Mohon tunggu...
Ruth Erica Margaret
Ruth Erica Margaret Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Tidar

currently writing

Selanjutnya

Tutup

Love

Hati-hati! Ini 4 Tanda Bahaya dalam Hubungan yang Harus Kamu Waspadai!

12 Desember 2024   16:43 Diperbarui: 12 Desember 2024   16:42 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hubungan yang sehat membutuhkan pola interaksi atau komunikasi yang baik. Namun, tahukah kamu, terkadang ada pola komunikasi yang berbahaya bagi suatu hubungan. John Gottman, seorang ahli psikolog dan relasi sosial, mengidentifikasi empat tanda yang ia sebut sebagai four horsemen of the relationship apocalypse—empat penunggang kuda kiamat hubungan. Tanda-tanda ini bisa menjadi indikator hubungan kamu dengan pasangan sudah mulai retak. Tetapi kamu gak perlu khawatir, jika kamu bisa mengenali tanda-tanda ini sejak dini. Jadi, kamu masih punya kesempatan untuk memperbaikinya. Mari kita bahas satu persatu apa saja 4 warning signs dalam suatu hubungan menurut Gottman.

1) Criticism (Kritik)

Sebelumnya, mari kita awali dengan memahami perbedaan antara complaint (keluhan) dan criticism (kritik). Complaint atau keluhan merupakan ekspresi dari kebutuhan yang tidak terpenuhi. Dalam hal ini, kritik mengacu pada suatu hal yang diinginkan oleh pasangan tetapi tidak terpenuhi. Misalnya, “Aku ingin lebih banyak waktu bersama kamu.” Itu adalah ke yang mengarah pada kebutuhan emosional. Berbeda halnya dengan kritik yang cenderung menyerang tindakan atau karakter pasangan secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. Misalnya, “Kamu tuh gak pernah ada waktu buat aku. Aku ini masih pacar kamu ga sih?!” Dengan demikian, kritik cenderung bersifat menuding atau menyalahkan pasangan. Kritik berpotensi merusak suatu hubungan karena fokusnya bukan pada kebutuhan, melainkan pada kesalahan pasangan. Salah satu cara untuk menghindari kritik adalah dengan menggunakan prinsip fighting fairly yang diterapkan oleh Gottman. Gunakan kalimat yang dimulai dengan kata “I” (Saya/aku) alih-alih “You” (Kamu). Sebagai contoh, lebih baik mengatakan, “Aku merasa kesepian karena kurang waktu bersama kamu,” daripada “Kamu egois, nggak pernah peduli sama aku dan nggak pernah ada waktu buat aku,”

2) Contempt (Menghina atau Merendahkan)

Apabila warning signs kritik tidak terselesaikan dengan baik, sebuah kritik akan berpotensi berkembang menjadi contempt atau penghinaan. Contempt merupakan tanda yang sangat berbahaya dalam hubungan karena dapat merusak komunikasi dalam jangka waktu yang panjang. Contempt adalah bentuk perasaan yang berubah dari rasa suka atau cinta menjadi rasa tidak hormat, bahkan bisa jijik atau ilfeel terhadap pasangan. Misalnya, jika kamu berkata, “Kamu tuh udah malas, nggak bisa apa-apa lagi! Kalau nggak sama aku, siapa yang mau sama orang kayak kamu?” Ini merupakan contoh penghinaan yang menyerang karakter pasangan. Contempt jauh lebih berbahaya daripada kritik karena menyerang pribadi pasangan. Penghinaan dapat merusak harga diri pasangan dan menyebabkan perasaan tidak berharga yang bertahan lama. Ini bisa menjadi salah satu bentuk verbal abuse yang sangat merusak hubungan. Jika perasaan contempt semakin mendalam, hubungan bisa kehilangan rasa cinta dan ketertarikan, bahkan mengakibatkan pasangan mengalami low self-esteem. Beberapa bentuk contempt lainnya selain penghinaan, di antaranya yaitu name-calling, konteks candaan yang menyerang karakter dan fisik pasangan, dan lain sebagainya. Their focus turns to abusiveness toward each other (Gottman & Notarius, 2002). 

3) Defensiveness (Pembelaan Diri)

Pada saat tanda bahaya kritik dan penghinaan terus berlanjut tanpa adanya penyelesaian, hal yang umum terjadi adalah terjadinya defensiveness, yaitu pembelaan diri. Ini adalah mekanisme pertahanan yang muncul untuk melindungi diri dari serangan. Namun, pada akhirnya pertahanan diri ini justru menghambat penyelesaian masalah pada kedua belah pihak dalam suatu hubungan. Defensiveness mengakibatkan kedua pihak lebih fokus untuk menyalahkan satu sama lain daripada berusaha mencari solusi. Misalnya, ketika pasangan mengeluh tentang pasangan yang telat menjemput, respons seperti, “Yaelah, telat dikit kok! Kenapa sih gitu aja sewot?” atau "Emang kamu nggak ngerti aku capek? Cerewet banget sih!” hanya akan memperburuk keadaan. 

Terdapat beberapa taktik defensiveness yang seringkali muncul dalam suatu hubungan, yaitu:

  • Denying responsibility (Menyangkal tanggung jawab dan menyalahkan keadaan) Sebagai contoh, “Bukan salah aku telat, kelasnya tuh yang lama selesainya!”
  • Making excuses (Mencari alasan untuk tidak merasa bersalah) Sebagai contoh, “Terus aku harus gimana? Kamu kira kamu doang yang capek? Aku juga capek kali!”
  • Menyatakan ketidaksetujuan atas pernyataan yang kamu berikan. Sebagai contoh, “Emangnya kamu pikir aku gak peduli sama kamu? HAH?! Coba deh kalo ngomong dipikir baik-baik!”
  • Cross-complaining (Membalas mengeluh tanpa menyelesaikan masalah) Sebagai contoh, “Kamu tuh gampang banget sewot! Gak bisa sehari aja nggak marah?”

Yah, kalau sudah saling membela diri begini, bukannya menyelesaikan masalah yang ada menimbulkan masalah baru lagi. 

Sumber: Soompi
Sumber: Soompi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun