Mohon tunggu...
Ruth Erica Margaret
Ruth Erica Margaret Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

currently writing

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

AI vs Jurnalis: Kolaborasi atau Kompetisi?

14 Desember 2024   01:20 Diperbarui: 14 Desember 2024   01:26 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Berbicara mengenai kemajuan teknologi memang tidak akan ada habisnya. Akan selalu muncul revolusi-revolusi baru yang hadir seiring perkembangan zaman.  Mengutip dari salah satu pendapat ahli, yaitu Prayitno dan Ilyas, teknologi adalah seluruh perangkat, ide, metode, teknik benda-benda material yang digunakan dalam waktu dan tempat tertentu untuk memenuhi kebutuhan manusia. Mengacu pada pengertian teknologi tersebut, kata “memenuhi kebutuhan manusia” menjadi poin penting yang seringkali disalahartikan oleh kebanyakan orang. Teknologi bukanlah sesuatu yang “menggantikan” manusia. Teknologi berfungsi untuk “memenuhi” kebutuhan manusia.  Seolah-olah teknologi dapat sepenuhnya menggantikan posisi manusia di kehidupan nyata, padahal nyatanya teknologi tidak dapat bekerja sepenuhnya tanpa adanya campur tangan keduanya.

Kemajuan teknologi berdampak luas pada berbagai aspek, yaitu kesehatan, pendidikan, sosial, budaya, informasi, dan lain sebagainya. Salah satu dampak dari kemajuan teknologi tersebut adalah munculnya Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang akhir-akhir ini kembali menjadi tren di kalangan masyarakat Indonesia di era industri 4.0 menuju 5.0 ini.

Hadirnya kecerdasan buatan ini tak lepas dari pesatnya perubahan teknologi yang akhirnya “memaksa” berbagai sektor di belahan industri untuk terus beradaptasi, termasuk industri media, khususnya di bidang jurnalisme. Kecerdasan buatan di tengah-tengah masyarakat menjadi landasan yang kuat tercapainya revolusi digital guna memenuhi kebutuhan manusia sekaligus mengatasi permasalahan sosial.

Rich dan Knight (1991) mengatakan bahwa Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan adalah sebuah studi tentang bagaimana komputer dapat membuat melakukan hal-hal yang ada saat ini dapat dilakukan juga oleh manusia. Menurut Ahmad A. (2017) Artificial Intelligence adalah sebuah kecerdasan buatan dengan penggunaan teknik meniru kecerdasan yang dimiliki oleh makhluk hidup untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Perkembangan AI saat ini cukuplah pesat. Berbagai negara di belahan dunia telah menggunakan AI untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Korea Selatan,  salah satu negara maju di dunia, menggunakan teknologi kercerdasan buatan Cerviray A.I. Cerviray A.I. sendiri merupakan teknologi yang dapat mendeteksi kanker serviks noninvansif yang diluncurkan oleh Pyridam Farma (PYFA) bersama perusahaan Artificial Intelligence (AI) di bidang kesehatan Korea Selatan. Selanjutnya, di negara Jepang teknologi kecerdasan baru-baru ini muncul dari tren manga, yaitu hadirnya Cyberpunk: Peach John. Cyberpunk: Peach John merupakan manga pertama yang digambar oleh AI. Di Indonesia sendiri kehadiran Artificial Intelligence juga mengalami perkembangan yang cukup pesat sejak beberapa tahun yang lalu. Pada tahun 2020, WhatsApp meluncurkan kampanye “Jari Pintar ABC” dengan membuat chatbot yang dapat melakukan verifikasi fakta mengenai sesuatu agar terhindar dari adanya hoaks. Selain itu, teknologi AI yang baru-baru ini menjadi tren di kalangan masyarakat Indonesia adalah munculnya ChatGPT. Pada tahun 2020, OpenAI, perusahaan riset kecerdasan buatan di San Fransisco, resmi memperkenalkan  teknologi yang memungkinkan penggunanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan kepentingan manusia.

Dengan hadirnya kemajuan teknologi berbasis kecerdasan buatan tersebut akhirnya membuat spekulasi bahwa kecerdasan buatan digadang-gadang dapat menggantikan posisi manusia. Dalam hal ini, salah satu bidang yang menjadi perbincangan hangat belakangan ini adalah di bidang jurnalisme yang ditandai dengan hadirnya presenter AI pertama di Indonesia. Tepat pada Hari Kartini beberapa tahun lalu, yaitu 21 April 2021, TVOne memperkenalkan tiga presenter AI mereka. Ketiga presenter yang diketahui bernama Nadira, Sasha, dan Bhoomi tersebut tampak membawakan berita dalam acara TVOne.

Lantas, apakah kecerdasan buatan atau AI nantinya akan mempengaruhi elemen-elemen lain yang ada pada bidang jurnalisme lainnya, khususnya posisi daripada jurnalis itu sendiri? Pada dasarnya, hadirnya sebuah inovasi pastinya akan menimbulkan dampak positif dan negatif. Meskipun kehadiran kecerdasan buatan dapat meringankan pekerjaan manusia, tetapi perlu digarisbawahi apakah kecerdasan buatan tersebut sungguh-sungguh dapat menggantikan posisi manusia sepenuhnya? Menurut saya tidak. Selain menyajikan berita kepada masyarakat, kinerja seorang jurnalis harus dilandasi ole empati, edukasi, dan tentunya etika. Itu sebabnya terdapat kode etik jurnalistik yang hanya dapat dilakukan oleh manusia. Kecerdasan buatan yang merupakan teknologi semata tidak memiliki nilai-nilai tersebut.

Berbicara mengenai dunia jurnalis juga menurut saya erat kaitannya dengan seni. Menulis berita sesungguhnya membutuhkan keterampilan seni, seperti pada pembuatan feature berita. Lagi-lagi, kecerdasan buatan tidak memiliki “unsur” seni tersebut. Meskipun didesain dengan memiliki kapasitas pencaharian informasi yang cepat, kecerdasan buatan yang dibuat oleh manusia juga berpotensi untuk mengalami kesalahan apabila tidak diverifikasi juga oleh manusia. Bahasa-bahasa yang digunakan pada teknologi kecerdasan buatan juga cenderung sulit untuk dipahami oleh manusia pada umumnya karena tidak melalui proses pengeditan layaknya jurnalis pada umumnya. Lalu bagaimana solusi dari situasi ini? Apakah kita harus menghindari perubahan?

Sumber: Pinterest 
Sumber: Pinterest 

Kembali ke poin awal seperti yang telah ditekankan di awal, yaitu mengenai manfaat dari kecerdasan buatan itu sendiri. Keberadaan kecerdasan buatan memang tidak dapat menggantikan posisi jurnalis, tetapi keberadaan kecerdasan buatan dapat membantu segala kepentingan jurnalis. Para jurnalis dapat berkolaborasi dengan kecerdasan buatan manusia dalam melakukan aktivitas jurnalisnya, dari mulai mencari informasi, menyusun kerangka berpikir, mentranskripsi hasil wawancara audio dan video, dan sebagainya. Berbagai macam kecerdasan buatan telah didesain guna mempermudah pekerjaan jurnalis, tetapi hal itu tidak dapat menggantikan posisi jurnalis begitu saja. Keduanya harus berjalan beriringan dan berkolaborasi daripada berkompetisi. Dengan berkolaborasi, jurnalis dan kecerdasan buatan akan menghasilkan suatu kinerja yang baik di masa depan nantinya. (reth)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun