Mohon tunggu...
Asron Da Finsie
Asron Da Finsie Mohon Tunggu... Local Civil Government -

Mengisi waktu luang dengan menulis sepulang kerja aplikasi penglihatan mata, hati dan telinga terhadap lingkungan sekitar untuk perubahan kehidupan yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Reshuffle Kabinet dan Harganas, Akankah Program KKBPK Lebih Baik?

11 Juli 2015   03:55 Diperbarui: 11 Juli 2015   04:06 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi angin telah berhembus, apakah angin itu akan kembali menghembuskan "nafasnya" ketika saya copas beberapa informasi ini dalam duaanak.com :

Kepala BKKBN menegaskan, sasaran Rencana Strategis BKKBN 2015-2019 harus dicapai dalam upaya mendukung sembilan Agenda Prioritas Pembangunan yang dikenal sebagai Nawacita. BKKBN turut berperan untuk mewujudkan agenda nomor 5, yaitu “meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia”. BKKBN memiliki tanggung jawab untuk menyukseskan pembangunan sumber daya manusia yang berkaitan dengan prioritas kesehatan dan revolusi mental. “Revolusi mental harus digalakkan, diinternalisasikan, dan disosialisasikan untuk memperkokoh kedaulatan, meningkatkan daya saing, dan mempererat persatuan bangsa. Revolusi mental memerlukan dukungan moril dan spiritual serta komitmen dalam diri seorang pemimpin,”. Selayaknya revolusi, sambung dia, maka diperlukan juga pengorbanan dari masyarakat. Sebagai suatu bentuk strategi kebudayaan yang berperan memberi arah bagi terciptanya kemaslahatan hidup berbangsa dan bernegara, basis ideologis revolusi mental adalah Pancasila dengan tiga prinsip dasar Trisakti, yaitu berdaulat secara politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan. Dalam konteks kekinian, revolusi mental merupakan suatu gerakan seluruh masyarakat, pemerintah dan rakyat, dengan cara yang cepat dan akurat untuk mengangkat kembali nilai-nilai strategis yang diperlukan oleh bangsa dan negara untuk mampu menciptakan ketertiban dan kesejahteraan rakyat sehingga dapat memenangkan persaingan di era globalisasi. Sebagai sebuah gerakan mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku, revolusi mental adalah sebuah gerakan hidup baru yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan sehingga Indonesia menjadi bangsa yang besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia. “Revolusi mental mengandung nilai-nilai esensial yang harus diinternalisasi, baik pada setiap individu maupun bangsa, yaitu etos kemajuan, etika kerja, motivasi berprestasi, disiplin, taat hukum dan aturan, berpandangan optimis, produktif-inovatif-adaptif, kerja sama dan gotong royong, serta berorientasi pada kebajikan publik dan kemaslahatan umum.

Sejalan dengan revolusi mental tersebut, Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemeritah Daerah, menegaskan bahwa urusan pengendalian penduduk dan keluarga berencana masuk dalam klasifikasi urusan wajib non-pelayanan dasar. Ini merupakan bagian dari urusan pemerintahan konkuren, yakni urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota. Pembagian urusan ini diatur dalam Pasal 11 dan 12. Pengendalian penduduk dan KB menjadi bagian dari 18 urusan wajib di luar pelayanan dasar.

Khusus sub urusan KB, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan dan bertanggung jawab atas lima aspek, pemerintah provinsi dua aspek, dan pemerintah kabupaten/kota sebanyak empat aspek. Pemerintah provinsi “hanya” berwenang dalam 1) Pengembangan desain program, pengelolaan dan pelaksanaan advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pengendalian penduduk dan KB sesuai kearifan budaya lokal; 2) Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan tingkat daerah provinsi dalam pengelolaan pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB.
Di sisi lain, pemerintah pusat tetap bertanggung jawab atas pengelolaan dan penyediaan alat dan obat kontrasepsi untuk kebutuhan pasangan usia subur (PUS) nasional. Sementara pemerintah kabupaten dan kota bertanggung jawab dalam pengendalian dan pendistribusian kebutuhan alat dan obat kontrasepsi serta pelaksanaan pelayanan KB di Daerah kabupaten/kota.
Secara umum, UU ini menjadi semacam jalan ke arah pembentukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangunan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Terlebih bila kehadiran Kementerian Kependudukan benar-benar menjadi kenyataan. Dengan dua instrumen tambahan tersebut, pembangunan yang bertumpu pada kependudukan optimistis bisa segera diwujudkan.

Dari copas diatas, disandingkan dengan isu Resuffle Kabinet oleh Presiden Jokowi dan juga momentum peringatan Harganas XXII yang akan diselenggarakan di kota Tangerang Selatan (Juli-Agustus 2015), kemudian juga terhadap kasus-kasus kekerasan yang menimpa keluarga-keluarga Indonesia, maka tidak ada salahnya informasi-informasi dan opini-opini seputar masalah kependudukan dan KB serta Pembangunan Keluarga (KKBPK) tersebut menjadi referensi atau suatu rekomendasi kepada Presiden untuk me-resuffle kabinet kerjanya. Dari kritikan-kritikan yang timbul seolah-olah Presiden mengelola NKRI ini layaknya di "warung kopi" mungkin ada benarnya, kenapa.. karena memang dari warung kopi lah aspirasi masyarakat bawah dapat terdengar langsung, apalagi jika Presiden menyamar menjadi rakyat biasa dan bersama minum di warung kopi, pastilah semua informasi dari yang paling kasar sampai yang paling halus akan masuk ke telinganya. Tinggal lagi kecerdasan beliau untuk mengasah batin menyeleksi semua informasi yang masuk. Batin muaranya pada hati nurani sendiri yang memang bisa tertutupi dengan pembohongan lisan kita. Ketika kecerdasan dari olah asah batin itu muncul, tidak ada salahnya merobah dan merombak semua ketentuan yang terlanjur dikeluarkan yang nyata-nyata bertentangan dengan batin (hati nurani) kita. Ingatlah sebuah kalimat yang sering muncul dalam surat-surat keputusan pada suatu kegiatan atau moment yang secara administrasi harus ditentukan dengan suatu surat keputusan misalnya, yakni "Jika terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diperbaiki sebagaimana mestinya". Jadi tidak ada salahnya toh walaupun perobahan keputusan itu sumber informasinya diperoleh dari warung kopi, apalagi jika kopinya nikmat, ide briliant akan muncul dari informasi yang diterima untuk menelorkan keputusan yang meruntut hati nurani kita. Keberanian untuk keluar dari zona nyaman kita dituntut demi untuk perbaikan hidup dan kehidupan keluarga-keluarga Indonesia. Semoga.

Sumber foto : Liputan6.com, duaanak.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun