Sejauh mata memandang, rasanya ingin menapaki jalan-jalan yang dipenuhi dengan perkebunan Sawi, Brogoli, Tomat, yang dihiasi dengan pagar bambu yang masih memajang. Desa yang ada di kaki gunung Merbabu ini terlihat tenang dengan suhu udara yang nyaman. Desa tersebut adalah desa Jogonayan, kecamatan Ngablak, kabupaten Magelang, propinsi Jawa tengah.
Perkebunan selalu diselimuti awan, membawa manfaat bagi Masyarakat Jogonayan, namun keadaan hawa terasa dingin di waktu siang ataupun malam. Mendaki gunung Merbabu akan melewati desa ini, desa paling hijau selama saya temui. Di tempat ini pula saya menemui aneka ragam tanaman hampir semua ada. Apabila anda berkujung ke sana akan diberikan secara cuma-cuma oleh masyarakat. Enak bukan, he,,he
Sebagian lahan tidak hanya dikelola oleh masyarakat Jogonayan, ada juga yang dikelola oleh Asing. Masyarakat menjadikan pekerjaan di kebun yang dikelola Asing sebagai nilai tambah. Saya dan teman-teman mempunyai kesempatan bertemu sama pak mandor, juragan Tomat yang membawahi miliknya Asing. Siapa pemilik kebun tomat ini pak mandor?, tanyaku. Miliknya Jepang, jawabnya. Mengapa tidak dikelola Pemerintah Daerah dan bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Para Pekerja digaji berapa pak mandor?. Para pekerja digaji Rp. 45.000 setiap kali kerja. Ada dua sift dalam pembagian waktunya, yaitu pagi dan siang, pagi dimulai dari jam 07:00-12.00, sedangkan siang mulai dari jam 13.00-16.00. Outputnya adalah biji yang kemudian dikirim ke Jepang untuk ditanam, timpalnya. Akhirnya saya menemukan sebuah titik kesimpulan bahwa tidak semua produk Jepang itu murni dari Jepang, aslinya dari Indonesia diganti lebel menjadi produk Jepang.
Seletah seharian jalan-jalan ke kebun tomat di desa Jogonayan, saya melepaskan lelah di rumah pak juragan, ngobrol hangat kas desa Jogonayan yang begitu ramah dan baik.
Pahitnya pendidikan di desa Jogonayan
Desa Jogonayan salah satu desa yang mempunyai reputasi ekonomi yang baik, dan sumber daya alam juga bagus. Dekatnya desa dengan gunung Merbabu membuat pertanian holtikultura selalu panen, namun ironisnya tingkat pendidikan anak didik setempat masih rendah, rata-rata sekolah dasar sampai SMP dan SMA. Dan sebagian kecil yang melanjutkan ke sekolah menengah atas (SMA), masalahnya tetap klasik yaitu ekonomi. Kurang percaya akan hal tersebut akhirnya saya memanggil dua anak yang lagi asyik bermain, kok tidak sekolah dek? Tanyaku. Sekolah boleh, tidak sekolah tidak apa-apa, jawabnya.
Kenyataan ini berbanding terbalik dengan keadaan desa yang rata-rata masyarakatnya memiliki lahan pertanian sebagai penghasilan. Ada ketidak seimbangan antara pemasukan dan pengeluran dari usaha pertanian.
Indonesia belum sepenuhnya memberikan akses pendidikan yang baik pada masyarakat desa dibuktikan dengan mahalnya biaya pendidikan, oleh karena itu harus ada proteksisasi dalam biaya pendidikan, salah satunya adalah penggunaan asuransi pendidikan. Sebenarnya pengakuan negara terhadap kewajiban konstitusionalnya untuk memenuhi hak setiap setiap individu yang menjadi warga Negaranya semakin diperkuat dengan lahirnya berbagai kebijakan yang secara khusus ditujukan untuk pemenuhan hak tersebut;
- UU Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
- UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
- UU Nomor 22 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan bahkan untuk menjami bahwa pemenuhan berbagai hak dasar tersebut diselenggarakan secara adil dan berkualitas
- Pemerintah melahirkan UU No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik serta kebijkaan lain yang bertujuan untuk menjamin pemenuhan hak tententu, mulai dari kebijakan nasional hingga kebijakan pada tingkat kabupaten/kota bahkan desa.
Asuransi Pendidikian untuk Desa
Desa menjadi tempat lapangan dalam mengenalkan asuransi pendidikan pada masyarakat. Upaya sosialisasi asuransi pendidikan adalah meningkatkan keterbukaan pendidikan di Indonesia.
Idealnya yang membedakan antara masyarakat desa dengan kota adalah menejemen of financial (memenjmen dana). Masyarakat desa mempunyai lahan pertanian sebagai penghasilan namun tidak punya pengetahuan dalam menejemen financial (penengelolaan dana) maka pendidikan akan tetap rendah karena belum bisa memproteksi diri. Salah satu contoh adalah lahan tomat salah satu milik warga desa Jogonayan, panennya satu minggu satu kali, dalam perhitungannya empat kali dalam satu bulan adalah 2000.000, dalam perhitungannya laba bersih minimal yang di dapat Rp. 1000.000. Orang yang hidup di kota rata-rata mempunyai pengetahuan tentang menejemen financial, sehingga kualitas hidup di kota lebih baik.
Asuransi pendidikan perlu dikenalkan di desa-desa agar anak didik bisa hidup lebih baik. Anak didik adalah harapan bangsa dalam membangun Negara. Desa adalah pejuang pertanian yang lahir dengan has budaya daerah yang beda-beda. Mengingat nasib petani yang baru-baru ini mengalami pengurangan, tidak bangga menjadi petani karena kurang sejahtera.
Pendidikan anak membutuhkan perencanaan yang matang untuk masa depan yang lebih baik, tidak ada cara kilat dalam waktu tertentu. Asuransi pendidikan alternatif perencanaan pendidikan anak didik. Sehinnga tidak menjadi beban bagi negara.
Pendidikan pondasi nomor wahid dalam pembangunan Negara, setelahnya ekonomi dan kesehatan. saya dan teman-teman telah melakukan upaya dengan penyuluhan pada masyarakat Desa ketika ada acara muslimatan dan acara lainnya, alhamdulillah ternyata masyarakat intraktif. Semoga upaya ini ditindak lanjuti oleh pemerintah, swasta, dan teman-teman yang mau berkunjung ke sana, karena masyarakat Desa sudah terbiasa melakukan pinjaman pada suatu lembaga keuangan, namun untuk produk lainnya masih kurang memahami seperti Asuransi pendidikan, tabungan dan lainnya, padahal penghasilannya bisa mencukupi apabila dikelola dengan baik. [] Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H