Mohon tunggu...
Arfi Zon
Arfi Zon Mohon Tunggu... Auditor - PNS

PNS yang hobi olahraga dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Adegan Film yang Menghantui

22 Oktober 2022   11:52 Diperbarui: 22 Oktober 2022   11:59 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Saat ini masih hangat diperbincangkan publik film "Miracle in Cell No 7". Katanya, film yang diadaptasi dari cerita film Korea ini mampu menghipnotis dan mengaduk-aduk emosi penonton. Banyak yang mengaku meneteskan air mata menontonnya. 

Saya sendiri belum nonton, tapi anak sulung saya sudah, dan dia memberi kesaksian yang sama. Ketika film yang dibintangi Vino G. Bastian itu usai dan lampu studio kembali menyala, terlihat banyak penonton yang sebak atau masih menangis kemudian buru-buru menghapus air mata. 

Terkadang sebuah film memang bisa sekuat itu mempengaruhi jiwa penonton. Saya pun pernah mengalami. 

Dari ratusan film yang sudah saya tonton, ada salah satu film yang menampilkan adegan amat memilukan sehingga merasuk ke jiwa dan masih menghantui hingga sekarang. Bahkan saat menulis ini pun rambut-rambut halus di sekujur tubuh saya masih merinding karena mengingat adegan itu. 

Film tersebut berjudul "Slumdog Millionaire." Film yang rilis tahun 2009 ini bukan film sembarangan. Terbukti dari penghasilannya di seluruh dunia yang mencapai 5,3 trilyun rupiah, padahal biaya produksinya hanya 210 milyar rupiah. Data tersebut memperlihatkan betapa film ini mendapat atensi yang luar biasa dari publik internasional. 

Itu dari aspek komersial, dari aspek teknis perfilman, "Slumdog Millonaire" juga tak diragukan. Banyak penghargaan internasional diraih, termasuk memenangi Piala Oscar tahun 2009. 

Dalam festival film paling bergengsi sejagat itu, "Slumdog Millionaire terpilih sebagai Film Terbaik dengan memenangi lima kategori penilaian. 

Saya tidak akan bercerita detail tentang film itu. Yang belum menonton dan ingin tahu lebih lanjut, silakan 'googling' sendiri selepas ini. 

Saya fokus pada adegan yang saya sebut merasuki jiwa tadi. 

Singkatnya begini. 

Salah satu isu yang menjadi latar film itu adalah masalah kemiskinan di India. Diceritakan ada sindikat kejahatan terorganisir yang mempekerjakan anak-anak sebagai pengemis jalanan. 

Sindikat itu menyekap anak-anak terlantar di suatu tempat dan diurus seadanya. Anak-anak itu juga diawasi dengan ketat sehingga tak ada yang bisa kabur. 

Di tempat penyekapan itu lah mereka "dibina" dan diajarkan berbagai cara supaya dikasihani saat mengemis sehingga bisa mendapatkan uang sebanyak mungkin. 

Mereka didoktrin bahwa mengemis ini lah jalan hidup mereka. Mereka tak punya masa depan karena jerat kemiskinan. Meminta-minta adalah satu-satunya jalan yang dapat mereka tempuh untuk bisa bertahan hidup. 

Setelah anak-anak tersebut terdoktrin, "pembina" bilang bahwa mereka harus punya "kelebihan" sebagai pengemis supaya benar-benar dikasihani. Dan "kelebihan" paling tinggi bagi seorang pengemis adalah cacat fisik. Oleh karena itu, mereka akan dibuat cacat. 

Sampailah pada adegan itu. 

Suatu malam, "pembina" membawa beberapa orang anak yang sudah dianggap siap ke suatu tempat. Ada anak laki-laki ada perempuan. Salah satunya tokoh utama cerita. 

Anak-anak itu menurut saja. Satu persatu mereka dibius seadanya sebelum dieksekusi. 

Yang pertama, seorang anak perempuan, ditusuk kedua matanya dengan besi panas hingga buta. 

Berikutnya seorang anak laki-laki dibuntungkan sebelah tangannya. Lalu seorang anak laki-laki lainnya dipotong sebelah kakinya. 

Sampai pada giliran tokoh utama akan dieksekusi, ia berusaha kabur. 

***** 

Melihat adegan itu benar-benar membuat mental saya terpengaruh. Ada rasa miris, sedih, sekaligus marah. Kecamuk rasa yang tidak pernah saya alami sebelumnya ketika menonton film. 

Apalagi setelah saya baca-baca bahwa praktek seperti itu disinyalir benar-benar terjadi di India. Makin tak karuan suasana hati. 

Suasana kebatinan demikian terus saya rasakan hingga sekarang. Seringkali saya teringat adegan itu ketika melihat anak jalanan yang sedang ngasong/meminta-minta di perempatan jalan. 

Kadang muncul kekhawatiran, jangan-jangan mereka berada dalam kendali sindikat jahat seperti dalam film itu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun