyang Suku Mamasa berasal dari Suku Toraja, sehingga kebiasaan yang dibawah dari suku asalnya kemudian menjadi suatu kebudayaan yang dianut oleh Suku Mamasa.Â
Keberadaan Suku Mamasa menambah corak baru dalam kebudayaan Indonesia, dimana terdapat berbagai ritual-ritual kebudayaan yang memiliki nilai sosiologis yang cukup tinggi dalam kebudayaan mereka.Â
Sebelum masuknya agama Kristen sebagai agama mayoritas saat ini dalam Suku Mamasa khususnya aliran Protestan, yang  dibawah oleh Misionaris dari Belanda sekitar awal abad ke-20, Suku Mamasa masih menganut kepercayaan yang bersifat animisme terhadap dewa-dewa yang kemudian disebutkan dalam bahasa Mamasa "Dewata".Â
Atas dasar kepercayaan terhadap Dewata itu, kemudian Suku Mamasa membuat beberapa ritual yang dimaksudkan sebagai sebuah bentuk pemujaan, ungkapan rasa syukur, doa pengharapan, dan sebagianya. Salah satu ritual yang paling terkenal dari Suku Mamasa adalah ritual berburu kepala yang kebanyakan disebut Ritual Bulu Londong (Bulu Ayam Jantan)
Ritual berburu kepala adalah sebuah tradisi yang dilakukan sebagai bentuk penyembahan terhadap dewa-dewa yang dipercaya dalam Suku Mamasa. Kees Buijs dalam bukunya "Kuasa Berkat dari Belantara dan Langit-Transformasi Agama Orang Toraja di Mamasa Sulawesi Barat" menyebutkan setidaknya ada 7 alasan sebuah ritual berburu kepala dilaksanakan. Secara ringkas akan diulas sebagai berikut.
1. Berperang Dengan Musuh
Sebelum orang Belanda datang di wilayah dataran tinggi yang didiami oleh Suku Mamasa, ada sebuah gambaran bahwa orang-orang di wilayah tersebut telah melakukan peperangan antar desa-desa. Orang-orang desa yang berada di puncak gunung melakukan suatu perpindahan secara terpaksa ke wilayah sungai dan persawahan (Smit 2002:41 dalam Kess Buijs 2009:228).Â
Kess Buijs menuturkan dalam bukunya bahwa orang tua masih mengingat bahwa kampung-kampung di Wilayah Balla (Sebuah desa di pegunungan) berperang melawan orang-orang yang tinggal di sekitar Mala'bo' (sebuah desa di daerah pesisir sungai Mamasa).Â
Peperangan yang terjadi itu membuat seorang pemberani dalam sebuah desa yang disebut To Kuppu' kemudian akan berhasil ketika membawa pulang sebuah kepala musuh ke dalam kampung atau desanya sebagai sebuah tanda kemenangan.
2. Penyelesaian Sebuah Rumah Adat