Mohon tunggu...
Asron Da Finsie
Asron Da Finsie Mohon Tunggu... Local Civil Government -

Mengisi waktu luang dengan menulis sepulang kerja aplikasi penglihatan mata, hati dan telinga terhadap lingkungan sekitar untuk perubahan kehidupan yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kalau Tak Mau ke Pusat Silakan Minggir

20 Juli 2015   03:56 Diperbarui: 20 Juli 2015   03:56 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tulisan ini saya ingin menyoroti keberadaan PLKB (Petugas Lapangan KB) atau PKB (Penyuluh KB) yang merupakan salah satu pilar kekuatan untuk membangun keluarga dan berikutnya membangun bangsa. Tulisan ini juga untuk mengapresiasi dari pertanyaan seorang teman melalui akun facebook dalam fan fage grup Datin Sumsel. "tolong sampaikan pada BKKBN Propinsi dan BKKBN Pusat, pikirkan nasib kami tenaga kerja sukarela 'TKS' khusus nya kami para Tenaga Penggerak Desa TPD, **sebagian teks hilang**. terimakasih...". Sebuah pernyataan sederhana ditengah keinginan kita sebagai bangsa untuk membangun keluarga-keluarga Indonesia agar bahagia dan sejahtera, juga dalam menyambut peringatan Harganas XXII di Tangsel Agustus 2015 dan disandingkan dengan Semangat Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK, ada sembilan Agenda Prioritas Pembangunan dan BKKBN turut berperan untuk mewujudkan agenda nomor 5, yaitu “meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia”. BKKBN memiliki tanggung jawab untuk menyukseskan pembangunan sumber daya manusia yang berkaitan dengan prioritas kesehatan dan revolusi mental.

Hal ini tentu membutuhkan kerja, kerja keras untuk mewujudkannya. Dalam penerapan kerja tersebut, aplikasinya dilapangan perannya dimainkan oleh PLKB ataupun PKB dengan dibantu oleh kader PPKBD (Pembantu Pembina KB Desa/Kel) dan Sub PPKBD di tingkat RW/Dusun dan RT. Para "pemain" lapangan inilah yang membuat program KB menjadi begitu dikenal oleh masyarakat. Kedekatan mereka yang memang mempunyai banyak kesempatan untuk bertatap muka secara langsung dengan masyarakat pada struktur Pemerintahan paling bawah ini tidak bisa dipungkiri lagi menjadi "bumper" pertama dalam mensosialisasikan, pengenalan dan pemahaman kepada masyarakat bahwa program KB itu dibutuhkan oleh para keluara demi untuk kesejahteraan dari keluarga mereka itu sendiri. Ketika ada hambatan, kendala ataupun tantangan dari sebagian masyarakat, maka mereka jua lah yang akan menjadi corong pertamanya.

Seiring dengan Otonomi Daerah yang mengedepankan azas desentralisasi bukan azas sentralisasi seperti zaman ORBA dahulu, kelembagaan BKKBN menjadi lemah dan ini juga berdampak meredupnya pamor program KB di masyarakat. Otonomi Daerah mensyaratkan kelembagaan BKKBN harus dilimpahkan ke Daerah dalam hal ini KEMENDAGRI (Kementerian Dalam Negeri). Konsekuensi dari itu seluruh aset yang dimiliki oleh BKKBN di daerah yang notabenenya pemberian BKKBN Pusat selama ini harus ikut diserahkan atau dilimpahkan kepada Pemda, termasuk didalamnya adalah para PLKB dan PKB. Dan konsekuensi lanjutannya, Pemda pun mengambil alih para PLKB dan PKB ini untuk diberdayakan memperkuat struktur personil pegawai mereka dengan satu fakta nyata bahwa kualitas SDM para PLKB/PKB itu tidak diragukan lagi untuk bergelut langsung di masyarakat atau dengan kata lain citra mereka sangatlah baik di masyarakat, sehingga banyak dari PLKB/PKB yang ditarik keluar dari lembaga BKKBN di daerah untuk masuk kedalam struktur Pemda plus inipun berbanding dengan tidak seragamnya pemahaman setiap Kepala Daerah tentang Program KB sehingga juga lembaga BKKBN didaerah nomen klaturnya menjadi beragam. (ada Badan KB dan PP, ada Dinas KB, PP dan Capil, ada Badan KB dsb).

