[caption caption="(Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)"][/caption]Tak ada lawan maupun lawan yang abadi. Semboyan ini kerap kita dengar dalam dunia politik praktis. Yang ada hanya lawan maupun kawan karena berlandaskan azas kepentingan saling menguntungkan saja. Jika saling menguntungkan antara kedua fihak maka akan menjadi kawan begitu pula sebaliknya akan menjadi lawan.
Semboyan ini sadar maupun tidak sadar telah diketahui masyarakat sebagai calon konstituen maupun konstituen. Banyak harapan dan janji pada saat kampanye yang ditebarkan oleh calon wakil rakyat atau juga calon pemimpin eksekutif hanya penuh pesona ketika pada saat kampanye dan tidak sedikit ketika telah selesai kampanye dan terpilih, kesemua janji yang ditebarkan serasa hilang bagaikan di telan bumi.
Pada informasi terkini dapat kita baca dimana ketika Pasha Ungu (Sigit Purnomo Said) terpilih menjadi Wakil Walikota Palu, Sulawesi Tengah yang marah-marah kepada 1.500 PNS di lingkungan kota Palu karena para PNS menertawakannya karena dianggap salah saat menaiki mimbar upacara. “Apa motif saudara-saudara menertawai saya saat naik mimbar upacara," kata Pasha saat itu. Tempo.co, 8/3/2016.
Kemudian, Sigit Purnomo Said atau yang biasa dipanggil Pasha Ungu mendapatkan kecaman dari wartawan akibat sikap angkuhnya yang melecehkan wartawan. Mungkin ia lupa kalau ia bisa menjadi seperti ini karena adanya wartawan. Biasalah, ini sindrom awal para artis yang naik pangkat menjadi seorang pejabat. https://hello-pet.com.
Kita lihat juga banyak pernyataan kontroversial yang diucapkan Fahri Hamzah selama dia menjabat sebagai Wakil Ketua DPR. Namun, baru kali ini partai dakwah tersebut benar-benar marah pada Fahri Hamzah sehingga berujung pada pemecatannya. http://news.liputan6.com, 4/4/2016.
Ketika melihat acara TV One beberapa waktu lalu, terlihat juga dengan mantapnya Bung Fahri Hamzah menyatakan bahwa beliau bersih, tidak pernah melakukan kesalahan baik pada Partai, Person maupun kepada Hukum Negara. Beliau akan menuntut atas pemecatannya yang tidak berdasar itu. Pemecatan itu sebutnya hanya mengarah pada pembunuhan pemikirannya yang selalu kritis di DPR.
Saya hanya mesem-mesem saja menyaksikan acara tv tersebut karena betapa tidak ketika teringat dengan semboyan tidak ada lawan maupun kawan yang abadi di dalam dunia politik praktis, kenapa bung Fahri Hamzah begitu seperti sewot dan kebakaran jenggot, dengan berbagai argumentasi yang dikemukakan yang pada intinya tidak terima atas keputusan Partai memecat dirinya.
Cobalah jika beliau mengingat semboyan tadi mungkin ini tak akan terjadi ATAU memang ada settingan seperti yang sering kita tonton di TV terhadap kehidupan selebritis. Andai fikiran rakyat mengarah ke image pola settingan itu, artinya semboyan tidak ada lawan maupun kawan yang abadi dalam dunia politik ada benarnya.
Tinggal lagi sekarang, kita menunggu action berikutnya dari bung Fahri Hamzah, apakah akan tetap melawan dengan argumen-argumennya dengan resiko kemungkinan hancurnya karir politik, khususnya di PKS atau akan mengalah dengan bersedia di Recall Partainya atau memang ada tujuan besar/Inti jangka panjang yang telah terfikir dan terfikirkan oleh beliau atau memang bentuk perlawanan itu sebagai ungkapan hati nurani yang bersih demi membangun Bangsa dan Negara ini. Nah.. itu semua tentu membutuhkan kajian dan analisis yang mendalam melalui survey fakta dan data di lapangan dan jangan lupa hasil yang didapat jangan dilandaskan pada dunia politik dengan semboyan diatas.
Tak ada lawan maupun lawan yang abadi, semboyan ini pula yang menunjukan masih lemahnya pendidikan politik Partai terhadap kadernya maupun masyarakat yang hanya mengarah kepada kepentingan sesaat. Ini menyebabkan calon konstituen juga hanya berfikir sesaat. Ketika para calon dari Partai sibuk berkampanye ria, calon konstituen pun akan bersibuk ria mengikuti alur proses tahapan kampanye dengan tentu tidak lupa mengantongi financial yang cukup lumayan untuk menebalkan kocek mereka, paling minimlah dapat jatah makan minum transport gratis sesaat dan pada zaman susah saat ini hal ini jarang dilewatkan begitu saja oleh calon konstituen, apalagi perkara ketika masuk kebilik suara pencoblosan itu lain lagi alias tidak akan ketahuan siapa memilih siapa, aman-aman saja.
Ketika fenomena fakta ini yang tampak dipermukaan, apakah masih tersimpan fikiran bahwa seseorang sang politikus dengan tebaran harapan dan janjinya akan tetap komitmen sampai titik darah penghabisannya mewujudkan harapan dan janji yang telah ditebarkan. Tampaknya untuk saat sekarang ini tidak akan terwujud, entah esok hari, entah lusa nanti.. entah.. (syair Bang Iwan Fals).
Jadi di penghujung acara, marilah kita panjatkan do’a, semoga tontonan yang tersaji dihadapan pemirsa hendaknya bukanlah tontonan yang telah disetting untuk menaikkan rating Partai ataupun menaikan rating “Sang Selebritis Partai” saja. Dan jika memang itu hanya sekedar menaikan rating, lantas juga para pemirsa jangan pula ikut berpusing ria, anggap saja itu sebuah tontonan hiburan yang mengasyikan dan menghibur tentunya.
Tapi harus juga diingat bahwa tontonan itu mesti mendidik penonton, sebagai pendidikan politik praktis yang elegan, sopan dan santun sebagaimana ini juga salah satu alasan dari Partai PKS untuk memecat Bung Fahri Hamzah yang kurang sopan dan santun dalam berpendapat ataupun menyampaikan pernyataan-pernyataan yang tidak searah dengan arahan Ketua Partai. Maksudnya mungkin jika mau mengeluarkan pendapat yang tidak searah dengan Partai silahkan saja ketika tidak lagi menjadi anggota atau kader Partai tersebut alias telah dipecat. Salam Takzim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H