3. Sanksi Perdata
- Gugatan Ganti Rugi: Pasien yang dirugikan akibat malpraktik dapat mengajukan gugatan perdata di pengadilan untuk meminta ganti rugi. Kerugian yang diminta bisa meliputi biaya pengobatan, kehilangan pendapatan, dan kompensasi atas penderitaan fisik atau psikologis.
- Bukti Malpraktik: Dalam proses perdata, pasien perlu membuktikan bahwa telah terjadi malpraktik, yang biasanya melibatkan pemeriksaan oleh ahli medis lain untuk menilai standar praktik yang seharusnya.
- Proses Mediasi: Sebelum mengajukan gugatan, seringkali dianjurkan untuk melakukan mediasi antara pasien dan tenaga medis untuk mencapai kesepakatan tanpa melalui jalur pengadilan.
Sanksi hukum pidana terhadap malpraktek melibatkan organisasi profesi medis, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan atasan langsung yang berwenang, seperti Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pemeriksaan dilakukan oleh Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) atau Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran (P3EK), lembaga yang memberikan pertimbangan etik kedokteran dan menyelesaikan masalah etika kedokteran. Dasar hukumnya berasal dari hukum disiplin dan administrasi sesuai peraturan yang berlaku. Bukti kesalahan profesional memainkan peran penting dalam menentukan pemidanaan, di mana dokter dianggap bersalah jika dapat dibuktikan bahwa ada kesalahan dalam diagnosa atau cara pengobatan.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Pertanggungjawaban pidana dokter yang melakukan tindakan malpraktik medis seringkali terjadi dikarenakan oleh kelalaian yang dilakukan oleh dokter. Tindakan dokter yang melakukan malpraktik medis dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya jika telah memenuhi unsur-unsur dari suatu kesalahan. Dalam KUHP dokter yang melakukan malpraktek medis juga secara tidak langsung dapat dikenai Pasal 359 dan 360 KUHP atas dasar karena kelalaiannya menyebabkan seseorang hingga mengalami kematian maupun keadaan tertentu seperti luka berat serta cacat fisik secara permanen, yang diakibatkan kelalaian dari tindakan medis tersebut. Sedangkan dalam kedokteran kena Pasal 75-79 tentang UU Praktik Kedokteran. Kalau dengan UU Kesehatan yang berkaitan dengan dengan kelalaian, disebutkan bahwa dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi kena Pasal 56-58 dalam ketentuan pidana Pasal 190 tentang UU Kesehatan. Pengaturan mengenai malpraktik medis dalam hukum postif Indonesia belum terdapat pengaturan yang mengatur secara khusus. Walaupun dalam beberapa peraturan perundang-undangan yakni dalam KUHP dan UU Praktek Kedokteran ditemukan beberapa pasal yang secara tidak langsung berkaitan dengan malpraktik medis akan tetapi dalam peraturan tersebut belum dinyatakan secara spesifik dan jelas mengenai malpraktik medis. Sehingga dapat dikatakan bahwa malpraktek medis di Indonesia masih belum mempunyai payung hukum atau dasar hukum yang jelas, sehingga dirasakan masih sulit untuk menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan malpraktik medis.
Kesimpulan
Malpraktik medis merupakan isu penting dalam bidang kesehatan yang dapat mengakibatkan konsekuensi serius bagi pasien dan merusak reputasi tenaga medis. Definisi malpraktik mencakup tindakan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis yang tidak sesuai dengan standar profesional, seperti diagnosa yang salah dan kelalaian dalam perawatan. Contoh-contoh malpraktik mencakup berbagai tindakan yang merugikan pasien, mulai dari pemberian cuti sakit yang tidak layak hingga kesalahan prosedur yang berujung pada kematian.
Di Indonesia, sanksi terhadap malpraktik medis terbagi menjadi sanksi administratif, pidana, dan perdata. Sanksi administratif dapat berupa pemberhentian sementara atau tetap dari praktik, serta pencabutan izin praktik. Sanksi pidana, sesuai dengan KUHP, dapat mencakup hukuman penjara dan denda bagi tenaga medis yang menyebabkan cedera berat atau kematian akibat kelalaian. Sementara itu, sanksi perdata memberikan hak kepada pasien untuk mengajukan gugatan ganti rugi, yang harus dibuktikan di pengadilan.
Tanggung jawab atas malpraktik biasanya terletak pada tenaga medis yang melakukan kelalaian, dan mereka dapat dikenakan sanksi berdasarkan peraturan yang ada. Namun, pengaturan hukum mengenai malpraktik medis di Indonesia masih kurang jelas dan spesifik, sehingga menyulitkan penanganan kasus-kasus malpraktik secara efektif. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memperkuat regulasi terkait malpraktik medis agar dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pasien dan menjaga integritas profesi medis.
Â
Artikel ini merupakan publikasi tugas mata kuliah Hukum Kesehatan dengan Dosen pengampu Dr. Putri Rumondang Siagian S.H., M.H. Semoga bermanfaat, Terimakasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H