Sebagai orang jaman dulu atau jadul yang dibesarkan di rumah kuno bangunan kolonial dan mendapat pendidikan di sekolah dengan gedung kolonial Belanda membuat saya tertarik untuk mendokumentasikannya. Apalagi saya mempunyai hobi fotografi yang dikenalkan almarhum ayah saya pada tahun 1966 saat masih kelas 2 sekolah dasar.
Tahun 1980 hobi moto gedung kolonial Belanda saya awali lagi setelah melihat beberapa bangunan kolonial tempat saya menempuh pendidikan dan menjadi pendidik, mulai dirobohkan karena lapuk termakan usia.
Dirobohkannya gedung tersebut selain karena lapuk termakan usia juga tata ruang yang kurang pas lagi dengan kebutuhan lahan yang semakin sempit.
Tempat tinggal kami di Jl. Embong Tanjung Surabaya termasuk rumah seorang warga Irak penganut agama Yahudi (kebetulan putrinya juga seorang Kompasianer) termasuk sinagoganya di Jl. Kayoon telah dibongkar pada 2016 silam.Â
Demikian juga SD Ketabang Kali di Jl. Ketabang Kali Surabaya tempat saya menempuh pendidikan dasar telah hilang menjadi sebuah taman umum sejak pertengahan 90an.
Gedung sekolah tempat saya menempuh pendidikan SMP dan SPGK di Malang serta menjadi guru selama 3 tahun masih berdiri kokoh sekalipun tata ruang kelas telah diubah sesuai dengan kebutuhan.
Gedung ini disebut Frateran karena tempat para frater atau calon imam dari Biara Bunda Hati Kudus. Bagi sebagian orang ada yang menyebut C21 karena alamatnya di Celaket 21. Sekarang Jl. J.A Suprapto 21 Malang. Setahu saya ada 6 Kompasianer alumnus sekolah ini.
Gedung sekolah dan biara lainnya yang saya dokumentasikan dan sudah saya tulis di Kompasiana pada 2014 adalah Biara Ursulin dan sekolah Cor Jesu di Celaket 55 Malang. Juga telah ditulis lengkap oleh seorang Kompasianer pada September 2023 silam. Ada sekitar 8 Kompasianer alumnus Cor Jesu Malang.
Gedung sekolah bangunan kolonial Belanda tempat saya mengajar selama 20 tahun yang telah diubah total tanpa menyisakan bangunan lama adalah SD Taman Harapan Malang yang dikenal dengan sebutan Ma Hwa singkatan dari Malang Tionghwa karena pengelola, guru, dan siswanya saat itu 95% etnis Tionghwa.Â
Di sinilah awal keprihatinan saya atas gedung-gedung kolonial Belanda yang hilang diganti baru. Padahal menurut saya masih sangat kuat.
***
Tahun 1997 saya pindah mengajar di sekolah yang oleh masyarakat dikenal dengan sebutan Hwa Ind singkatan dari Tionghwa Indonesia. Gedung ini juga merupakan bangunan kolonial Belanda untuk pendidikan formal bagi orang Belanda dan pribumi (sebutan saat itu) dengan nama Neutralle School.
Berbeda dengan bangunan kolonial lainnya, gedung ini tidak terlalu kuat sekalipun tampak kokoh. Setelah berjuang lebih dari 10 tahun merayu untuk merenovasi akhirnya mendapat persetujuan yayasan pengelola, pada 2016 gedung ini direnovasi terutama genteng dan tegel lantai yang mulai lapuk.
Ketelitian dan keberhasilan atas kepercayaan yang diberikan pada saya sebagai penanggung jawab atas sarana dan prasarana dan melakukan renovasi maka seorang alumni tahun 59 memberi foto-foto dokumentasi dan sedikit sejarah antara 1948-1961.Â
Bahkan yayasan pengelola pun tidak mempunyai foto-foto tersebut. Dan baru saya serahkan tadi pagi sambil memberi masukan pada kontraktor yang sedang membangun lapangan olahraga indoor.
***
Keprihatinan atas bangunan kolonial Belanda terutama sekolah bukan hanya gedung yang berubah tetapi juga hilangnya bangku-bangku, lemari, meja dan kursi kuno dari kayu jati yang tidak diketahui rimbanya.
Pada 1984 sebagai guru muda saya sendiri pernah membeli balak (blandar) dan tiga buah bangku jati dari sebuah sekolah yang ditutup karena ketiadaan murid dan gedung berubah menjadi sebuah bank plat merah.
***
Tidak semua bangunan kolonial Belanda yang kokoh dan megah merupakan gedung bersejarah. Di sinilah perlunya mencari data dan pendokumentasian secara teliti.Â
Pendokumentasian bukan hanya foto tetapi juga catatan perawatan, renovasi, dan perubahan kepemilikan. Sehingga tidak rancu antara gedung bersejarah dengan gedung lawas sisa bangunan kolonial Belanda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H