Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Berdansa dengan Kematian: Pesan Tanpa Nasehat

22 Mei 2023   20:26 Diperbarui: 23 Mei 2023   06:38 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berdansa dengan Kematian karya Acek Rudy. | Dokumen pribadi.

Berdansa dengan Kematian, judul sebuah novel yang sangat menarik dan memancing untuk segera membacanya secara tuntas.
Judul ini juga membuat teringat akan sebuah film yang dibintangi oleh Kevin Costner dengan judul Dance with Wolves: Berdansa dengan Serigala.
Bukan maksud untuk membandingkan sebab kisah dan latar belakangnya yang jauh berbeda.

Begitu buku ini saya dapat dan melihat sampul depan  membuat rasa penasaran luar biasa.
Pertama, gambar tokoh utama seorang penari perempuan peranakan Tionghoa mirip wajah seorang penari perempuan teman akrab ketika saya masih aktif menari pada pertengahan 70 hingga 80 di sebuah sanggar yang penarinya 80% gadis-gadis keturunan Tionghoa sekali pun yang diajarkan pada sanggar tersebut tari klasik dan tradisional Jawa. Nama sanggar ini Panca Budi pernah diulas tuntas seorang Kompasianer Bolang, Malang.

Kedua, kepala kerbau, saya menyebutnya banteng mengingatkan pada seni Bantengan yang berasal dari Malang. 


Pada bait awal novel ini pembaca sudah dibawa pada suatu masa dan budaya serta suasana tokoh imajiner yang muncul dari pengalaman penulis yang hidup dalam adat dan budaya yang dirasakan. Bukan satu budaya.
Pada paragraf dan bab-bab selanjutnya pembaca akan terbawa pada pertemanan dan perselisihan antar personal pada tokoh-tokoh yang ada. Perselisihan yang membuat adanya intrik-intrik serta memakan korban namun tidak secara vulgar ditonjolkan.
Di sinilah mulai terbaca pesan cinta kasih atau metta yang ingin disampaikan oleh pengarang yang seorang Buddhis. Sebuah pesan halus tanpa menasehati apalagi menggurui.
Adanya istilah-istilah Buddhis yang bermakna begitu dalam menunjukkan ke arah ini. Bukan berarti mengajak pembaca menjadi seorang Buddhis. Bukankah keindahan sebuah perilaku dan perbuatan cinta kasih merupakan tanda iman seseorang pada agama yang dipeluknya?

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Ilustrasi halaman 104. | Dokumen pribadi 
Ilustrasi halaman 104. | Dokumen pribadi 

Nenek Waru berkebaya merah? | Dokumen pribadi 
Nenek Waru berkebaya merah? | Dokumen pribadi 

Saron, salah satu alat musik gamelan seperti pada ilustrasi. | Dokumen pribadi 
Saron, salah satu alat musik gamelan seperti pada ilustrasi. | Dokumen pribadi 
Pertemanan dan persahabatan, perselisihan dan pertentangan adalah romantisme dan dinamika proses kehidupan.

Lewat novel ini pembaca diajak memahami dan menjalani kehidupan yang selaras sehingga semua hidup bahagia.
Membaca secara tuntas biasanya memerlukan waktu 3-4 hari jika setiap hari membaca sekitar 1-1,5 jam. Pada novel ini perlu waktu 4-6 hari. Benturan adat dan budaya serta karakter setiap tokohnya dan ungkapan membuat kita harus merenungkannya untuk lebih memahami.

Berdansa dengan Kematian sebuah novel dengan gaya bahasa populer kekinian dengan latar belakang adat dan budaya yang belum diketahui pembaca sebelum membacanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun