Kisah ini tampaknya seperti fiksi belaka. Bagaimana mungkin orangtua kok menculik anaknya sendiri.
Sebagai seorang guru tentu yang telah berkarya selama 40 tahun tentu banyak makan asam garam menghadapi orangtua siswa dengan aneka problema mereka.
Salah satunya ketidakharmonisan dalam berkeluarga yang berakibat pisah ranjang bahkan perceraian.
Tugas guru sebagai pendidik selalu melihat, memperhatikan, dan mencatat perilaku setiap keunikan siswanya. Jika ada sesuatu yang berbeda dari biasanya dan mengarah pada hal yang kurang dan tidak baik selalu diberitahukan pada walikelas, bimbingan dan konseling, serta kepala sekolah. Selanjutnya memanggil orangtuanya tentang perubahan sikap dan kelakuan si anak.
Misalnya sering melamun, tidak mau mengerjakan tugas di kelas, sering tertidur, suka usil, atau saat dinasehati lalu menutup telinga dan mata.
Tanggapan orangtua, entah ibu atau ayahnya yang datang memenuhi panggilan sekolah selalu positif dengan mengakui kekurangan mereka dalam mengasuh anaknya. Alasan karena sibuk dengan pekerjaan dan bisnis serta mempercayakan sepenuhnya belajar di rumah dengan guru les. Sedang untuk kebutuhan harian terlalu dipercayakan pada asisten rumahtangga yang khusus  memperhatikan si anak.
Ketika keadaan si anak menunjukkan tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik maka memanggil orangtuanya kembali dengan memberitahu tentang pengakuan si siswa yang merasa jenuh dan jengkel pada orangtuanya yang sering bertengkar hebat. Di sinilah keterbatasan guru dan sekolah yang tidak ingin tahu terlalu jauh masalah domestik keluarga orangtua si anak selain hanya berpesan agar orangtua memenuhi kebutuhan kasih sayang dari orangtua.
Permasalahannya saat orangtuanya dipanggil biasanya yang datang hanya salah satu. Sangat jarang orangtua datang berdua seperti saat pendaftaran atau mengantar sekolah di hari pertama.
Petaka terjadi ketika permasalahan keluarga berakhir dengan perceraian lalu salah satu orangtua yang merasa paling menyayangi dan memperhatikan lalu membawa kabur saat pulang sekolah tanpa memberitahu pasangannya.
Kejadian seperti ini biasanya terjadi pada penerimaan laporan hasil belajar siswa baik pada akhir semester ataupun saat kenaikan kelas.
Salah satu orangtuanya yang juga merasa menyayangi dan memperhatikan serta berhak mengasuh menjadi geram dan sedikit banyak menyalahkan sekolah.
Si ayah merasa dirinya sebagai kepala keluarga. Si ibu merasa yang melahirkan dan sering memenuhi panggilan sekolah tentang keadaan anak.
Peristiwa ini memang jarang terekspos keluar selain menjadi kasak-kusuk hangat di antara orangtua siswa.
Tentu juga menambah tantangan sekolah dan para guru dalam berkarya mendidik anak bangsa.
Ternyata ada orangtua yang membawa kabur anaknya.
Catatan:
Peristiwa ini biasanya terjadi pada keluarga mapan secara ekonomi dan hampir pernah terjadi di setiap sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H