Mohon tunggu...
arfanda siregar
arfanda siregar Mohon Tunggu... pegawai negeri -

medan

Selanjutnya

Tutup

Money

Menganakemaskan Kereta Api

20 September 2017   21:42 Diperbarui: 20 September 2017   21:45 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan, pertumbuhan lintasan rel kereta api di Indonesia rata-rata 0,2% setiap tahun dan pertumbuhan jumlah  gerbong  hanya 5,8%, jauh dibawah pertumbuhan penumpang kereta api yang  mencapai 10,9%  setiap tahun. Dan parahnya, sejak merdeka, negara hanya membangun rel baru, jaringan Jabodetabek. Panjang rel justru turun 41 persen dibandingkan zaman Belanda.

Tanggung Jawab Pemerintah

Padahal, penyediaan sarana transportasi murah, aman, dan megah bagi rakyat merupakan tanggung jawab pemerintah, public servant.  Berdasarkan sebuah studi di Uni Eropa tahun 1996 menyebutkan rasio cost of accident antara transportasi jalan, angkutan udara, dan kereta api adalah 345 : 22 : 6. (Heru Dewanto:2010). Apalagi, dilihat dari segi efisiensi, penggunaan kereta api lebih menghemat BBM dibandingkan mobil pribadi. Lalu, mengapa mengapa pemerintah mengabaikannya?

Pemerintah tergolong gagal menyediakan sarana transportasi yang aman, murah, dan megah bagi masyarakat. Lihat saja di kota besar, kemacatan sering kali membuat rakyat membutuhkan waktu lebih lama agar sampai ke tujuan.

Kecelakaaan di jalan raya akibat supir yang tancap gas bagai kesetanan demi setoran juga kerap mengusik ketenangan perjalanan rakyat. Jalan raya menjadi saksi bisu atas ribuan kecelakaan yang mengorbankan nyawa rakyat tak berdosa.

Begitu juga, pelayanan transportasi udara dan transportasi laut. Bisa dikatakan belum mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik. Bukan saja harga tiket yang dipatok selangit, tetapi juga kerap melupakan standar pelayanan publik, sehingga pengguna jasa transportasi  tak mendapatkan pelayanan yang nyaman dan aman.

Terlebih lagi, pascapencabutan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM), praktis rakyat di negeri ini membeli BBM sesuai dengan harga internasional yang sering kali berfluktuatif. Tarif angkutan umum pun berubah-ubah seiring dengan perubahan harga BBM dunia. Rakyat mengeluh, pengusaha transportasi hanya peka terhadap kenaikan harga BBM, sedangkan ketika harga BBM turun, tarif angkutan umum tidak langsung turun.

Sebenarnya, sengkarut masalah transportasi nasional tersebut dapat tuntas kalau pemerintah menganakemaskan kereta api. Kereta api merupakan transportasi massal yang mampu memecahkan persoalan transportasi, namun entah mengapa pemerintah seolah tak hirau dengan keberadaan alat transportasi yang dekat dengan rakyat tersebut. Mungkin, karena kebanyakan pengguna kereta api adalah rakyat kecil membuat pemerintah tak berpihak kepadanya.

Coba saja bayangkan, perbandingan subsidi negara per penumpang untuk KA Rp 2.600, Pelni Rp 400.000, dan penerbangan perintis jauh lebih mahal menunjukkan rendahnya perhatian negara kepada kereta api. Bahkan, subsidi BBM yang diberikan kepada kereta api  hanya Rp.2.1 triliun tahun 2017 atau 2 persen dari subsidi BBM yang mencapai hampir Rp.100 triliun. Mengapa dengan subsidi yang lebih murah, pertumbuhan kereta api tak kunjung dipacu agar melintasi seluruh negeri?

Keberadaan kereta api di dunia ini merupakan jawaban dari kebutuhan trasportasi rakyat.  Kewajiban pemerintah adalah menyediakan kereta api dengan pelayanan terbaik, terjangkau rakyat, dan aman dari kecelakaan. Saatnyalah pemerintah Joko Widodo yang komitmen membangun infrastruktur untuk kemajuan bangsa mulai menganakemaskan kereta api. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun