2020 tivi semakin ditinggalkan. Alasannya hanya satu: isinya lebih banyak perseteruan.Â
Mulai dari penayangan sinetron, berita, dan debat politikus, serta kasus korupsi yang tak pernah surut.
Masyarakat hanya butuh hiburan untuk melepas kepenatan sehari-hari.
Nonton tayangan musik dan berjogetria tak harus di tivi atau VCD. Daripada rebutan chanel mending nonton tiktok atau YouTube lewat hape.Â
Nonton terus juga bosan. Sekali waktu juga harus jadi artis dadakan untuk menghibur orang lain.Â
Juga untuk unjuk diri dengan mengaktualisasikan kemampuan sebagai seorang yang bisa tampil keren, cantik, sexy, luwes, dan menawan dalam tari massal sebuah pawai.Â
Gerak sederhana goyang pinggul dan double step dengan senyuman manis tapi tidak genit menjadi daya tarik bagi mereka yang menonton.
Kakek-nenek, ayah-ibu, teman dan kawan merasa senang melihat anak cucunya tampil menawan.
Para muda dan anak cucu pun tertawa riang melihat kakek-nenek dan ayah-ibunya juga tampil.
Pak RT-RW, Pak Carik dan Lurah, Pak Camat dan Babinsa pun juga senang karena warganya bersatu seia sekata merayakan pesta hari kemerdekaan ke 78 Republik Indonesia.
Sekalipun mereka juga pusing karena harus mengeluarkan dana sekian puluh juta hanya untuk kemeriahan sebuah karnaval tingkat desa.
Jika tidak mau mengeluarkan dana pekewuh juga karena setiap orang yang ikut pawai telah mengeluarkan dana pribadi untuk sewa kostum bahkan ada yang harus membeli sendiri.
Belum lagi ada keluarga yang harus menjadi donatur untuk penyediaan soundsystem setara penampilan Deep Purple dan Rhoma Irama pada tahun 70an.
Harus dirias sejak 3 jam sebelum tampil lalu berjalan sambil berjoged di sepanjang jalan utama desa hingga malam hari sungguh melelahkan.Â
Sedikit mengabaikan gelegar suara soundsystem horeg yang memekakkan telinga. Lighting lampu disco juga tak kalah keren mengiringi mereka menari dan bergoyang.
Itulah hiburan masyarakat yang sering tak dilirik oleh  mereka yang merasa dirinya artis.
Tak ayal lagi konser musik para artis komersil sekarang jarang ada.
Masyarakat lebih suka dangdut, kreasi baru, dan kembali kesenian tradisional. Lebih menghibur.
Masyarakat lebih butuh hiburan daripada kotbah dan pidato para politikus yang hanya bikin pusing.
Satu dua memang ada yang sedikit beda dengan pesan normatif. Misalnya agar kita menjaga kesatuan dan persatuan.
Kegiatan tanpa sponsor dari pengusaha menengah apalagi pengusaha besar selain donasi dari masyarakat sendiri.
Justru pawai dan karnaval yang diadakan malah mengundang puluhan kehadiran pengusaha mikro bermodal kecil dan hanya mengandalkan pinjaman BPR.
Pawai semacam ini memang bukan hanya pada saat perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia. Tetapi juga pada saat ritual bersih desa atau metri desa dan menyambut Tahun Baru Jawa 1 Suro.
# Kali ini bukan foto jepretan sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H