Jamu gendong disebut demikian karena penjualnya menggendong jamu-jamu yang diwadahi keranjang.
Pada masa kini penjual gendong lebih banyak menggunakan sepeda pancal. Ada pula yang menggunakan sepeda motor atau gerobak dorong. Alasannya agar dapat berdagang keliling lebih jauh, ringan, dan lebih banyak.
Tak sedikit pula yang tetap menggunakan keranjang untuk keliling menawarkan kepada pelanggan. Terutama mereka yang berjualan dengan keliling di lorong-lorong pasar tradisional. Sasarannya tentu para pedagang, buruh, dan mereka yang sedang belanja di pasar.
Jamu yang dijual sebenarnya merupakan minuman segar yang terbuat dari umbi batang, dedaunan seperti kunir, lempuyang, sinom atau daun muda asam Jawa, gejah.
Namun minuman segar ini sangat menyehatkan karena mengandung vitamin dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh sehingga bisa mencegah serangan penyakit.
Untuk jamu yang bersifat menyembuhkan lebih banyak dijual di lapak-lapak atau kios yang ada di pasar atau sekitarnya. Misalnya jamu untuk menyembuhkan diare, sekalor (entah apa bahasa Indonesianya), atau pun setelah kelahiran dan lainnya.
Tersedianya minuman segar kemasan yang bisa mencegah dehidrasi, menyembuhkan sariawan, diare, atau pun batuk ternyata tidak mengurangi kepercayaan masyarakat akan jamu gendong.
Ini bisa dilihat masih adanya penjual jamu gendong bukan hanya di pasar tradisional. Tetapi juga di tempat umum, keramaian, dan tujuan wisata.
Misalnya di Malioboro Yogyakarta, sekitar Pecinan dan Klojen Malang, Lapangan Paseban dan Pasar Bantul, juga di sekitar stasiun kereta api dan terminal di kota-kota besar.
Sebelum tahun 80an para penjual jamu gendong menyajikan jamu kepada pelanggan dengan wadah batok atau tempurung kelapa gading yang tidak terlalu besar.Â
Kemudian berganti dengan gelas seng dan gelas kaca. Kini ada juga yang menggunakan plastik dan sedotan untuk melayani pembeli yang merasa kurang nyaman menggunakan gelas secara bergantian.
Keberadaan penjual dan peracik jamu gendong menjadi perhatian secara khusus dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Pada Desember 2022, dibangun sebuah Monumen Patung Craki di Pasar Ngasem, Yogyakarta. Craki merupakan istilah atau sebutan bagi peracik dan penjual jamu gendong.
Adanya Monumen Patung Craki ini merupakan penghargaan atas kontribusi mereka atas kesehatan dan perekonomian masyarakat. Juga mengingatkan dan mengajak seluruh masyarakat agar tetap mencintai dan mengonsumsi jamu gendong.
Masihkah anda minum jamu gendong tradisional?
#jelajah desa hari ke 19
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H