Mohon tunggu...
arfandi arfandi
arfandi arfandi Mohon Tunggu... -

lahir di Jambi, aktif di Pusat Kajian Pembangunan Infrastruktur dan Kerjasama Antar Daerah (PIKAD), dari tahun 2005 - sekarang, konsentrasi mensosialisasikan konsep IDFC ( Infrastructur Development and Finacing Community) atau ARISAN PEMBANGUNAN. Konsep ini bertujuan membantu pemerintah kabupaten/kota dalam menyediakan Pembiayaan Infrastruktur Dasar di setiap daerah.Hanya ingi berbuat sesuatu untuk bangsa ini

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mimpi Jadi Bupati

29 September 2010   01:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:53 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka mengeluhkan sekolah, rumah sakit, pasar dan jalan banyak yang rusak tapi tidak diperbaiki. Dengan muka memerah karena malu dan menahan amarah karena ditegur keluarga besar yang peduli,   segera saja semua SKPD dikumpulkan, rapat.

Dari hasil rapat diketahui bahwa infrastruktur yang rusak sebagian besar memang warisan dari pemerintahan Bupati sebelumnya dan berada agak dipinggiran bukan juga daerah yang menjadi pendukung pilkada. Hanya saja daerah tersebut merupakan daerah kawasan ekonomi dengan kegiatan industri manufaktur dan jalan lintasan untuk kegiatan ekspor impor hasil pertanian menuju kepelabuhan dan berfungsi juga sebagai jalan utama tranportasi antar kota antar propinsi.

Setelah didata dan dihitung, menyelesaikannya dibutuhkan anggaran pembangunan sebesar Rp. 125 miliar hanya untuk jalan saja belum termasuk ruang kelas, pasar dan rumah sakit. Bahkan akibat kelalaian para birokrat  tanpa disadari sudah banyak pabrik yang tutup dan pemutusan hubungan kerja dengan karyawannya akibat kondisi infrastruktur yang tak kunjung baik.

Tidak terfikirkan sebelumnya bahwa APBD sebesar Rp.500 miliar  tidak cukup untuk menyelesakan perbaikan infrastruktur nonrecovery yang ada. Ternyata  lebih dari 50 % dipakai untuk biaya rutin termasuk gaji pegawai PNS dan honorer titipan para stakeholder dan 20 % disetor untuk Diknas, sisanya < 30 % untuk belanja pembangunan yang dibagikan ke 14an SKPD. Berarti setiap SKPD rata-rata hanya  mendapatkan Rp. 150 miliar/14 SKPD kurang lebih sama  dengan  Rp.10,70 miliar. Berarti untuk perbaikan jalan pertahun  hanya tersedia anggaran sebesar 10 %  saja atau angaran nya kurang Rp.112,30 miliar. Maka secara terpaksa alokasi untuk dinas yang lain dikurangi untuk dialihkan ke jalan, sehingga SKPD bidang PU mendapat prioritas lebih dulu walaupun totalnya hanya  Rp.45 miliar saja.

Untuk mengatasi masalah kurangnya anggaran, dibentuklah TIM INVESTASI yang tugasnya  mempelari semua regulasi yang ada. Ternyata didalam UU 32/2004 OTDA dan UU 33/2004 Perimbangan  Keuangan serta PP  dan Permennya, bukan penyelesaian masalah yang didapat malah membuat saya sebagai Bupati putus asa.

Masalahnya yang membuat saya putus asa adalah sebagai berikut :

1)      Pada  UU 32/2004 OTODA ternyata kewajiban dalam pembagian tugas dan wewenang, masih banyak yang selama ini belum maksimal tersentuh.

2)      Keterbatasan DAU sebagai daerah yang mempunai  SDA kecil dan hampir habis  sulit untuk  mendapatkan DAU yang lebih besar.

3)      DAK yang diharapkan tidak turun sama sekali sebagaimana usulan yang disampaikan ke Depdagri, Depkeu dan Bappenas, katanya tidak memenuhi syarat. Padahal kabupaten lain setiap tahun mendapatkan DAK melebihi yang diminta. ( kabarnya pake CALO)

4)      Melakukan kerjasama dengan pihak ketiga dengan anggaran multiyear menjadi bumerang, karena Bupati sebelumnya dicurigai kongkalikong  dengan kontraktor. Bahkan untuk proyek yang diprediksi menghasilkan PAD mengikuti Perpres 67 pun batal dilakukan.

5)      Pinjam dari Bank sebagaimana amanat UU pun tidak bisa dilakukan, karena rencana  pinjaman yang berjumlah Rp.100 miliar setelah dihitung tidak akan mampu dikembalikan kalau mengacu kemasa sisa masa jabatan, tinggal 3 tahun. Kalau pun dipaksakan berarti setiap tahun pemda harus bayar ke bank sejumlah Rp.136 miliar atau Rp.41,6 miliar pertahun, berarti selama sisa masa jabatan beberapa SKPD mengalami stagnasi akibat minimnya anggaran belanja pembangunannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun