Beras mahal. Ibu-ibu pun banyak yang kelabakan. Di medsos banyak yang menjerit.
Tapi benarkah mereka yang di medsos itu para ibu yang sedang kelabakan?
Saya yakin sepenuhnya mereka tidak demikian. Karena yang ramai di medsos adalah mereka yang mampu beli pulsa data paling tidak 50 ribu perbulan untuk bermedsosria. Jika demikian berarti mereka bukan termasuk keluarga prasejahtera yang kesulitan beli beras yang lagi naik harganya. Setidaknya mereka mampu beli beras untuk satu bulan penuh. Jadi ketika beras naik tidak terlalu bingung.
Namun perlu disyukuri bahwa para ibu yang berteriak di medsos menunjukkan kepedulian bagi para ibu yang kesulitan membeli beras. Terutama bagi para ibu yang hanya mengandalkan uang belanja harian dari suaminya yang bekerja serabutan. Hari ini kerja besok dan lusa belum tentu kerja. Atau yang pendapatannya tidak menentu. Misalnya penarik becak, kuli bangunan, penjual makanan keliling.
Tanpa teriakan para ibu tentulah para pemangku jabatan yang seharusnya menjaga ketahanan pangan nasional akan diam saja.
Dan memang kenyataan seperti itu. Ketahanan pangan nasional terutama sembako selalu menjadi bidak permainan para politikus dan pejabat.
Sejak jaman orde baru. Ingat kelangkaan beras masa reformasi 1997?
Demikian juga para keluarga prasejahtera selalu jadi bidak. Jadi umpan untuk mengalahkan lawan politik. Dijejali BLT dan bansos supaya senang dan memuji yang membagi. Tak lebih dari itu.
Bila para ibu banyak yang menyuarakan kepedihan sesama akan kenaikan harga beras yang ugal-ugalan bagaimana dengan para bapak?
Berteriak-teriak seperti para ibu? Tak usah! Berhentilah merokok. Uang yang biasanya untuk membeli rokok sekarang untuk membeli beras.
Jika keluarga para bapak bukan termasuk yang kelabakan kenaikan harga beras maka uang rokok bisa dibelikan beras untuk mereka yang kelabakan.
Setuju kan? Jangan seperti para politikus yang memainkan harga beras dan sembako.
Jangan biarkan para ibu sendirian mengurus beras.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H