Sungguh hangat sentuhan bibirmu di keningku saat kau bangun meninggalkan diriku yang masih terlungkup memeluk guling.
Semakin hangat kala kau selimutkan satin biru laut menutup tubuhku yang hanya berbalut lingerie putih setelah semalam kita terbang di atas awan surgawi impian kita.
Aroma nasi goreng yang kau buat sendiri untuk sarapan sebelum kau berangkat kerja tak menggugahku selain menggeliat untuk kembali tertelungkup.
Tak ada impian lagi selain rasa kuatirku akankah kau pulang larut lagi.
Entah pada siapa aku harus cemburu.
Tak ada perempuan cantik nan genit di ruanganmu.
Namun ceritamu tentang perempuan muda sekretaris teman sebayamu membuatku tak bisa memejamkan mata.
Tak tahukah ia teman lamaku yang pernah mengail pria idamanku sebelum dirimu.
Sinar mentari pagi memaksaku membuka mata kala kau sibak kelambu jendela.
Kembali kau cium keningku sambil berbisik kau akan pulang terlambat.
Menemui perempuan itu.
Aku hanya bisa menggeliat menyingkap tubuhku yang kau sambut dengan senyuman.
Seperti senyuman pria sebelum dirimu di sisiku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H