Mohon tunggu...
Muhammad Arif Asy-Syathori
Muhammad Arif Asy-Syathori Mohon Tunggu... Petani Sehat -

Bercita-cita sebagai penulis yang bisa menginspirasi dan memotivasi setiap orang yang membaca buku karyaku, Please visit ; kakakhahu.blogspot.co.id to know about me more!! Mari berteman...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Eh Indonesia, Lu Tau Gak Sih Siapa Lu?! Elu tu Agraris, Harusnya Lu Mandiri!

28 Januari 2016   19:41 Diperbarui: 28 Januari 2016   19:53 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://energitoday.com/2013/04/yogyakarta-akan-alami-krisis-pangan-akibat-lahan-pertanian-semakin-berkurang/"][/caption]

       Isu mengenai kurangnya kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) sepertinya  bukan omong kosong. Permasalahan tentang pangan masih saja begadang dan gak ada tidur atau matinya. Bahkan saat ini petani yang menanam tanaman komoditas besar seperti padi, jagung, dan tebu kian tercekik, karena fluktuasi harga yang belum dapat mensejahterakan para petani.

         Pembukaan pintu impor akibat dari penghapusan tarif telah mengakibatkan terjadinya lonjakan nilai impor pangan secara konsisten dan menjadikan Indonesia sebagai importir pangan terbesar. Sejak 2009 hingga kwartal III 2013 data Kementan menyebutkan telah terjadi lonjakan nilai impor pangan (tanaman pangan dan hortikultura) sebesar US$ 5,94 Milyar pada 2009 hingga mencapai US$ 12,05 Miliar pada 2012. Dikurun waktu hingga kwartal III tahun 2013 saja nilai impor pangan telah menembus hingga angka US$ 7,21 Miliar.

      Selain itu, menurut sensus pertanian BPS, mencatat penduduk yang bertani sebagai pekerjaan sehari-hari semakin berkurang. Pada tahun 2003 jumlahnya mencapai 31.232.184, dan menurun pada tahun 2013 dengan jumlah mencapai 26.135.469.[2] Sebanyak 5,04 juta petani ‘hilang’ atau tidak lagi menjadi petani.Tanpa perlindungan dalam bentuk subsidi ataupun proteksi hasil pertanian dari negara, petani-petani tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraanya, bahkan tidak akan mampu keluar dari kemiskinan yang menjeratnya.

         Pada awal kampanye Jokowi, ia menyebutkan memiliki 4 program yang tergabung demi ketahanan pangan. pengendalian impor pangan, penanggulangan kemiskinan petani dan regenerasi petani, implementasi reformasi agraria, pembangunan agribisnis kerakyatan. Masing-masing program telah dijelaskan dengan gamblang di http://www.kompasiana.com/kanopi_feui/kebijakan-pangan-jokowi-jalan-menuju-ketahanan-pangan-indonesia_55e98d9f8e7e61b90ab31707.

         Ketahanan pangan adalah kondisi dimana kebutuhan pangan bagi seluruh masyarakat dapat terpenuhi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Perlu diteliti kembali, targetnya adalah supaya terpenuhi secara kualitas dan kuantitasnya, tidak peduli impor yang penting terpenuhi. Hal ini sangat mengkhawatirkan masa depan pertanian dan terlebih lagi perekonomian bangsa ini. Bagaimana perekonomian bangsa ini akan membaik jika sektor pertanian masih jalan di tempat atau bahkan mundur?

        Penulis mengajukan sebuah tawaran solusi berkaitan dengan kondisi pertanian tanah air, tentang pangan, dan perekonomian bangsa ini. Tawaran solusi ini bukan dari ide penulis, melainkan dari Guru penulis, Guru yang membimbing penulis. Guru penulis telah mengimplementasi sebuah program untuk memakmurkan Bumi Allah, yaitu kemandirian pangan.

Kemandirian Pangan

         Dasar program beliau, manusia diciptakan di atas Bumi, hidup di atasnya, berjalan di atasnya, berdunia di atasnya, dan bahkan beranak-pinak di atasnya. Allah menciptakan manusia dengan vonis bahwa manusia adalah tempat salah dan dosa, maka makmurkan BumiNya. Dalam Al-Qur’an dan kitab-kitab lainnya, jelas bahwa manusia diperintahkan untuk menjaga, melestarikan, dan memakmurkan Bumi tempat dia berpijak, niscaya dia akan mendapat rahmatNya, rohman rahimnya, kasihnya, dharmaNya, dan lain-lain.

         Seharusnya jika kita menyadari jati diri bangsa ini, pastinya tidak banyak orang terkena busung lapar, mati kelaparan, kemiskinan, dan lain-lain. Negara kita adalah negara agraris yang sangat subur. Beliau mencanangkan program kemandirian pangan di mulai dari pondok pesantren yang didirikannya, yaitu Pondok Modern Sumber Daya At-Taqwa (Pomosda) di Nganjuk.

          [caption caption="Verti Padi yang dikembangkan oleh Pomosda"]

[/caption]Terlihat banyak sekali tanaman-tanaman di Pomosda. Bersama dengan santrinya beliau menanam tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan di polybag, pot, botol bekas, kaleng cat bekas, paralon, dan lainnya. 100% kebutuhan pangan pondok ini sudah dapat mandiri, artinya tidak perlu membeli dari luar, bahkan dengan memanfaatkan lahan-lahan sela dan sempit, kebutuhan bawang merah tidak perlu membeli, karena sudah tercukupi semua.

           Beliau menghimbau kepada seluruh warga pondok, santri, warga jamaah, dan masyarakar sekitar untuk dapat memenuhi kebutuhan pangannya sendiri degnan memanfaatkan lahan-lahan sela di rumah mereka masing-masing. Tentu saja ini sangat baik untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

            Teori marketting pertanian Indonesia menuai banyak ironi. Petani panen, dijual ke Bulog dengan murah, petani non profit, beli beras untuk keluarganya sendiri tidak mampu, akhirnya dapat RasKin, beras sisa-sisa orang-orang mampu dan kaya yang mampu beli beras berkualitas.

Seharusnya yang diterapkan adalah kemandirian pangan. Masyarakat Indonesia harus sadar, bahwa pangan merupakan hal vital dalam hidup. Saat ini pangan di Indonesia sudah edan. Plastik saja jadi beras, pestisida disemprot berlebihan, dan masih banyak lagi, yang makan siapa? Kita lah.

         [caption caption="Tambulampot"]

[/caption]Kembali lagi ke kemandirian pangan. Guru saya mengajarkan saya untuk tidak menyia-nyiakan waktu, dan menyia-nyiakan lahan kosong. Dengan kesadaran seorang hamba Allah, maka harus memakmurkan Bumi-Nya, itulah niat awalnya. Lahan-lahan sela penuh dengan polybag, vertikultur, dan sebagainya.

     Program ini sangat berdampak bagi saya. Kebutuhan sawi rumah saya setiap hari adalah dua ons. Empat Polybag menghasilkan lebih dari dua ons sawi, jadi saya menanam dua puluh delapan Polybag sawi, saya buat system berantai, dan akhirnya kebutuhan sawi setiap hari di rumah sudah tidak perlu membeli lagi. Satu hari saya menghemat uang sebesar Rp.3.500,00, jika selama setahun berarti saya sudah melakukan penghematan sebesar Rp. 3.500,00 x 365 hari Rp.1.277.500,00. Wow bisa untuk bayar SPP anak kan?

          Beliau juga mengajarkan pola tanam yang sehat dan amanah. PTSA (Pola Tanam Sehat dan Amanah) telah diterapkan di keluarga saya. Kata sehat dan amanah disini berarti dilakukan dengan proses yang sehat dan amanah – memurnikan niatan mengelola garapan dunia ini semata-mata li `amanati (berkaitan dengan persaksian ke-esensian  Tuhan) dan menunaikan perintah Allâh untuk “wasta’marokum fĩha” memakmurkan bumi-Nya Allâh-. Pola ini didasarkan pada kesadaran bahwa suatu hasil akhir (hasil panen yang melimpah) bukan sebagai tujuan utama, namun senantiasa memperhatikan prosesnya. Selain itu dampak terhadap lingkungan juga harus diperhatikan. Penulis meyakini bahwa pola ini akan dapat menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi sebab melalui pola ini permasalahan yang dihadapi petani dan masyarakat dapat diatasi.

            [caption caption="Memanfaatkan lahan sela"]

[/caption]Penjelasan yang lebih gampang, menanam kebutuhan pangan sehari-hari sendiri dengan tidak menggunakan pupuk kimia dan tanpa pestisida kimia, siapa yang akan sehat? Senantiasa memaksimalkan tanah, memanfaatkan tanah supaya tidak menganggur yang bagian dari mensyukuri nikmat-Nya akan tetapi tetap menjaga kedaan tanah supaya tetap subur. Siapa yang amanah jika sudah begitu? Marilah kita berpikir kembali untuk kebaikan diri kita, anak cucu kita, dan demi kemaslahatan bangsa, mari kita nyatakan kemandirian pangan!

          Yang jelas poin terpentingnya adalah perekonomian petani, yang mayoritas penduduk kita adalah petani. Kalau pemerintah kreatif dan jeli, tidak perlu program yang muluk-muluk. Canangkan program yang sederhana dan terasa manfaatnya oleh masyarakat. Kunjungi juga Blog saya!

 Referensi :

http://igj.or.id/tor-fgd-mengukur-kesiapan-indonesia-menghadapi-mea-2015/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun