Mohon tunggu...
Ares Faujian
Ares Faujian Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Manggar Prov. Kep. Bangka Belitung

Saya berprofesi sebagai guru Sosiologi di SMA Negeri 1 Manggar dan juga aktif sebagai penulis serta editor buku/ artikel di Kep. Bangka Belitung. Selain pernah mendapatkan penghargaan literasi dari Bupati Belitung Timur hingga Ketua DPRD Belitung Timur tahun 2020. Beberapa prestasi dan apresiasi yang pernah saya raih di tingkat regional dan nasional, yaitu: (1) Lulus seleksi dan dipilih sebagai Fasilitator Literasi Baca-Tulis Tk. Regional Sumatra oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemdikbud RI tahun 2019; (2) Terbaik/ Juara III Nasional Guru Dedikatif dan Inovatif Kemdikbud RI tahun 2020, sehingga diapresiasi pula menjadi Agen Penguatan Karakter (APK) oleh Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemdikbud RI tahun 2020; (3) Anugerah Pegiat Literasi “Parasamya Suratma Nugraha” oleh Yayasan Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat tahun 2021; (4) Penghargaan ”10 Penulis Terbaik Kompetisi Opini Tingkat Nasional” oleh Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI) Tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi sebagai Pemimpin Pembelajaran dalam Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan

15 April 2023   16:45 Diperbarui: 15 April 2023   16:47 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara (KHD) dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

KHD mengarahkan perilaku belajar dan watak siswa di sekolah dengan menitikberatkan pada peran pendidik sebagai pemimpin pembelajaran. Pendidik ini diibaratkan seperti seorang petani atau tukang kebun, dan siswa adalah benih tanaman yang ditabur petani (guru) di  lahan (sekolah).

Setiap bibit tanaman (siswa) ditanam dan dirawat secara berbeda. Misalnya, penanaman dan perawatan tanaman padi akan berbeda caranya jika berbicara versi jagung. Hal ini termasuk pula berbicara lahan garapan yang kurang subur sekali pun. Artinya, guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran yang 'menuntun' sangat esensial perannya di kelas, dimana peran pendidik ini ialah memberikan bimbingan dalam menentukan arah perkembangan anak. Ia harus memastikan bahwa anak-anak berada di jalan yang benar, tidak tersesat, dan bahkan tidak membahayakan bagi diri mereka sendiri.

Proses 'menuntun' ini berpedoman pada Pratap Triloka, yakni semboyan "ing ngarso suntulodo", yaitu guru sebagai teladan dan pemberi contoh. Ada pula "ing madyo mangun karso", yakni guru sebagai pembangun semangat dan asa peserta didik, dan "tut wuri handayani", ialah  guru sebagai pendorong dari proses pendidikan si anak.

Dalam filosofi pendidikannya, KHD mengingatkan para pendidik untuk proaktif dan merangkul serta mengawal perubahan, termasuk mengambil keputusan-keputusan yang berpihak pada murid. Pengambilan-pengambilan keputusan ini juga harus mempertimbangkan moralitas, lokalitas dan kontekstualisasi Indonesia yang memiliki kekuatan sosial budaya yang beragam. Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus tepat dalam memutuskan proses "penebalan" kealamiahan (kodrat) anak yang masih samar. Penebalan kontekstual ini merupakan filter untuk perubahan yang mungkin mengancam identitas lokalitas dan integritas negara Indonesia.

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai yang terinternalisasi dari diri guru sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusannya dalam pembelajaran atau perjalanan pendidikannya di sekolah sebagai pemimpin pembelajaran. Namun dalam menggunakan prinsip-prinsip pengambilan keputusan yang ada, nilai-nilai yang tertanam dalam diri guru ini menjadi intuisi dan controlling bagi guru agar setiap keputusan yang ia buat. Semakin banyak nilai-nilai kebajikan positif yang ada pada diri guru, maka ia akan lebih bijak dan humanis dalam pengambilan keputusan, baik itu dalam pembelajaran, penanganan kasus-kasus siswa, hingga praktik coaching untuk rekan sejawat yang mengalami kendala atau hambatan dalam pekerjaan. Nilai-nilai yang terinternalisasi dalam diri guru, seperti nilai kebenaran, nilai empati, nilai gotong royong, nilai religius, dan lain-lainnya akan menjadikan guru sebagai pemimpin pembelajaran yang tidak hanya untuk siswa semata, namun juga keberadaan guru ini juga bermanfaat untuk rekan sejawat serta komunitas/ warga sekolahnya secara keseluruhan.

Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada sebelumnya.

Materi modul 2.3 tentang coaching dan modul 3.1 tentang pengambilan keputusan sebagai pemimpin ini sangat erat keterhubungannya. Karena pada teknik coaching itu kita diajarkan untuk mengidentifikasi penyebab, persoalan, dan hal-hal yang terjadi pada diri seseorang. Proses eksplorasi dan praktik coaching yang kita lakukan ini kepada coachee (siswa/ guru sejawat) sebenarnya juga secara tidak langsung mengajarkan pada diri guru (coach) dalam menyelesaikan permasalahannya, baik itu dalam pembelajarannya, kehidupan sosialnya, dan hal lainnya. Guru (coach) pada praktik coaching ini diberikan wawasan baru dari pengalaman dan permasalahan yang disampaikan coachee pada saat proses coaching. Sehingga sebagai pendengar yang baik, coach bisa melakukan pengujian-pengujian berdasarkan sudut pandang orang lain ketika ia pernah melakukan praktik coaching kepada coachee-nya.

Terkait efektif atau tidak di dalam pengambilan keputusan, ini semua tergantung pada seberapa banyak pengalaman seorang guru dalam memecahkan masalah dan pengambilan keputusannya. Tentunya pengambilan keputusan ini juga harus dibarengi dengan masukan-masukan dari orang lain, serta mempertimbangkan ketetapan keputusan tsb melalui nilai-nilai kebajikan serta aspek kemanusiaan. Materi 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan ini menjadi pengalaman pembelajaran yang tepat untuk melakukan praktik coaching kepada orang lain, yaitu guna memunculkan pertanyaan-pertanyaan berbobot, ataupun hasil praktik coaching tersebut yang bermanfaat bagi coach sebagai sumber pengalaman pengambilan keputusan yang berasal dari orang lain (coachee) yang sudah di-coaching.

Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Pengambilan keputusan akan lebih afdal apabila diambil melalui pertimbangan aspek sosial dan emosional. Karena sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial yang sangat membutuhkan orang lain. Aspek sosial emosional akan mematangkan diri guru menjadi sosok yang humanis. Karena ia (guru) akan memiliki sudut pandang yang juga memperhatikan orang-orang yang ada di sekelilingnya (sosial). Sehingga ketia guru tsb mengalami pengalaman dilema etika (benar vs benar), maka ia akan mengambil keputusan yang berpihak kepada kemanusiaan yang memang dibenarkan adanya karena situasi serta kondisi yang mendesak/ khusus. Karena sebenarnya benturan-benturan yang ada pada regulasi itu sebenarnya ada, ketika ada situasi khusus yang memang belum pernah atau jarang terjadi sehingga belum diregulasikan dalam sebuah aturan. Maka dari itu, sebagai pemimpin pembelajaran, guru harus memiliki kematangan dalam kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial agar ia tidak memutuskan sesuatu karena sisi subjektif (satu sudut pandang) atau individualisme semata.

Guru juga hidup berdampingan dengan orang lain (masyarakat), sehingga kematangan aspek sosial dan emosional akan membantu guru dalam kesehariannya sebagai modal sosial. Ketika guru sudah matang secara sosial dan emosional, tentunya peran ini akan membelajarkan siswanya pula melalui keteladanan (secara sosial-emosional) guru tsb untuk menjadi pribadi yang memiliki resiliensi dan sebagai problem solver bagi orang-orang di sekitarnya.

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Studi kasus merupakan cara pemahaman teori berdasarkan praktik pengalaman yang terjadi pada orang lain. Studi kasus ini menurut saya sangat penting dalam mengasah dan menambah wawasan baru dari seorang pendidik. Semakin banyak kasus yang diperlajari atau ditangani secara langsung, maka pengalaman dan ketepatan pengambilan keputusan dari seorang pendidik juga akan lebih baik. Hal ini juga tentunya berlaku untuk segala studi kasus, termasuk kasus dilema etika dan bujukan moral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun