Era Baru Perkeretaapian
Oleh Arfanda Siregar
Penulis Eksternal Terbaik PT KAI 2016
" Naik kereta api, tut tut. Siapa hendak turut. Ke Bandung, Surabaya, Ayolah kawanku cepat naik. Kereta tak berhenti lama". Bagi pembaca yang lahir di era 1970, tentu ingat lagu tersebut. Lagu yang mengajak pendengar menumpang kereta api kalau mau ke Bandung atau Surabaya seperti isi lagu.
Terbatas, demikian jalur yang dapat dinikmati menggunakan kereta api. Jalur kereta api terpanjang hanya di pulau Jawa, mulai dari Jakarta hingga Surabaya, sedangkan jalur di Sumatera terbatas, apalagi di Sulawesi, Kalimantan, dan Papua, bahkan ada yang belum memiliki jalur kereta api.
Sebagian besar rel kereta api saat ini, masih peninggalan Belanda. Pulau Jawa memang menjadi prioritas pembangunan, sehingga tak usah heran kalau perkembangan perkembangan transportasi kereta api jauh lebih maju dibandingkan pulau yang lain. Dalam buku Aanleg van Staatspoorwagen in Nederlandsch Borneo en Zuid Sumatra (1891), dilampirkan peta rencana pembangunan jalur rel kereta api di Kalimantan bagian selatan dan Sumatera bagian selatan. Namun, jalur tersebut belum terwujud hingga sekarang.
Pada masa itu, kereta api menjadi transportasi publik, terutama rakyat pribumi. Jika berkesempatan tontonlah film lawas Moeder Dao, stasiun kereta api lebih banyak dipadati orang-orang pribumi di Indonesia. Zaman sekarang kereta api pun masih favorit, khususnya ketika masa mudik pada hari raya dan tahun baru. Kementerian Perhubungan memperkirakan mengalami kenaikan jumlah penumpang sebanyak 4,63 persen menjadi 4.113.867 penumpang. Sayangnya, layanan kereta belum menyentuh masyarakat di luar Pulau Jawa dan Sumatera.
Selama ini, perkembangan perkeretaapian masih di pandang sebelah mata oleh pemerintah. Data berbicara bahwa jumlah kereta api Indonesia hanya dua persen dibandingkan dengan moda transportasi yang lain. Bahkan, pertumbuhan lintasan rel kereta api di Indonesia rata-rata 0,2% setiap tahun dan pertumbuhan jumlah  gerbong  hanya 5,8%, jauh dibawah pertumbuhan penumpang kereta api yang  mencapai 10,9%  setiap tahun. Dan parahnya, sejak merdeka, negara hanya membangun rel baru, jaringan Jabodetabek. Panjang rel justru turun 41 persen dibandingkan zaman Belanda.
Padahal, kereta api merupakan sarana transportasi murah, aman, dan megah bagi rakyat. Berdasarkan sebuah studi di Uni Eropa tahun 1996 menyebutkan rasio cost of accident antara transportasi jalan, angkutan udara, dan kereta api adalah 345 : 22 : 6. (Heru Dewanto:2010). Apalagi, dilihat dari segi efisiensi, penggunaan kereta api lebih menghemat BBM dibandingkan mobil pribadi. Begitu juga kemampuan mengangkut penumpang, kereta api bisa mengangkut ribuan penumpang dalam satu trayek.
Era Baru Perkeretapian
Presiden Joko Widodo (Jokowi) termasuk perhatian dengan perkembangan kereta api dibandingkan dengan presiden sebelumnya. Beliau mulai melakukan revolusi besar-besaran pada sektor transportasi publik tersebut agar transportasi publik tersebut menjadi solusi persoalan utama transportasi, seperti macet, tarif mahal, dan waktu tempuh lambat.
Selama lima tahun kepemimpinannya, melalui Kementerian Perhubungan, mengelontorkan anggaran sekitar Rp 234 triliun. Dana tersebut mayoritas dipakai membangun sarana dan prasarana transportasi massal berbasis rel di luar Jawa.
Pemerintah berencana menyambungkan pulau-pulau besar Indonesia, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua dengan jaringan kereta. Kabarnya, Pemerintah akan membangunan jaringan kereta baru nantinya membentang sepanjang 3.258 kilometer (km). Bila terealisasi, maka proyek ini merupakan yang terpanjang pasca era pemerintahan kolonial Belanda. Saat ini, sekitar 985 Km rel yang ada, merupakan peninggalan jaringan kereta era penjajahan.
Sampai akhir tahun 2019, pemerintah berencana menggenjot pembangunan infrastruktur rel kereta api  untuk mewujudkan KA Trans Sumatera yang direncanakan sebagai babak baru penghubung empat pulau luar Pulau Jawa. Nantinya, jalur KA tersebut akan menembus dari ujung Sumatera hingga terhubung dengan Jembatan Selat Sunda untuk menuju Jawa. Pembangunannya ditaksir sekitar Rp60 triliun-Rp 70 triliun.
Program Trans Sumatera dari Aceh hingga Lampung dengan panjang sekitar 2.500 km tersebut dibuat menjadi empat kluster. Kluster pertama di Provinsi Aceh, kluster kedua di Sumatea Utara, kluster ketiga di Sumatera Barat, dan kluster keempat di Sumatera Bagian Selatan. Progress perkembangan pembanguna Koridor KA Trans Sumatera untuk daerah Dumai Provinsi Riau pembangunan rel kereta api sudah dimulai sejak bulan Oktober 2015 lalu. Untuk jalur dari Rantau Prapat, Kabupaten Labuhan Batu ke arah Dumai pengerjaan sudah dimulai dengan melakukan pemerataan tanah sejak bulan Mei 2015.
Bahkan, pembangunan rel untuk daerah daerah Provinsi Jambi sepanjang 218 KM telah selesai pada Juli 2015 dan sekarang masuk tahapan. Design Engineering Detail (DED) untuk pembangunan terowongan KA yang melewati kawasan perbukitan Setinjau Laut di Sumatera Barat telah disiapkan. Jika sesuai rencana tahun 2019, Pulau Sumatera bakal dikelilingi rel kereta api yang siap menjadi alternatif transportasi jalan raya.
Demikian juga dengan Kalimantan. Koridor Trans Kalimantan Progres yang didesain  khusus melintasi jalur perbatasan di Kalimantan Barat (Kalbar) sudah mulai dilaksanakan sejak bulan Juni 2015 lalu. Rel kereta api tersebut dibangun sepanjang 2.428 dan melintas dari Pontianak hingga Samarinda.
Begitu juga di Sulawesi, sedang dibangun Koridor KA Trans Sulawesi yang dibangun menjangkau daerah-daerah penting di Pulau Sulawesi. Proyek perkeretaapian Trans-Sulawesi ditargetkan mencapai panjang 2.000 kilometer dari Makassar ke Manado. Kereta api yang akan dikembangkan di Sulawesi berbeda dengan kereta api yang ada sebelumnya. Kereta api yang akan dibangun di Sulawesi jauh lebih modern dan berkecepatan lebih tinggi.
Cepatnya kemajuan perkeretaapian Indonesia belakangan ini, seharusnya membuat PT KAI (Kereta  Api Indonesia) terus berbenah diri. Kerata api harus menjadi transportasi andalan publik seperti di kota-kota besar dunia. Bukan saja memperbaiki kualitas pelayanan, tetapi yang terpenting lagi adalah membanderol murah harga tiket kepada publik sehingga persoalan tarif perjalanan yang mencekik leher diselesaikan oleh PT KAI. Era baru perkeretaapian Indonesia seperti lagu di era 1970 di atas, namun syairnya berubah menjadi , " Naik kereta api, tut tut. Siapa hendak turut keliling Indonesia dengan harga murah". Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H