Mohon tunggu...
Arfan Fadhillah D
Arfan Fadhillah D Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

FISIP UNPAD 2020

Selanjutnya

Tutup

Politik

Permasalahan Regulasi Keanggotaan dan Organisasi Partai Politik di Indonesia

22 Oktober 2022   13:31 Diperbarui: 22 Oktober 2022   13:35 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selain nepotisme, kegagalan kaderisasi dalam beberapa tubuh partai politik di Indonesia merupakan refleksi dari kegagalan regulasi keanggotaan dan organisasi partai politik di Indonesia saat ini. Dewanto (2021) menuturkan bahwa Pasca Pemilu 2019, beberapa parpol menggelar suksesi kepemimpinan untuk menjalankan fungsi kaderisasi dan meningkatkan kinerja mesin politiknya. Namun demikian, hasil suksesi kepemimpinan beberapa parpol nasional belum menunjukkan proses regenerasi kepemimpinan yang efektif. Ketidakefektifan ini ditunjukkan dengan dominasi nama-nama lama yang kembali memimpin parpol nasional. Misalnya, Megawati terpilih kembali sebagai Ketua Umum PDIP, Muhaimin Iskandar kembali menjadi kapten PKB, Surya Paloh juga kembali ke posisi pemimpin umum Nasdem, dan Airlangga Hartarto yang baru saja kembali ke posisi pemimpin umum Partai Golkar untuk lima tahun ke depan.

Oleh karena itu, realitas politik ini sedikit banyak harus menjadi peluang bagus bagi sisa-sisa partai politik yang belum menjalankan suksesi kepemimpinan, seperti Partai Demokrat, PPP, PAN, hingga PKS. Keberanian untuk menyegarkan kembali struktur kepemimpinan dengan menghadirkan wajah-wajah baru dengan visi dan integritas yang memadai akan meningkatkan 'kepercayaan publik' dan apresiasi publik terhadap parpol tersebut. Misalnya, Partai Demokrat (PD), sebagai partai eks penguasa yang menghadapi tantangan dinamika dan elektabilitas pasca kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), merupakan salah satu partai yang patut mempertimbangkan langkah penyegaran kepemimpinan ini. Jika dahulu SBY selaku Ketua Umum Partai Demokrat, berani mengambil langkah inovatif untuk memberikan peluang regenerasi, termasuk kepada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Partai Demokrat bisa mentransformasi dan menyegarkan kembali kekuatan partai (Areza, 2020).

Secara singkat dapat dikatakan bahwa regulasi keanggotaan dan organisasi partai politik di Indonesia yang ada saat ini memiliki permasalahan vital dalam bentuk maraknya nepotisme dalam sistem perekrutan anggota sehingga organisasi partai politik yang diurus oleh kepengurusan partai politik kemudian diisi oleh pihak-pihak dengan kepentingan pribadi. Hal ini kemudian berdampak pada kaderisasi dan regenerasi kepengurusan yang dikuasai oleh satu kelompok saja, dan melanjutkan status quo dalam regulasi keanggotaan serta organisasi partai politik. Studi kasus diatas kemudian memberikan gambaran nyata mengenai pentingnya regulasi keanggotaan dan organisasi partai politik yang relevan dengan perkembangan jaman, terutama regulasi yang sesuai dengan kaidah demokrasi dan kepentingan bangsa secara keseluruhan dan bukan hanya condong pada status quo yang menguntungkan segelintir golongan masyarakat saja.

Disharmonisasi kepentingan masyarakat umum dan penguasa partai politik di Indonesia ini merupakan bahaya dari regulasi keanggotaan dan organisasi yang tidak sesuai dengan kaidah demokrasi dan Pancasila di Indonesia. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa kepentingan dari regulasi keanggotaan dan organisasi dalam sistem kepartaian di Indonesia adalah untuk menghindari adanya perbedaan kepentingan yang cukup lebar antara masyarakat umum dengan wakil rakyat di pemerintahan seperti yang telah dijelaskan diatas. Mengingat bahwa dalam sistem kepartaian di Indonesia sangatlah sulit bagi calon wakil rakyat independen untuk memenangi kursi pemerintahan, maka dapat dilihat bahwa proses demokrasi dalam internal partai politik sebagai refleksi dari bagaimana pejabat dari partai-partai tersebut akan mampu membawa kepentingan rakyat dalam jabatan mereka. Oleh karena itu, regulasi keanggotaan dan organisasi partai politik yang dapat membangun demokrasi internal yang baik dalam partai politik serta menghilangkan tradisi dan budaya negatif seperti nepotisme merupakan regulasi yang harus dibuat dan dijaga oleh semua pemangku kepentingan dalam sistem politik Indonesia untuk menjamin keberlangsungan demokrasi yang dimulai dari keanggotaan dan organisasi partai politik yang berintegritas.

Perbedaan kepentingan antara masyarakat dan wakil rakyat ini secara langsung merupakan manifestasi dari regulasi keanggotaan dan organisasi partai politik yang tidak baik di Indonesia. Meningkatkan nepotisme menghilangkan aspek demokrasi di dalam internal kepengurusan partai, membuat kepentingan serta visi partai semakin mengecil untuk memenuhi kepentingan beberapa golongan yang ada dalam kekuasaan dan bukan mengedepankan kepentingan kolektif yang secara keseluruhan baik bagi seluruh golongan masyarakat Indonesia. Keanggotaan yang dijalankan melalui organisasi rekrutmen yang 'pilih kasih' akan semakin menghambat suara dari rakyat untuk masuk ke pemerintah, dan harapan akan adanya perubahan fundamental saat terjadinya permasalahan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama jika solusi dari permasalahan tersebut tidak sesuai dengan kepentingan para penguasa partai politik yang ada (Jisman, 2022). Ketidaksesuaian ini kemudian akan menghasilkan jurang yang lebih lebar antara kepentingan masyarakat umum dengan kepentingan elit politik dalam partai, yang dapat dilihat dari bagaimana kebijakan publik yang dibuat oleh para wakil rakyat yang diterima secara tidak baik oleh masyarakat karena adanya perbedaan kepentingan fundamental dibalik pembuatan kebijakan publik itu sendiri.

Solusi utama untuk memberantas nepotisme dalam sistem rekrutmen dan organisasi partai politik di Indonesia dapat dimulai dari tingkat organisasi partai politik yang paling kecil tepatnya melalui kepengurusan daerah dari partai politik itu sendiri. Skala dari kepengurusan daerah yang dapat secara langsung diawasi oleh pihak ketiga seperti NGO atau elemen civil society lainnya akan memungkin adanya proses perekrutan anggota dan organisasi partai politik yang transparan. Secara kolektif, jika banyak kepengurusan partai politik di tingkat daerah telah berhasil mencabut akar nepotisme, maka suara dalam birokrasi partai politik yang berlawanan dengan nepotisme akan dirasakan oleh kepengurusan pusat atau tingkat nasional (Ainurrafik & Indraningrum, 2021). Hal ini akan menghasilkan tekanan politik yang jika makin diperbesar secara kuantitas tidak dapat dihiraukan oleh kepentingan partai. Tekanan politik ini juga dapat diperbesar jika pengurus parpol daerah yang merangkul masyarakat umum dalam visi mereka. Dalam jangka panjang, tekanan politik ini akan dapat secara fundamental menghilangkan ruang bagi nepotisme dalam kepengurusan partai politik dan kemudian menyediakan kerangka kerja bagi regulasi keanggotaan dan organisasi partai politik yang demokratis dan berintegritas.


Kesimpulan

Regulasi keanggotaan dan organisasi dalam partai politik di Indonesia saat ini tidak sesuai dengan kaidah demokrasi sehingga banyak partai politik di Indonesia yang kehilangan integrasi di mata masyarakat umum. Salah satu penyebab utama dari ketidaksesuaian ini adalah maraknya nepotisme dalam proses rekrutmen anggota partai politik sehingga organisasi partai politik oleh kepengurusan partai tidak mencerminkan organisasi demokratis lagi. 

Nepotisme bahkan menurut studi kasus yang dilakukan dalam esai ini telah mencapai tingkat yang berbahaya bagi bangsa Indonesia karena telah menjadi budaya politik dalam banyak partai politik di Indonesia. Oleh karena itu, regulasi keanggotaan dan organisasi partai politik di Indonesia saat ini mengalami disharmonisasi antara kepentingan masyarakat umum yang seharusnya disalurkan oleh partai politik melalui fungsi rekrutmen politik dengan kepentingan pengurus partai yang tidak jarang telah berubah menjadi 'dinasti' dimana regenerasi kekuasaan partai tidak lagi demokratis dan terkesan dilakukan untuk menjaga agar kepengurusan organisasi partai politik hanya berada dalam beberapa anggota tertentu saja.

Disharmonisasi ini tentu bukan merupakan hal yang baik bagi sistem kepartaian Indonesia, regulasi keanggotaan dan organisasi partai politik di Indonesia seharusnya dapat menghasilkan internal partai politik yang juga demokratis. Regulasi keanggotaan dan organisasi tersebut akan dapat mencerminkan transparansi dan kaidah demokrasi yang nantinya akan dilakukan oleh anggota partai politik tersebut jika mereka terpilih sebagai pejabat dalam pemerintahan. Regulasi keanggotaan dan organisasi partai politik kemudian dapat dilihat sebagai intipan atau sneak peek bagi masyarakat umum kedalam prototype pemerintahan yang akan terbentuk jika mereka memilih partai politik dan/atau kadernya dalam pemilihan umum. Hal ini kemudian memberikan perhatian bahwa nepotisme yang dilihat sebagai akar penyebab dari budaya politik yang negatif di partai politik ini sebagai tantangan utama dari adanya regulasi keanggotaan dan organisasi politik yang mencerminkan demokrasi dan integrasi. 

Dalam esai ini telah dibahas bahwa solusi fundamental yang dapat mencabut akar nepotisme dalam kepengurusan partai politik di Indonesia dapat dimulai dari tingkat yang paling kecil yaitu kepengurusan parpol tingkat daerah. Jika dilakukan secara konsisten, maka secara kolektif hal ini akan dapat menghasilkan tekanan politik yang tidak dapat dihiraukan oleh pengurus parpol pusat, dan secara substansial menghilangkan budaya nepotisme dan tentu saja memberikan ruang bagi kerangka kerja pembuatan regulasi keanggotaan dan organisasi partai politik yang demokratis dan berintegritas di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun