Pagi buta di Jakarta sebelum baskara menyinari bumi pertiwi, lalu terdengar suara alarm yang berbunyi keras dari handphone, suara yang keras itu mengganggu dan membangunkannya dari lelapnya tidur dan indahnya mimpi saat diranjang yang nyaman, lalu ia beranjak dari kasur menuju ke kamar mandi.
Setelah beberes ia langsung bersiap menyambut hari yang pahit kembali ditempat kerjanya yang membosankan, kemudian ia berpamitan dengan orang tuanya sebelum meninggalkan rumah yang menurutnya tempat ternyaman dan beranjakan kaki menuju dunia yang keras dengan bermodalkan harapan dan cita-cita yang ia angankan sejak kecil, yaitu menjadi seorang Direktur perusahaan.
Ia berangkat tanpa mengisi perut dengan beberapa makanan untuk dilahap, ia hanya meminum teh saja yang menurutnya cukup untuk menjalani harinya.Â
Ia harus melakukannya dikarenakan Wanda harus menghemat biaya selain untuk memenuhi kebutuhan hidup ia juga membiayai adik yang masih sekolah dan kedua orang tuanya yang saat ini sudah memasuki usia senja, untuk menambah biaya kehidupan keluarganya ia harus bekerja di suatu cafe yang dekat dengan rumahnya.
Wanda rela membanting tulang ketika seluruh teman-temannya melanjutkan pendidikan setelah lulus SMA, namun tidak untuk Wanda, saat di SMA ia adalah siswa yang berprestasi yang diperolehnya, tapi seperti pepatah "Piala itu hanya piala kosong yang tidak bernilai kebahagiaan", hanya sesaat namun tak membantunya dalam mendapatkan beasiswa untuk berkuliah.
Kemudian Wanda berangkat menuju tempat kerjanya dengan menggunakan Transjakarta, Halte Transjakarta sangat dekat dari kediamannya dan jika menuju kantor hanya butuh waktu 30 menit, karena efisiensi waktu dan lebih murah ketimbang menggunakan kendaraan pribadi yang harus mengantri di SPBU dan juga harga bensin yang saat ini sedang melambung.
Namun ayahnya selalu menawarkan untuk mengantarkannya ke tempat kerjanya, tapi ia tidak mau merepotkan sang ayah, tapi jika dihitung-hitung ketika ia menggunakan Transjakarta ia hanya mengeluarkan uang sekitar dua ribu rupiah saat pagi hari dan tiga ribu lima ratus rupiah saat pulang kerumah dan itu bisa menghemat biaya kehidupannya.
Pagi itu Transjakarta sedang sepi karena belum masuk jam sibuk, jalanan Jakarta juga belum seramai kala motor dan mobil saling bersaing untuk sampai ketempat kerja dan tukang bubur telah keluar menuju pasar, saat menunggu di halte di Transjakarta ia bertemu dengan salah satu teman sekolahnya dulu, ia saat ini berkuliah di salah satu Universitas Negeri di Jakarta, ia menyapa Wanda dan sedikit berbincang sebelum berangkat.
"Wanda... Sudah lama tak jumpa"
"Iya, kau Rina bukan? apakabar?
"kamu, mau kuliah Rin?"