Mohon tunggu...
Muhammad Arif Asy-Syathori
Muhammad Arif Asy-Syathori Mohon Tunggu... Petani Sehat -

Bercita-cita sebagai penulis yang bisa menginspirasi dan memotivasi setiap orang yang membaca buku karyaku, Please visit ; kakakhahu.blogspot.co.id to know about me more!! Mari berteman...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

5 Alasan Mengapa Harus Berlapang Dada Menghadapi Prasangka dan Fitnah Orang Lain

2 Mei 2016   16:03 Diperbarui: 2 Mei 2016   18:14 1966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

glagahcakra.blogspot.com

   Hidup di permukaan Bumi yang sejatinya gelap-menggelapkan mutlak butuh penerang. Bagaimana dapat berjalan? Membedakan yang mana tembok, pantat, pintu, jendela, dan roti saja tidak akan bisa, apalagi berjalan di permukaan Bumi yang luas dan tanpa ada penerang pun. Pada akhirnya ungkapan mencari hudan (penunjuk mengenai DiriNya Tuhan) adalah wajib bagi semua orang. Tidak hanya laki-laki-perempuan tapi tua-muda, besar-kecil, bahkan semua hukumnya wajib dalam mencari hudan.

   Beruntung bagi mereka yang telah mendapat hudan dan berlaku sesuai dengan arahan-Nya. Dengan begitu hidup kita tidak terombang-ambing dengan faktor-faktor luar yang mengubah arah gerak dan tujuan hidup kita. Maksudnya tujuan kita bisa jadi benar menurut kita, tapi siapa yang dapat memastikan sebuah kebenaran jika bukan Diri-Nya? Karena kebenaran mutlak hak Allah. Metodologi yang dijalani harus sesuai dengan tujuan yang kita tetapkan. Kalau metodologinya tidak sesuai dengan tujuan berarti cap fasik tertera di kening kita. Kalau metodologinya baik tapi tujuannya salah berarti cap munafik.

    Memang hidup di dunia kadang tidak sesuai dengan harapan kita. Harapan kita pasti hidup di dunia ini mengenakkan dan tidak berat. Tapi kenyataannya kita sering gulung kuming dalam menjalani hidup ini. Berbagai permasalahan hadir dan menerjang hidup kita. Masalah ekonomi, sosial, dan masih banyak lainnya. Menerima hujatan, makian, sindiran, dihasud, diprasangkai, dicap buruk, diadili orang lain, dibenci, bahkan difitnah, dan lainnya yang tidak mengenakkan hati. Permasalahan demikian biasanya yang dapat mengubah dan membuat diri kita terlena, terbiaskan dari niat dan tujuan.

    Momen-momen paling dilematis adalah ketika kita mendapat perlakuan tidak baik dari orang lain, tapi kita harus tetap sadar dan menyadari bahwa kita harus tetap berbaik hati kepada yang bersangkutan. Bukan karena pura-pura berbaik hati, tapi ketulusan hati yang menyertai. Berat bukan? Kyai Tanjung dalam kajiannya berkata pramila dadiha dene kaya segara sing ora ubah keadaan segara masiha diuncali bangkai lan najis, segara panggah suci lan nyuciake. Artinya makannya jadilah seperti laut luas yang tidak berubah keadaannya meski dilempari bangkai dan najis, laut tetap suci dan menyucikan.

5-alasan-mengapa-harus-berlapang-dada-5727178b567b610c08a9b5f2.png
5-alasan-mengapa-harus-berlapang-dada-5727178b567b610c08a9b5f2.png
Kyai Tanjung dalam kajian rutinnya di Jatayu Tv

Berikut 5 alasan mengapa kita harus berlapang dada dalam menghadapi cobaan yang tidak mengenakkan dalam bersosial dengan orang yang telah berlaku buruk kepada kita :

1.    Cara Tuhan Mengingatkan Kita

    Kita sadar bahwa kita adalah makhluk yang tidak bisa apa-apa kecuali jika tanpa Diri-Nya. Yang bergerak, Yang napas tidak lain tidak bukan adalah Diri-Nya sendiri. Supaya kita tidak terlarut dalam perasaan marah apalagi dendam, kita harus menyadari bahwa Sang Penggerak adalah Diri-Nya sendiri. Yang menggerakkan kita juga Diri-Nya sendiri, maka apa hak kita untuk membalas dengan kebencian apalagi dendam? Yang mengobati adalah memintakan ampunan kepada orang yang telah berlaku buruk terhadap kita kepada Allah.

   Kita bisa menenangkan diri sejenak sambil berpikir, “Iya ya, yang bergerak adalah Allah sendiri, dia dan aku yang menggerakkan adalah Allah sendiri. Aku juga tidak bisa apa-apa jika tanpa Diri-Nya. Berarti yang aku bisa hanyalah berdoa kepada Allah supaya tetap dalam penjagaan-Nya, lindungan-Nya, dan semoga saya diampuni oleh Allah. Semoga dia yang telah berlaku tidak baik kepada saya juga mendapat pertolongan, diampuni, dan tetap dalam penjagaan Allah. Bisa jadi ini adalah cara Allah mengingatkan saya yang masih tertutup, banyak dosa, bodoh, dan masih sering ceroboh.”

2.    Berlatih Mengadili Diri Sendiri

   Syukur adalah jiwa terbuka.Setelah kita menyelami diri lebih dalam, membuka pikiran terhadap kekurangan diri sendiri. Mengoreksi, membuat draft list kekurangan diri sendiri sebelum membela dan menutup diri. Bisa jadi perlakuan kurang mengenakkan dari orang lain timbul karena kita sendiri yang membuatnya. Karena kecerobohan diri sendiri yang disengaja maupun tidak disengaja sehingga orang lain berprasangka kepada kita.

