"Iya, Pak. Tapi, kalau mau diganti yang lain juga boleh. Bisa diganti dengan apa saja. Apa Bapak mau uang saja? Kami akan penuhi."Â
"Mmm .... boleh saya tau nama pemain lain yang juga akan diminta mengalah? Saya akan hubungi dulu orang tua mereka. Saya bersedia membujuk anak saya kalau mereka juga mau."Â
"Oh, mereka sudah duluan bersedia kok, Pak. Silakan Bapak tanya. Saya kirim nomor hp mereka."Â
Pak Darso pun menghubungi mereka.Â
Benar ternyata. Mereka telah lebih dahulu merayu anak mereka untuk menerima tawaran itu.Â
Alasan mereka, kapan lagi bisa dapat uang banyak dari sepak bola. Karir anak-anak mereka ke depan belum tentu cemerlang. Banyak pemain yang bagus ketika junior, tapi kemudian melempem di usia senior.Â
Bisa juga mereka cedera dan karir tiba-tiba berakhir sebelum dapat apa-apa dari sepak bola. Jadi, tak ada salahnya kalau sekarang bisa dapat uang banyak. Toh selama ini juga tak sedikit pengorbanan dan biaya yang sudah dikeluarkan agar anak-anak mereka nisa berlatih sepak bola.Â
Selain itu, menurut mereka, persekongkolan ini tidak akan ketahuan. Karena yang menjanjikan uang itu organisasi mafia bola internasional yang memiliki kaki tangan di negara-negara gila bola. Mereka bekerja rapi dan terorganisir. Kerja mereka mengatur skor tidak pernah terendus, apalagi ketahuan. Jadi, anak-anak mereka tidak akan dicurigai. Apalagi dalam setiap kekalahan biasanya pasti pelatih yang selalu dipersalahkan publik. Karir anak-anak mereka akan tetap aman.Â
Dengan yakin, Pak Darso segera menelpon anaknya.Â
"Nak, nanti malam gak usah bermain ngotot, ya?"Â
"Loh, kenapa, Pak? Kami ingin juara. Tinggal selangkah lagi."Â