Tentang ritual metri.
Metri dalam budaya Jawa merupakan doa mohon keselamatan kepada Allah yang maha kasih dan kuasa. Metri bisa dilakukan dengan ritual sederhana atau pun meriah dalam keluarga, komunitas seperti kelompok kesenian saat tanggap warsa (ulang tahun), perdukuhan, dan desa.
Metri sederhana misalnya doa dengan sajian bubur merah atau jenang sengkala untuk mengingat waktu kelahiran seorang anggota keluarga serta mohon keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan.
Ada juga dengan sajian tumpeng kecil yang disantap bersama dalam keluarga yang merayakan dengan ritual kembul donga (doa bersama) dan kembul bujana (makan bersama).
Metri dukuh, desa, atau komunitas biasanya lebih meriah bukan hanya dihadiri oleh perangkat desa atau pengurus komunitas tetapi juga anggota masyarakat serta mengundang sesepuh dan pini sepuh serta pejabat pemerintah.
Metri Dusun Krebet Desa Sendangsari, Bantul
Sabtu, 21 Januari 2023 Dusun Krebet yang merupakan desa wisata yang menghasilkan batik kayu mengadakan metri Umbul Donga Pujo Basuki yang artinya memanjatkan doa memohon keselamatan kepada Allah Swt.
Bertema Rumangsa Handarbeni Mulad Sarira Hangrasa Wani yang berarti: merasa memiliki desa serta selalu membangun diri dan berani berkarya untuk kesejahteraan bersama.
Metri yang berlangsung selama tiga hari berturut-turut dan dipusatkan di Pendapa Dukuh Kemiskidi, diawali dengan Pengajian Akbar pada Kamis malam, 19 Januari 2023.
Jumat, 20 Januari 2023 sejak 19.30 diadakan pagelaran kesenian campursari.
Sabtu, 21 Januari 2023 merupakan puncak acara yang dihadiri seluruh masyarakat, aparat desa, aparat pemerintah daerah dan undangan.
Pada puncak acara di sekitar pendapa diadakan pertunjukan jathilan dari kelompok kesenian Bekso Kudho Mataram yang berasal dari kaum muda setempat.
Selama jathilan berlangsung pasukan Bregodo Dukuh Krebet berkeliling perdukuhan melalui jalan desa menjemput sesaji, pasukan bregodo dari setiap RT. Serta menjemput gunungan yang terbuat dari buah, sayur, dan padi hasil bumi masyarakat dan menjemput jodhang atau peti kayu yang berisi makanan dan minuman.
Makanan dan minuman dalam jodhang yang digotong kaum pemuda, dibagikan kepada masyarakat yang dijumpai di perempatan atau pertigaan jalan utama desa.
Puncak gunungan berupa buah labu kuning atau waluh menggambarkan asap dan batu yang terlontar dari Gunung Merapi. Sedang lelehan lava digambarkan dengan untaian padi yang dipetik pertama menjelang panen atau saat ritual wiwit.
Untaian padi terbaik ini biasanya dijadikan bibit dan sebagian ditaruh di depan pintu rumah sebagai tanda bahwa keluarga atau rumah tangga tersebut selalu sejahtera.
Dari 5 RT di Dukuh Krebet yang membawa sesaji untuk disantap bersama selain diwakili oleh kaum pria ada juga yang diwakili dari kelompok lansia, PKK, kelompok pengajian, kaum muda, dan anak-anak.
Masing-masing kelompok berjumlah sekitar 15-25 orang yang membawa dua keranjang yang terbuat dari janur atau daun muda kelapa yang disebut panjang ilang.
Keranjang panjang ilang berisi kue atau makanan ringan, minuman, dan buah-buahan khususnya pisang dan rambutan yang banyak ditanam masyarakat sekitar Yogyakarta. Keranjang ilang kedua berisi nasi tumpeng kecil.
Setelah acara seremonial dan doa bersama selesai, Gunungan dibawa dari depan pendapa menuju jalan raya desa untuk diperebutkan masyarakat yang hadir. Semua berlomba tanpa saling sikut untuk mendapatkannya.
Di sini ada kejadian unik yang banyak membuat masyarakat terperangah di mana padi yang banyak diperebutkan justru oleh yang mengambil diberikan kepada kami yang berasal dari Malang dan tak seorang pun yang tahu kami.
Saat Gunungan diperebutkan, warga lainnya dan undangan menikmati makanan dan minuman yang dipersembahkan dari masing-masing keluarga. Selain itu para undangan dari luar dukuh mendapat satu sajian panjang ilang dari aparat perdukuhan.
Panjang ilang yang ditempatkan di Pendopo Kemiskidi juga dibagikan kepada warga yang hanya bisa melihat di luar pendapa karena keterbatasan tempat. Serta dikirim kepada sesepuh desa yang karena alasan kesehatan tidak bisa hadir di Pendapa Kemiskidi.
Disinilah keguyuban, persaudaraan, dan kekerabatan masyarakat desa Dukuh Krebet, Sendangsari sangat terasa dalam kedamaian seperti halnya masyarakat perdesaan pada umumnya.
Puncak acara pada Sabtu malam ada pagelaran wayang kulit semalam suntuk di Pendopo Kemiskidi.