    Kita tidak dapat membenci orang tersebut karena melaluinya lah kita dapat mengetahui kafir kita sendiri. Membuat orang berprasangka juga sebuah kesalahan yang perlu ditelaah. Mengapa orang tersebut berprasangka kepada kita? Jangan-jangan saya sendiri lah yang membuatnya berprasangka buruk kepada saya. Bagaimana jika prasangka itu murni dari orang lain? Serahkan pada Allah, berdoa semoga diampuni dosa-dosanya dan Allah segera menggetarkan hatinya supaya bertaubat. Karena yang mendasar adalah manusia digerakkan oleh Allah sendiri.

   Kita bisa lebih berhati-hati dalam bertindak dan menjalani hidup bersama orang banyak. Lagi pula itu demi kebaikan diri sendiri dan keselamatan diri sendiri. Senantiasa bersandar pada Rasulullah sebagai hudan lil muttaqien-petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Mari bersama menyelami, Ilmu yang dibawa Rasulullah adalah ilmu yang dapat menjadikan manusia pandai mengadili diri sendiri.

3.    Berlatih Menyatakan Subhanaka di Permukaan Bumi-Nya Allah

   Untuk apa kita hidup di dunia? Sudahkah mengetahui jawabannya? Dalam kajian kyai Tanjung, manusia dicipta di dunia adalah untuk subhanaka, me-Mahasuci-kan Tuhan. Menyatakan sebenar-benarnya dan menampakkan di dunia tentang asal fitrah dirinya sendiri yang asalnya dari fitrah-Nya Allah sendiri. Membuktikan secara kasat mata bahwa manusia berasal dari fitrah-Nya Allah sendiri sehingga sifat-sifat Allah dapat melekat, terealisasi, dan tergambar di permukaan bumi.

   Perlu berlatih dan belajar dalam menyatakan secara nyata subhanaka. Mari bersyukur kepada Allah, kita telah diberikan wahana untuk belajar subhanaka dengan mendapat cobaan berupa difitnah, dicemooh, disindir, dipermalukan, dan lainnya. Apa yang kita alami adalah sebuah ujian untuk diambil hikmahnya. Enak atau tidak enak adalah bertempat di jasad. Bahkan kyai Tanjung memberi ungkapan belajar seneng kaya dene riyayan rikala dihina, dilecehne, difitnah, lan belajar nangis rikala dipuji lan dijunjung. Artinya adalah belajar senang seperti saat lebaran saat dihina, dilecehkan, difitnah, dan belajar menangis saat dipuji dan dijunjung.

    Mengapa kita sesali dengan apa yang kita peroleh? Perlakuan tidak baik orang lain dapat diambil hikmahnya. Tidak tepat jika kita balas perlakuan orang tersebut dengan balasan yang buruk pula. Apa bedanya diri kita dengan orang yang berlaku buruk terhadap kita jika kita balas dengan dendam? Allah akan murka kepada keduanya fii ayaatihi.

4.    Berlatih Menahan Diri

   Kapan lagi bisa berlatih menahan diri? Manusia diciptakan ada hati dan pikiran. Allah sangat murka kepada manusia yang tidak menggunakan akalnya. Akal digunakan untuk menyelami diri, bertafakkur kepada Allah, mencermati kekurangan diri sendiri, membaca ayat-ayat-Nya yang nyata, dan lainnya. Jadikan perlakuan buruk orang lain kepada kita sebagai latihan menahan diri.

   Menahan diri adalah hal sulit jika tidak dilatih sejak dini. Menahan diri adalah modal orang-orang bertaqwa. Itu adalah salah satu ungkapan dari kyai Tanjung. Menahan diri dari penyakit hati yang menggerogoti amalan shaleh seperti api membakar kayu bakar kering. Tidakkah ngeri? Dendam, ingin membalas, sakit hati, dan menutup diri adalah penyakit hati yang harus dijauhi sejauh-jauhnya. Jadi mari kita jadikan perlakuan buruk orang lain sebagai sarana untuk berlatih menahan diri.

5.    Bersyukur karena yang Berlaku Buruk Bukan Kita

   Bersyukur karena yang berlaku buruk bukanlah kita. “Untung bukan saya yang berlaku buruk Yaa Allah.” Dosa adalah milik mereka yang berlaku buruk bukan yang menerima perlakuan buruk. Dendam dan membalas dengan keburukan bukanlah solusi. Malah dengan dasar Mahabbah bi Rauhillah-saling mencintai satu sama lain sebagai saudara harusnya kita mengingatkan dengan cara yang baik dan tidak menyakiti balik. Niatnya juga bukan sebagai pembelaan diri tapi menjalankan perintah Rasulullah untuk membangun ikatan saling mencintai dan melindungi satu sama lain.

   Jangan kita balas prasangka orang lain dengan prasangka balik. Jika kita mendapat prasangka dari orang lain sebisa mungkin dan normal bagi kita untuk mengklarifikasi jika dianggap fatal. Jangan beranggapan orang tersebut tidak akan menerima klarifikasi kita, itu hak Allah yang menilai. Jika kita tidak berani mengklarifikasi kepada orang tersebut karena kita beranggapan dia akan menolak dan justru nglunjak sama saja kita juga telah berprasangka terhadap orang tersebut. Prasangka kok dibalas prasangka?

   Demikian lah 5 alasan mengapa kita harus berlapang dada dalam menghadapi cobaan dalam bersosial. Di atas adalah hanya secuil alasan yang dapat diuraikan oleh penulis berdasar kajian-kajian kyai Tanjung. Bilamana ada kesalahan atau kekurangan adalah murni kesalahan penulis. Penulis yang masih belum paham dan sedang sembrono

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun