Selanjutnya, CGP melaksanakan Demonstrasi Kontekstual dengan mewawancarai 2-3 kepala sekolah. Tujuan pembelajaran ini yaitu, melakukan suatu analisis atas penerapan proses pengambilan keputusan berdasarkan pengetahuan yang telah dipelajari tentang berbagai paradigma, prinsip, pengambilan dan pengujian keputusan di sekolah asal masing-masing dan di sekolah/lingkungan lain. Pada alur ini, saya mewawancari Bpk. Sabarudin, M.Pd. (kepala SMAN 1 Manggar), Bpk. Kemas Akhiriyan, M.Pd.I (kepala SMAN 1 Simpang Pesak), dan Ibu Shintaria, S.Pd (kepala SMPN 4 Manggar).
Setelah melakukan pembelajaran ini, saya mendalami materi di alur Elaborasi Pemahaman bersama Instruktur Nasional secara daring dan selanjutnya membuat produk penugasan (tulisan) di alur Koneksi Antar Materi. Tujuan dibuat penugasan ini yaitu sebagai kesimpulan (sintesis) dari keseluruhan materi yang didapat, dengan beraneka cara dan media. Kemudian juga melakukan refleksi bersama Fasilitator untuk mengambil makna dari pengalaman belajar dan mengadakan metakognisi terhadap proses pengambilan keputusan yang telah dilalui, serta menggunakan pemahaman baru untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan yang dilakukan kedepan.
Pada tahap Aksi Nyata, CGP mempraktikkan proses pengambilan keputusan, paradigma, prinsip, dan pengujian keputusan di sekolah CGP. Kami berkesempatan mendiskusikan pengalaman dan refleksi dari aksi nyata ini bersama pendamping pada saat Pendampingan Individu 5 (Mei 2023). Namun pada produk pada jadwal alur ini, kami membagikan pengalaman dan pengetahuan yang didapat selama mempelajari modul ini melalui berbagai media, termasuk situs portofolio digital, agar jiwa dari pengambilan keputusan sebagai pemimpin bisa semakin kuat, dikenal, dipahami, serta dipraktikkan di Indonesia.
ARTICULATION OF LEARNING
Materi modul 3.1 tentang Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin ini banyak mengajarkan hal baru dan penting bagi hidup saya. Dengan rincian materi tentang sekolah sebagai institusi moral, yaitu sebuah miniatur dunia yang memiliki kontribusi kepada terwujudnya budaya, nilai-nilai, dan moralitas dalam diri setiap murid. Perilaku warga sekolah dalam menegakkan penerapan nilai-nilai kebajikan yang diyakini dan dianggap penting oleh sekolah, adalah teladan bagi murid. Kepemimpinan kepala sekolah dan guru sebagai pemimpin pembelajaran tentunya berperan sangat besar untuk menciptakan sekolah sebagai institusi moral.
Selanjutnya ada prinsip-prinsip etika, yaitu prinsip yang didasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati dan disetujui bersama. Hal ini terjadi dengan tidak memandang latar belakang sosial, bahasa, hingga SARA (suku, agama, ras dan antargolongan).
Ada pula istilah dilema etika dan bujukan moral. Dilema etika adalah ketika ada suatu situasi yang saling berbenturan yang sama-sama memiliki kebenaran (benar vs benar), biasanya benturan ini terjadi antara regulasi dan aspek kemanusiaan. Misalnya, ada siswa yang datang terlambat ke sekolah, namun sebenarnya ia terlambat karena menolong orang tuanya berjualan ke pasar.
Sedangkan bujukan moral adalah ketika ada situasi benar vs salah. Artinya, ada situasi yang benar secara regulasi namun bertentangan dengan kepentingan tertentu karena dilakukan dengan cara dan peruntukan yang salah. Misalnya, ada penerimaan dana sponsorship dari pihak swasta untuk suatu kegiatan sekolah. Ketika uang bantuan itu telah digunakan dan masih tersisa, maka ada inisiatif dari orang-orang tertentu untuk membujuk penggunaan uang tersebut ke arah yang kurang tepat. Misalnya untuk makan-makan, jalan-jalan, dll. Hal inilah yang menjadikan situasi ini disebut dengan bujukan moral.
Selain itu, ada pula materi 4 paradigma pengambilan keputusan, yaitu kerangka berpikir pengambilan keputusan yang terdiri dari: 1) Individu vs kelompok; 2) Keadilan vs kasihan; 3) Kebenaran vs loyalitas; 4) Jangka pendek vs jangka panjang, serta ada pula 3 perspektif pengambilan keputusan, yakni: 1) Berpikir berbasis hasil akhir; 2) Berpikir berbasis kepedulian; dan 3) Berpikir berbasis peraturan.