Siapa sih yang tak kenal dengan sebutan The Smiling General?
Sebutan yang diberikan oleh media asing kepada Jendral Soeharto yang senantiasa tersenyum jika berbicara di depan umum. Kecuali saat sidang MPR. Presiden ke 2 Republik Indonesia ini berkuasa lebih dari tiga dekade sehingga namanya sulit dilupakan dalam sejarah Indonesia. Sekalipun bernasib cukup tragis di akhir masa jabatannya.
Didesak mundur dengan demonstrasi besar-besaran di seluruh Indonesia dan ditinggal oleh orang-orang kepercayaannya.
Jasanya yang begitu besar dalam membangun negeri hingga mendapat gelar Bapak Pembangunan dari legislatif saat itu.
Untuk mengenang perjuangan dan jasanya maka dibangunlah sebuah museum yang bernama Memorial Jendral Besar H.M Soeharto.
Gedung memorial ini berdiri di kampung kelahiran Beliau di Dusun Kemusuk Lor, Desa Argomulyo, Sleman Yogyakarta. Inisiatif pembangunannya adalah Probosutedjo, adik Soeharto.
Memorial ini mengisahkan perjuangan Soeharto saat Serangan Umum 1 Maret 1949, Operasi Trikora di Irian Barat (sekarang Papua), hingga penumpasan PKI 1965. Juga usaha pembangunan negeri demi keamanan, kemakmuran, dan kesejahteraan bangsa Indonesia.
Dan, tentu saja kisah tragisnya dipaksa mundur dari jabatannya karena tuduhan kesewenangan dan otoriternya.
Kisah yang ditampilkan dalam bentuk foto, diaroma, dan catatan dokumentasi ini berada pada sebuah lorong yang seakan menggambarkan lorong waktu perjalanan Beliau.
Lorong ini menjadi tempat pertama yang wajib dilihat setiap pengunjung yang diarahkan oleh petugas.
Dari lorong diaroma, pengunjung bisa melihat sejarah singkat H.M Soeharto melalui media elektronik yang berada di tengah pendapa dan siap diputar oleh petugas tanpa membayar.
Di sisi belakang ada juga rumah tempat tinggal Soeharto saat masih kanak-kanak. Di sebelah kiri rumah utama tersebut ada semacam pendapa tempat Beliau dilahirkan.
Hal yang cukup unik dari gedung memorial yang berbentuk joglo atau rumah tradisional Jawa ini adalah warna biru yang dominan. Padahal joglo biasanya berwarna kecoklatan atau warna asli kayu tanpa cat.
Demikian juga, dalam akhir sejarah kekuasaannya yang ditampilkan pada akhir diaroma cukup menggambarkan kekecewaan atas tuduhan para tokoh reformis yang menganggap Soeharto menyimpan kekayaan hasil korupsi selama menjabat sebagai presiden.
Terlepas dari semua yang telah terjadi atas diri H.M Soeharto, sejarah telah mencatat siapa sebenarnya Beliau dan apa yang Beliau lakukan untuk negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H