Mohon tunggu...
Asron Da Finsie
Asron Da Finsie Mohon Tunggu... Local Civil Government -

Mengisi waktu luang dengan menulis sepulang kerja aplikasi penglihatan mata, hati dan telinga terhadap lingkungan sekitar untuk perubahan kehidupan yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peran Kementerian Abu-Abu berbanding Peran Penting Keluarga dalam Membangun Bangsa dan Resuffle Kabinet

14 Juli 2015   02:15 Diperbarui: 14 Juli 2015   04:33 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber foto : Beritasatu.com

Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga “kulawarga” yang berarti “anggota” dan “kelompok kerabat”. Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah, bersatu. http://citrarhmdn.blogspot.com

Ada beberapa pengertian dari keluarga sbb :

Menurut Wikipedia, bhs Indonesia, Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

Keluarga merupakan bagian masyarakat yang fundamental bagi kehidupan pembentukan kepribadian anak manusia. Hal ini diungkapkan Syarief Muhidin (1981:52) yang mengemukakan bahwa : “Tidak ada satupun lembaga kemasyarakatan yang lebih efektif di dalam membentuk keperibadian anak selain keluarga. Keluarga tidak hanya membentuk anak secara fisik tetapi juga berpengaruh secara psikologis”. http://unsilster.com

Menurut UU No.10 Tahun 1992 jo UU No.52 Tahun 2009, Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Dari beberapa defenisi pengertian keluarga tersebut, jika tidak memenuhi kriteria dimaksud jelaslah bukan disebut keluarga, misalnya suami-isteri = laki-laki-perempuan, bukan laki-laki dengan laki-laki-laki atau perempuan dengan perempuan atau anak dengan anak atau ayah dengan ayah atau ibu dengan ibu. (bandingkan dengan fenomena LGBT).

Setelah terbentuknya keluarga, maka keluarga itu menjalankan 8 fungsi keluarga, yakni :

1.Fungsi keagamaan, maksudnya, keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam menanamkan dan membina kehidupan beragama yang bertaqwa kepada Tuhan YME.

2. Fungsi sosial budaya maksudnya, keluarga merupakan tempat mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai luhur budaya yang beraneka ragam agar dapat dikembangkan dan dilestarikan.

3. Fungsi cinta kasih maksudnya, keluarga menjadi tempat pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang dari orang terdekat sehingga dapat menjadi landasan yang kuat dalam menjalin hubungan dan menentukan arah kebijaksanaan antar anggota keluarga.

4. Fungsi melindungi maksudnya, keluarga menjadi tempat untuk memperoleh rasa aman dan ketenangan baik dari gangguan fisik maupun psikologis.

5. Fungsi reproduksi maksudnya, keluarga menjadi sarana untuk melanjutkan keturunan secara terencana yang diharapkan dapat mempertahankan kelestarian dan kesejahteraan umat manusia.

6. Fungsi sosialisasi dan pendidikan maksudnya, keluarga memiliki peran dalam membentuk dan membina hubungan serta memberikan pendidikan kepada keturunanya agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kehidupan yang lebih luas.

7. Fungsi ekonomi maksudnya, keluarga memiliki kewajiban menciptakan alat pertahanan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan secara mandiri sebagai unsur pendukung dalam pelaksanaan fungsi lainnya.

8. Fungsi pembinaan lingkungan maksudnya, keluarga memiliki peran untuk terlibat secara aktif dengan lingkungan sekitarnya agar tercipta keserasian dan keselarasan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dari 8 fungsi keluarga tersebut, jika kesemuanya terpenuhi atau terlaksana dengan baik maka keluarga tersebut disebut menjadi suatu keluarga bahagia sejahtera. Dan keluarga bahagia sejahtera menjadi idaman setiap keluarga di Indonesia.

Sebagai sesuatu yang menjadi idaman tentulah tidak gampang untuk meraihnya. Seperti kita lihat tujuan keluarga idaman tersebut sering terbentur dengan fungsi ekonomi dimana keluarga dituntut memenuhi fungsi ini sebagai salah satu alat untuk ketahanan keluarga tersebut dari goncangan pemenuhan kebutuhan hidup untuk bertahan dikehidupan dunia ini.

Dalam UU No.52 Tahun 2009, BAB III HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK, Bagian Kesatu Hak Penduduk pada pasal 5 huruf b. memenuhi kebutuhan dasar agar tumbuh dan berkembang serta mendapat perlindungan bagi pengembangan pribadinya untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya; huruf t. memperoleh kebutuhan pangan, tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, keterampilan dan bantuan khusus atas biaya negara bagi penduduk rentan.

Dari bunyi pasal 5 itu, maka tidak ada celah bagi negara untuk tidak membuat setiap keluarga menuju keluarga idaman dengan penjalanan 8 fungsi keluarga tersebut dan jika keluarga-keluarga Indonesia hampir merata menjadi keluarga idaman dapat dipastikan setiap keluarga akan bersemangat dan produktif dalam membangun bangsa ini.

Ketika Presiden melantik Kabinet Kerjanya beberapa waktu lalu tersebutlah ada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Republik Indonesia, melihat itu fikiran saya menerawang bahwa Menteri ini nanti bidang pekerjaannya pastilah mengurusi pembangunan manusia Indonesia yang didalamnya termasuk meningkatkan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) yakni Pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. (Wikipedia).

Dan sejatinya setiap manusia itu ada di dalam keluarga. Jika manusia itu tidak masuk kedalam defenisi keluarga diatas, artinya manusia itu sendirian atau khusus (LGBT) yang jumlahnya tidak terlalu signifikan sehingga penanganannyapun tidak akan terlalu merepotkan negara. Fikiran kita tergelitik, bagaimana dengan seorang manusia tua renta yang tinggal sendirian dikolong jembatan atau digubuk reyot, coba telusuri lebih jauh pastilah dia mempunyai keluarga, tinggal lagi apakah keluarganya masih mengakuinya atau dibiarkan saja karena membebani. Trus bagaimana dengan pasangan LBGT, ah.. inikan menyimpang, jumlahnyapun sedikit dan yang kasat mata bahwa manusia seperti ini hidupnya sudah mapan.

Kembali ke Menteri Bidang Pembangunan Manusia, entah karena apa akhirnya peran kementerian itu menjadi abu-abu. Saya jadi bingung kok kenapa menteri itu dicetuskan, apa karena mendapat ilham selintas dan ketika telah dibentuk si Ilham menghilang entah kemana, yang akhirnya mindset atau set berfikir awal menjadi hilang, mau dikemanakan kementerian ini, apa hanya bertugas membagi-bagikan Kartu Indonesia Sehat atau Kartu Indonesia Pintar. Kecocokan lagi si Menterinya tidak mempunyai ide briliant untuk memberdayakan kementeriannya sendiri. Coba jika mau bersusah-susah berfikir, kementerian ini bisa saja menggarap para keluarga-keluarga Indonesia, tapi ah.. ini kan kaplingannya BKKBN. Coba telisik lebih jauh, jika memang harus terpaksa atau dipaksakan Lembaga BKKBN yang sekarang merupakan Lembaga Non Kementerian setingkat Menteri harusnya dilantik oleh Presiden bukan oleh Menteri Kesehatan atau Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia bisa merangkap Kepala BKKBN, tapi mohon maaf tentu Menterinya harus kredibel dan kompetensi di bidangnya. Jika asal comot maka yakinlah konsep peran penting keluarga dalam membangun bangsa tidak akan terwujud.

Konsep yang kita butuhkan sekarang adalah membangun, menggerakan dan memberdayakan setiap keluarga agar mereka dapat berperan aktif dalam membangun bangsa ini. Untuk memunculkan peran aktif keluarga itu terlebih dahulu mestilah kita focus membangun keluarga dengan 8 fungsi keluarganya. Membangun keluarga salah satu pilihannya bisa ditampakkan dengan kembali menghidupkan dan menggelorakan kegiatan-kegiatan yang sudah ada selama ini, dengan Posyandu, BKB (Bina Keluarga Balita), BKR (Bina Keluarga Remaja), BKL (Bina Keluarga Lansia) dan semua jenis kegiatan yang ada dimasyarakat dalam rangka titik tonggak membangun kehidupan keluarga tersebut. Jika semua kegiatan itu berjalan aktif di semua daerah di wilayah NKRI, tameng ketahanan keluarga akan kokoh. Dimulai dari pembentukan karakter pasangan Catin (Calon Pengantin) yang mendapat tambahan nasehat perkawinan melalui KUA/BP4 untuk menuju kehidupan berkeluarga yang idaman, diantaranya mengenal 4 T (Terlalu muda,hamil 35Th, Terlalu rapat,jarak kehamilan <2Th, Terlalu banyak,anak >dari 3), selanjutnya ketika hamil dibawa ke Posyandu (focus yang dikelola oleh Pemerintah bekerjasama dengan masyarakat saja). Ketika anak mereka lahir, aktif dibawa ke kegiatan BKB, ketika remaja ke kegiatan BKR, ketika telah lansia ke BKL dan seterusnya bersiklus pada setiap keluarga. Menghidupkan dan menggelorakan itu semua diperlukan Revolusi Mental, bagi Pemerintah dibutuhkan mental yang tangguh mungkin diantaranya menghadapi sentilan publik yang tidak menyukai hal-hal yang berbau Orde Baru dan bagi masyarakat diperlukan juga mental prima dengan mengenyampingkan stigma-stigma miring, jika kegiatan-kegiatan itu baik dan diperlukan bagi keluarga kita.. the show must go on.. terlepas dari kelemahan yang ada, ini akan menjadi topic bahasan lain.

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun