Mohon tunggu...
arfanda siregar
arfanda siregar Mohon Tunggu... pegawai negeri -

medan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Medan Lautan Sampah (HHD2015)

24 September 2015   13:53 Diperbarui: 24 September 2015   14:19 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 

 

            Meskipun tampak sepele, gunungan sampah yang bertebaran di penjuru Kota Medan membuat para pecinta pemukiman layak huni geregetan juga. Bayangkan saja, tempat pembuangan sampah di sekitar pemukiman penduduk hampir tak ada berdiri, punah.

            Tempat sampah, baik yang permanen maupun yang fleksibel seperti kotak sampah nyaris tak terlihat. Masyarakat pun mengambil keputusan membuang sampah di lahan kosong yang sesungguhnya bukan tempat pembuangan sampah.

Buah Pertumbuhan Ekonomi

            Memang tingginya produksi sampah warga Medan merupakan berkah dari pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi selalu diiringi oleh peningkatan pendapatan yang berujung pada peningkatan konsumsi masyarakat.

            Penelitian menunjukkan apabila rata-rata pendapatan penduduk kota meningkat 1% saja, sampah kota akan bertambah 0,34%, demikian kajian Beede dan Bloom (1955). Dengan pertumbuhan ekonomi Medan yang mencapai 6 persen pada tahun lalu seharusnya diiringi dengan komitmen pemerintah daerah menambah anggaran sampah sebanyak lebih kurang 2.04 persen. Dan jika selama 10 tahun pertumbuhan setiap tahun mencapai 6 persen seharusnya pemerintah daerah menambah anggaran sampah mencapai 20.4 persen.

            Padahal, faktanya tidak demikian. APBD Kota Medan sangat minim menganggarkan dana untuk menanggulangi sampah. Mungkin merasa  sampah tidak menguntungkan, membuat perhatian pemerintah kota (pemkot)  sangat minim. Sudah bukan rahasia umum, selama ini yang menjadi pertimbangan utama pemkot atas sebuah kebijakan adalah "kontribusi PAD", bukan atas pertimbangan "kepentingan" semua warganya, seperti kebijakan pemanganan sampah masyarakt yang telah merusak ruang publik. Tak percaya, sekali-sekali coba saja Anda ke Medan, sampah bertebaran di mana-mana.

Meretakkan Hubungan Sosial

            Padahal, dampak minimnya sarana dan prasarana pembuangan sampah warga bukan sekadar membuat kualitas kesehatan dan lingkungan menurun. Terlebih lagi dapat membuat retaknya hubungan sosial masyarakat, yang bisa berujung budaya kekerasan. Pertama, serakan sampah di pemukiman masyarakat telah memacu kecemburuan sosial. Bukan rahasia umum lagi, persoalan ketiadaan tempat pembuangan sampah justru terjadi di daerah  padat penduduk, yang sebagian besar warganya tergolong kelas menengah ke bawah. Sementara itu, pemukiman elite sama sekali tak mengalami persoalan sampah. Akibatnya, sering sekali masyarakat yang mengalami persoalan sampah tersebut membuang sampahnya ke tanah kosong dan daerah yang dihuni masyarakat mampu. Tanah kosong, rumah tak berpenghuni, dan jalan di sekitar pemukiman elite menjadi sasaran tempat pembuangan sampah penduduk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun