Sebenarnya, fenomena ini dapat ditinjau dengan logika sederhana. Masyarakat kelas atas ingin menunjukan kedudukannya dalam kelas sosial melalui berbagai aspek, salah satunya melalui apa yang mereka kenakan.
Tentunya, masyarakat kelas atas memiliki kecenderungan untuk menjadi berbeda dengan masyarakat kelas bawah. Lalu, bagaimana cara bagi masyarakat kelas atas untuk membedakan diri mereka dari kelas menengah kebawah? Singkatnya, dengan menjadi apa yang masyarakat kelas bawah hindari.
Untuk dapat lebih mudah memahami pernyataan diatas, hal ini dapat ditinjau dari fenomena “sepatu rusak” Balenciaga itu sendiri. Balenciaga, sebuah brand yang dikenal masyarakat banyak sebagai ikon fashion kalangan atas.
Berbagai desain produk yang mereka keluarkan seringkali menjadi kiblat bagi para brand-brand kecil untuk menyerupai mereka (Balenciaga), akan tetapi fenomena tersebut secara tidak langsung akan mengurangi tingkat eksklusivitas Balenciaga.
Bagaimana tidak? dengan harga yang jauh lebih murah, brand-brand tersebut memiliki bentuk atau bahkan kualitas yang hampir serupa dengan Balenciaga, akibatnya masyarakat kelas bawah juga dapat “menjangkau” Balenciaga.
Memahami pola tersebut, Balenciaga pun berusaha mencegahnya dengan menciptakan suatu produk yang tidak mungkin ditiru oleh brand-brand kecil dan hasilnya adalah sepatu rusak Balenciaga.
Fashion adalah cerminan masyarakat dimana keadaan mode saat ini tampaknya menyuarakan gejolak yang dihadapi dunia. Industri fashion bergerak cepat dan telah berulang kali menjadi pelaku perampasan budaya.
Seringkali, subjek apropriasi adalah kemiskinan. Memang, dari pakaian hingga perumahan, “estetika rusak” yang memiliki ciri-ciri barang lama atau barang bekas, sudah ada dan hidup dalam dunia fashion sejak lama.
Beberapa hal sengaja dibuat agar terlihat tua atau usang, tetapi yang menjadi masalah adalah ketika orang-orang yang berada dalam posisi istimewa atau kekayaan, secara aktif menampilkan diri mereka sebagai tunawisma murni untuk estetika.
Mereka yang paling mampu untuk berpakaian dan hidup dalam keistimewaan secara sadar meniru mereka yang tidak memiliki kebebasan, membuat orang-orang itu terjebak dalam realita di mana kesengsaraan mereka dijadikan sebagai suatu kemewahan.
Koleksi sepatu Balenciaga ini pada akhirnya memvalidasi kontradiksi realita sosial, koeksistensi kemewahan, dan penderitaan manusia. Masyarakat kalangan atas harus menyadari bahwa tidak ada yang layak dirayakan tentang kemiskinan. Kondisi kehidupan seseorang seharusnya tidak menjadi tren terbaru.