Sehubungan hal itulah plus menurunnya jumlah PLKB/PKB, Kepala BKKBN Pusat, Surya Chandra Surapaty menyatakan bahwa BKKBN membutuhkan tenaga lini lapangan baik jumlahnya maupun kualitasnya. Tenaga PLKB yang dibutuhkan tidak kurang dari 84 ribu orang. Sementara itu, jumlah PLKB/PKB saat ini hanya sekitar 15 ribu orang. Ini pun sudah termasuk nama-nama yang masuk dalam daftar antrean pensiun dalam beberapa tahun ke depan. Bagaimana caranya merekrut yang baru..? Bagaimana menambah kualitas yang lama agar mereka semangat lagi..? Tentu bertahap sesuai dengan formasi. Peluang mengangkat tenaga PLKB non-PNS yang keberadaannya dijamin dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Mengacu kepada UU tersebut, selain PNS, aparatur negara juga bisa berupa pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang selanjutnya disingkat PPPK. Mereka ini adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Para tenaga non-PNS atau semacam tenaga kontrak ini akan menjalankan tugas sebagai PLKB/PKB yang pengelolaannya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Pemerintah daerah tinggal mendayagunakan. Walaupun bukan PNS, yang penting mereka mendapat gaji dari pemerintah.

Kepala BKKBN Pusat mengingatkan bahwa pengalihan tenaga fungsional KB dari daerah ke pusat tersebut merupakan amanat undang-undang. Karena itu, tidak alasan bagi daerah untuk menahan-nahan atau PLKB itu sendiri yang menolak menjadi pegawai pusat. Pengelolaan petugas lini lapangan program KKBPK harus dilakukan secara terpusat layaknya militer atau kepolisian. Kalau tentara bertanggung jawab atas national security, PLKB ini berkaitan dengan social security.  Ini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat sebagai konsekuensi negara kesatuan. Dan memang ada beberapa (PLKB) di daerah yang tidak mau (menjadi pegawai pusat) karena alasan gaji dan sebagainya. Kalau memang tidak mau, silakan minggir saja. Kalau menilai gaji di BKKBN kecil, silakan keluar atau pindah ke instansi lain, demikian tegas Kepala BKKBN Pusat.

Rencana pengalihan status petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) dan penyuluh keluarga berencana (PKB) dari pegawai daerah menjadi pegawai pusat menyisakan pertanyaan baru. Bagaimana nasib tenaga penggerak desa dan kelurahan (TPD/K). Selama ini mereka memang menjalankan tugas dan fungsi PLKB/PKB tetapi pendanaannya melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Menanggapi pernyataan tersebut, Kepala BKKBN Pusat menyatakan tidak usah khawatir. Alasannya, ke depan tenaga lini lapangan program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) menjadi tanggung jawab pusat. Dengan demikian, para TPD bisa masuk dalam skema kepegawaian pusat tadi.

Kata Kepala BKKBN Pusat, ada beberapa Kepala Daerah, Bupati dan Walikota yang mempertanyakan kebijakan alih status PLKB dari pegawai pemerintah daerah ke pusat. Mereka bilang kalau (PLKB) menjadi pegawai pusat, nanti kami tidak memiliki kewenangan lagi. Justru Bapak memiliki kekuasaan untuk memberikan kondite, nilai baik, prestasi, dan lain-lain. Justru kami pecat, kami tegur mereka, kalau tidak mau nurut kepada Bupati atau Walikota,”. Ke depan, para PLKB baru akan dilatih secara khusus mengenai cara berkomunikasi. Alasannya, mereka harus harus berkomunikasi dengan para Kepala Daerah, Camat, Kepala Desa, hingga masyarakat. Mereka inilah ujung tombak program KKBPK di Indonesia. (disarikan dari artikel pada situs duaanak.com).

Opini saya, artikel berita tersebut ditulis pada kejadian atau kondisi terjadi pada daerah Jawa Barat. Pada artikel tersebut tidak ada penyebutan TPD/K itu disebut dengan sebutan lain TKS (Tenaga Kerja Sukarela) sesuai pertanyaan teman melalui akun facebook diatas. Meninjau ini, ada baiknya Kepala BKKBN Pusat mensosialisasikan atau memberikan penjelasan tentang kondisi TKS ini (atau memang telah dilakukan tapi saya belum mendapatkan informasi ter-update). Kondisi lainya yang berkembang di daerah bahwa ada sebagian dari kader PPKBD atau Sub PPKBD yang mempertanyakan posisi mereka. Sebutan TPD (Tenaga Penggerak Desa) disalah tafsirkan oleh mereka bahwa itu ditujukan kepada mereka (PPKBD/Sub PPKBD). Apalagi bagi para kader tersebut ada yang masih berusia muda dengan tingkat pendidikan setingkat SLTA. Penjelasan sementara ini bahwa bukan mereka yang dimaksudkan dengan TPD tadi.

Berikutnya, agar Kepala BKKBN Pusat menjelaskan tentang kondisi ini dan tulisan ini jangan dianggap sebagai penghambat tapi jadikan sebagai kritik membangun, membangun keluarga, membangun bangsa. Semoga..

Referensi foto dan berita : situs duaanak.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun