Mohon tunggu...
Ares Albirru Amsal
Ares Albirru Amsal Mohon Tunggu... Dosen - FEUI 2008

Business Researcher

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Profesi Dokter Terdegradasi?

27 November 2013   17:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:36 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini sedang heboh aksi solidaritas kasus kriminalisasi dokter. Saya ingin memberi pendapat sedikit sebagai 'orang luar'.

Mau tidak mau harus diakui, dokter yang dianggap sebagai profesi baik prestisius kini mulai tergerus statusnya. Ini bukan salah dokter (semata), pihak Rumah Sakit ataupun pemerintah ambil bagian dalam hal ini. Dampaknya, dunia kesehatan Indonesia tidak memenuhi ekspektasi masyarakat.

Dokter; Ditempat pengobatan wong cilik, dokter dikenal cuek, ga ambil pusing atau ingin cepat-cepat selesai. Beda jika di swasta, padahal di RS milik pemerintahlah masyarakat kebanyakan berobat. Hal ini tentu mempengaruhi opini masyarakat terhadap dokter secara umum. Saya pernah membaca buku dengan judul 'Secangkir Kopi untuk Sahabat Costumer'. Salah satu yang disoroti adalah tentang tipe dokter Indonesia dan Singapura dalam menghadapi pasien (hal 91, silahkan dibaca). Intinya pasien jadi tidak sreg kalau dengan dokter Indonesia, makanya yang mampu banyak lari ke Singapura. Alasannya hanya karena 'ga sreg, dokternya begitu'.

Rumah Sakit; Masih ingat kasus Prita? Koin untuk Prita, sosok terzalimi seorang pasien sebatangkara yang dituntut oleh RS karena curhat tentang pelayanan didunia maya. Imbasnya, RS terebut jadi musuh bersama publik. Coba search di google 'kasus prita', pasti di laman atas RS tersebut kaluar namanya, dengan berita jelek. Bisa juga karena RS yang awalnya berjati diri instansi sosial berubah menjadi instansi bisnis. Bisa jadi. Ini gawat.

Pemerintah; Pasti tahu program Jakarta Sehat sekarang. Kedengarannya WAH banget. Realitanya, ternyata kapasitas RS tidak memadai. Pasien terlantar, dioper-oper sana-sini hingga ada yang meninggal. Lagi-lagi ekspektasi masyarakat dikecewakan. Bahasa sekarangnya PHP, pemberi harapan palsu.

Sebenarnya ada kasus-kasus lain seperti penolakan rompi pendeteksi dan penyembuh kanker Pak Warsito. Penolakan ini terjadi di seminar tekhnologi oleh oknum dokter. Dunia kesehatan makin terpojok dengan adanya kasus-kasus tersebut, dan yang paling terkena imbas adalah dokter sebagai garda terdepan dunia kesehatan. Kita tentu tidak ingin profesi dokter yang dinilai terhormat menjadi terdegrasai, seperti tercorengnya profesi wakil rakyat anggota DPR.

Siapa yang salah? Udah, ga perlu salah-salahin. Jebolan ekonomipun masih belum bisa melunasi hutang negara atau menghilangkan rakyat miskin. Terima kritikan, lakukan perbaikan, bersama.

Salam sehat ;)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun