Mohon tunggu...
Arfi Zon
Arfi Zon Mohon Tunggu... Penulis - PNS dan Penulis

Seorang Pegawai Negeri Sipil yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature

Novel Mudik Horor dan Harimau Sumatra

30 Juli 2021   08:08 Diperbarui: 30 Juli 2021   08:32 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kemaren, tanggal 29 Juli, adalah Hari Harimau Internasional. Ditetapkannya tanggal tersebut menjadi hari harimau sedunia dilatarbelakangi oleh adanya kesadaran global terhadap keberadaan kucing besar itu yang memang sudah sangat langka. Termasuk Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sondaica), salah satu spesies harimau yang masih tersisa di Indonesia.

Menurut lembaga International Union for Conservation of Nature (IUCN), status harimau Sumatera adalah 'critically endangered', atau sangat terancam punah.

Jumlah harimau Sumatera di alam bebas diperkirakan hanya tersisa sekitar 541 hingga 679 individu (data IUCN tahun 2008). Tersebar di hutan belantara pulau Sumatera, dari ujung utara sampai ujung selatan, dari Provinsi Nangroe Aceh Darussalam hingga Lampung.

Dari hari ke hari, keberadaan si belang ini memang semakin tertekan. Area perburuannya untuk mencari mangsa makin menyempit karena ekspansi manusia. Tak heran kalau kemudian banyak kasus konflik manusia dengan harimau.

Menurut manusia, harimau memasuki perkampungan mereka, lalu memangsa ternak bahkan menerkam manusia itu sendiri. Padahal, bisa jadi secara alamiah perkampungan itu justru masih termasuk area jelajah harimau.

Luas kawasan jelajah harimau Sumatera untuk berburu memang tidak diketahui dengan tepat, tetapi diperkirakan bahwa 4 - 5 ekor harimau Sumatera dewasa memerlukan kawasan jelajah seluas 100 kilometer di kawasan dataran rendah dengan jumlah ketersediaan hewan mangsa yang optimal (tidak diburu oleh manusia).

Karena konflik itu, seringkali harimau yang terjebak di perkampungan manusia kemudian dibunuh, karena dianggap membahayakan.

Ancaman lainnya terhadap kelestarian harimau Sumatera adalah maraknya perburuan dan perdagangan liar. Terkait hal ini, kita pasti paham apa motifnya, uang. Ya, apalagi kalau bukan uang.

Harimau Sumatera marak diburu dan diperdagangkan secara illegal karena seluruh bagian tubuhnya bernilai jual sangat tinggi.

Satu lembar kulit harimau utuh bisa mencapai harga 100 juta rupiah. Kemudian, daging, tulang belulang, kuku, bahkan taringnya pun laku dijual dan harganya sangat tinggi. Konon, satu taring harimau Sumatera bisa mencapai harga 1 - 2 juta rupiah. Itu baru harga di tingkat lapangan, dari pemburu ke penadah. Bayangkan berapa harga jual pada tahap rantai perdagangan illegal selanjutnya. Apalagi di pasar internasional.

Tentunya ini menjadi bisnis yang menggiurkan. Tak heran kalau harimau Sumatera terus diburu.

Lantas, untuk apa sebenarnya organ tubuh hewan itu sehingga bernilai jual sedemikian tinggi? Apa kegunaannya?

Kalau kulit harimau bernilai tinggi bisa jadi karena ada unsur estetisnya. Tapi, gigi, kuku, dan tulang belulang, untuk apa?

Entahlah. Terlalu banyak mitos terkait khasiat organ tubuh harimau itu. Sehingga kitapun tak tahu lagi mana yang benar dan mana yang cuma isapan jempol.

Namun, konon kabarnya, organ harimau itu banyak dicari untuk keperluan perklenikan.

Klenik?

Ya, klenik, perdukunan. Untuk kebutuhan media pengobatan alternatif, dijadikan jimat, dan lain-lain. Wallahualam ....

Nah, bagi yang sudah membaca novel saya "Mudik Horor", pasti tahu, bahwa "harimau Sumatera" adalah salah satu tema yang saya angkat dalam alur cerita.

Dalam novel itu dikisahkan bahwa tokoh antagonis "Sudjiwa" ternyata adalah bos besar sindikat perburuan dan perdagangan liar harimau Sumatera.

Sindikat Sudjiwa ini lah yang tanpa sengaja terbongkar dan dihancurkan oleh keluarga Arfi bersama para sahabatnya, anggota Satuan Polisi Kehutanan Rekasi Cepat (SPORC).

Bagaimana detil ceritanya, sehingga perjalanan mudik horor keluarga itu sekaligus menjadi jalan bagi terbongkarnya sindikat perdagangan liar harimau Sumatera? Baca novelnya.

Jadi, ada pesan-pesan konservasi yang saya selipkan dalam novel tersebut. Mudik Horor bukan novel yang sekedar mengedepankan ketakutan dan suasana mencekam semata.

Hal ini sejalan dengan yang disebutkan Isa Alamsyah dalam bukunya berjudul "Cara Mudah Menulis Novel" (Oktober 2019), bahwa idealnya ada pesan-pesan positif yang ingin disampaikan penulis dalam tiap cerita novel yang ia tulis.

Dengan demikian, sebuah novel akan memiliki nilai manfaat, menambah pengetahuan, dan memberi pencerahan, setidaknya bagi yang membacanya.

Sebab, lebih lanjut menurut Isa, terkadang pesan-pesan positif yang disampaikan melalui fiksi justru lebih mengena. Lebih cepat dicerna dan diterima pembaca ketimbang melalui tulisan-tulisan nonfiksi semisal materi penyuluhan, sosialisasi, atau media-media edukasi dan publikasi ilmiah lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun