Mohon tunggu...
ARGA FAHREZA
ARGA FAHREZA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa tua

tertarik untuk traveling tetapi lebih sering berlayar di pulau kapuk

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suatu Malam di Rumah Makan Tepi Pantura

5 September 2024   17:55 Diperbarui: 5 September 2024   17:59 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
warisanbudayanusantara.com

"ini ya bu uangnya" ucapku seraya memberikan sejumlah uang yang dimaksud. "warungnya bakal tutup jam berapa bu?" aku melontarkan pertanyaan basa-basi, sebab makanan yang sudah diangkut dari etalase jualan pastilah untuk menutup jualan di hari itu.  

"iya mas soalnya saya sama bapak udah gak kuat kalau jualan terlalu malam, takut kena angin duduk saya mah" kata si Ibu dengan nada yang terdengar ramah namun ada perasaan getir di dalamnya. 

Setelah mengucap salam, aku lantas menghampiri motor bebek jenis Revo warna hitam yang terparkir lesu di pinggir jalan. Maklum saja kendaraan pabrikan Jepang sudah kubawa berjalan ratusan kilometer melintasi jalanan Pantura. Ini adalah motor pemberian bapak untuk aku merantau.  

Motor ini aku nyalakan untuk kembali melibas jalanan berdebu pantura, meski sudah malam tetapi residunya masih terlampau banyak. Pantura pernah menjadi jalanan paling ramai di seantero Pulau jawa. Jika memasuki masa lebaran, lautan kendaraan akan memadati jalan yang melintasi sisi utara Jawa ini. Pada saat itu engkau akan menemui bermacam manusia dari tua hingga anak-anak bergelut di antara keangkuhan pengendara. Namun, mereka merayakannya dengan sukacita. Bagi mereka ini adalah berkah yang perlu disyukuri karena selama 3 minggu dalam setahun adalah limpahan rezeki yang tak terkira. 

Motor yang aku kendarai melaju cepat sembari akrobatik menyalip truk-truk pembawa kontainer. Pikiranku menerawang jalanan yang pernah aku lalui saat kecil meski terasa samar. Sebenarnya ini adalah kepulanganku yang kedua ke kota asalku yang berada di Timur Laut Jakarta. Sekaligus pengalaman pertamaku berkendara jauh. Sejujurnya aku tidak pernah memikirkan bakal seperti apa perjalanan ini. Tujuanku adalah berkunjung kembali ke kota asal sembari mendinginkan suasana riuh rendah di dalam diriku. Namun, percakapan suami istri tadi membuatku menyadari bahwa Pantura tak sama lagi. 

Tiba-tiba saja ponsel saku jaketku berdering. Dengan segara aku menepikan motor dan mengangkat telepon. Ada pesan masuk ke ponselku, di layar tertulis nama pengirimnya: Bapak. 

Pesan dari aplikasi pengirim pesan berwarna hijau itu lantas aku buka, sebuah kalimat terpampang di layar ponsel. 

"Mas, Ibu meninggal di UGD Rumah Sakit jam 22.13" 

Hatiku remuk membaca pesan singkat tersebut, segala macam perasaan bercampur aduk dan tumpah ruah bersama tetesan-tetesan air mata yang jatuh dari netraku yang memerah. Butuh waktu hingga aku mampu mengendalikan diri dan perasaanku. Kuputuskan untuk kembali berangkat meski pikiranku porak-poranda oleh duka. 

Aku lantas menyalakan kembali motor yang kutepikan di pinggir jalan, ternyata aku berhenti di depan bangunan restoran yang sudah tutup dan terbengkalai. Motor kembali ku lajukan, meninggalkan kepulan debu jalanan dan bangunan restoran dengan plang karatan bertuliskan RM. MAWARTI JAYA. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun